Jumat, 23 November 2012


Pengantar:
Minggu depan tgl 25 Nov 2012 adalah minggu Kristus Raja menurut tahun gereja, di sini kami mencoba mengambil tulisan yang memberikan penjelasan tentang itu. Selamat membaca.

Minggu Kristus Raja
A. Uraian Historis
Jemaat-jemaat Kristen mula-mula pada umumnya belum mempunyai gedung gereja. Anggotanya biasa berkumpul di rumah salah seorang di antara mereka, atau ruang lain yang sudah tersedia pada waktu itu (bnd. Kis. 16:40; Rm. 16:5,14,15; I Kor. 16:19; dll.). Hal tersebut menunjukkan bahwa suasana ibadah orang-orang Kristen pada zaman itu lebih menyerupai kebaktian rumahtanggadaripada kebaktian di gereja seperti yang kita lakukan pada saat ini.
Jalannya kebaktian tidak persis sama di semua tempat. Bahkan mula-mula belum ada tatacara kebaktian yang tetap. Tetapi lambat-laun kebaktian dilaksanakan dengan memakai tatacara atauliturgi yang lengkap. Proses terbentuknya perayaan liturgi Kristiani tersebut berakar dalam tahun pesta Yahudi.
Yesus dan para murid-Nya jelas masih ikut merayakan hari-hari raya dan pesta Yahudi. Jemaat Kristen Yahudi, khususnya di Yerusalem, masih melanjutkan perayaan hari raya dan pesta Yahudi. Namun, tentu saja mereka sudah memberi isi Kristiani, yaitu berdasarkan pengalaman Paskah (bnd. Kis. 2:46; 3:1).
Pada abad II jemaat merayakan pesta Paskah tahunan beserta Pentakosta 50 hari sesudahnya. Hingga abad IV perayaan Paskah dan minggu-minggu Paskah menjadi struktur dasar masa liturgi waktu itu. Pada abad IV juga terjadi tiga perkembangan perayaan tahunan, yaitu:
1. Kristenisasi hari raya kafir atas pesta dewa matahari yang tak terkalahkan pada tanggal 25 Desember di Gereja Barat menjadi hari raya Natal-kelahiran Yesus Kristus dan pesta kelahiran dewa Aion (dewa waktu dan kekekalan) pada tanggal 6 Januari di Gereja Timur menjadi hari raya penampakan Tuhan. Kedua pesta tersebut bisa saling diterima dalam kedua Gereja.
2. Pengembangan tematis perayaan Paskah tahunan ke dalam Tri Hari Suci dan ke Pekan Suci. Demikian pula masa waktu antara Hari Raya Paskah hingga Pentakosta dikembangkan dengan penambahan perayaan oktav Paskah dan Hari Raya Kenaikan Tuhan.
3. Munculnya masa persiapan selama 40 hari bagi para ketekumen yang akan menerima baptisan dengan melakukan tobat dan laku tobat.
Pada abad V-VII terjadi pembentukan liturgi Romawi kuno dengan antara lain munculnya masa Adven dan berbagai pesta lain. Selanjutnya, sejak abad X terjadilah suatu kecenderungan perayaan pesta-pesta yang terisolasi satu sama lain, misalnya Hari Raya Kenaikan Tuhan mempunyai oktav sendiri, Pesta Yesus dimuliakan (6 Agustus), dan aneka pola pesta yang sama sekali baru, yaitupesta devosi seperti Trinitas (abad X), Tubuh dan Darah Kristus (abad XIII), Hati Kudus Yesus (abad XVII), dan Kristus Raja (abad XX).
Adanya aneka ragam perayaan pesta dalam liturgi gereja tersebut menyebabkan tersingkirnya makna hari Minggu dalam liturgi gereja. Oleh karena itu, abad XX ditandai dengan gerakan pembaruan liturgi yang sudah dipersiapkan lama sebelumnya. Pius XII mengembalikan perayaan Paskah sebagai pusat tahun liturgi. Akhirnya, sejak Konsili Vatikan II gereja mengolah, mengatur, dan menyusun kembali seluruh perayaan liturgi sepanjang tahun dalam konsepsi kesatuan yang disebut dengan Tahun Liturgi Gereja.
Dengan demikian, hari raya liturgi tersebut tersusun tanpa rekayasa kronologis dan konsep historis. Saat ini Tahun Liturgi Gereja tersusun sebagai berikut:
1. Masa raya Paskah, yaitu: Rabu Abu, Minggu-minggu Prapaskah, Minggu Sengara, Minggu Palem, Kamis Putih, Jum’at Agung, Sabtu Sunyi, Paskah, Minggu-minggu Paskah, Kenaikan Yesus ke Sorga, novena, dan Pentakosta.
2. Masa raya Natal, yaitu: Minggu-minggu Adven, Natal Pertama (24 Desember) dan Natal Pagi (25 Desember), hari Minggu setelah Natal, 1 Januari, dan Epifania.
3. Masa Biasa dan Minggu-minggu biasa, terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berlangsung antara Minggu setelah Epifania dan hari Minggu sebelum Rabu Abu. Bagian kedua berlangsung antara Minggu setelah Pentakosta (atau setelah Minggu Trinitatis) dan Minggu sebelum Adven (disebut hari Kristus Raja). Jumlahnya tiga puluh tiga atau tiga puluh empat Minggu.
Uraian di atas telah memberikan gambaran yang jelas bahwa Minggu Kristus Raja adalah pesta devosi yang baru dalam gereja dan ditempatkan untuk menutup seluruh rangkaian Tahun Liturgi Gereja atau Masa Raya Liturgi Gereja. Minggu Kristus Raja selalu jatuh di antara tanggal 22 dan 28 November. Pada tahun ini, Minggu Kristus Raja jatuh pada tanggal 25 November 2007. Dengan demikian, sesungguhnya gereja juga telah “menciptakan” sendiri permulaan dan penutup tahun, yaitu tahun gereja.

B. Makna dan Dasar-dasar Alkitabiah
Minggu Kristus Raja merupakan hari Minggu penutupTahun Liturgi Gereja, sekaligus saat untuk menyambut Adven, sehingga menjadi istimewa. Hari raya ini mengarahkan gereja kepadazaman penyelesaian akhir karya keselamatan Allah di dalam Kristus (Mat. 3:2; 4:17; 10:7; Luk. 9:2; 2 Ptr. 1:16; bnd. Mrk. 15:18; Luk. 23:3, 37, 38; Yoh. 19:3, 14). Saat ini gereja masih menantikan langit dan bumi yang baru di mana Kristus Sang Raja akan datang kembali sebagai Hakim untuk menyelesaikan segala sesuatunya dan menaklukkan segala sesuatu, sehingga “Allah menjadi semua di dalam semua” (1 Kor. 15:28; 1 Tim. 6:16; Why. 21-22). Inilah tujuan seluruh sejarah manusia dan seluruh sejarah gereja.
Dalam rentang waktu antara kedatangan Kristus yang pertama dan kedatangan-Nya yang kedua kalinya hiduplah gereja. Gereja hidup, bergerak, dan berziarah menuju kepada janji kepenuhan hari penyelamatan Allah yang di satu pihak sudah terlaksana di dalam Kristus dan di lain pihak bergerak dalam rangka sejarah dunia kepada penyelesaian akhirnya. Dalam rentang waktu itulah gereja berliturgi untuk memuliakan Allah dan dengan demikian juga membawa manusia kepada kekudusan.
Keistimewaan hari raya ini ditandai pula dengan didirikannya beberapa patung Kristus Raja dalam ukuran raksasa, misalnya di Brazilia dan di Timor Leste. Patung-patung tersebut ditahbiskan tepat pada hari Minggu Kristus Raja.


C. Penjelasan Liturgi
Pada Minggu Kristus Raja, pembacaan Alkitab berdasarkanRevised Common Lectionary (RCL) adalah sebagai berikut:
 Pada tahun A, pembacaan pertama – sebagai pendahulu Injil tentang penghakiman terakhir – adalah Yehezkiel 34:11-16, 20-24 yang menjelaskan bahwa TUHAN tidak semena-mena dalam menghakimi. Ia telah lebih dahulu menggembalakan kawanan domba-Nya sebelum menjadi Hakim atas para domba. Mazmur 100 tentang kawanan domba menghadap TUHAN, atau Mazmur 95:1-7a tentang kawanan domba menghadap Sang Raja semesta, dibacakan setelah pembacaan pertama. Pembacaan kedua adalah Efesus 1:15-23, memberitakan bahwa Dia adalah Kepala dari segala yang ada. Pembacaan Injil adalah dari Matius 25:31-46 tentang penghakiman terakhir atas semua orang oleh Yesus, Sang Raja Semesta. Sebagai Hakim dan Gembala, Ia akan memisahkan seseorang dari yang lain; domba di sebelah kanan dan kambing di sebelah kiri.
 Pada tahun B, pembacaan pertama yang melandasi pembacaan Injil adalah 2 Samuel 23:1-7 tentang kesaksian Daud yang terakhir dan tentang sumpah TUHAN kepadanya, atau Daniel 7:9-10, 13-14 yang berisi tentang kerajaan dari Yang Lanjut Usia yang tidak akan musnah. Pembacaan antara adalah Mazmur 132 (jika membaca 2 Samuel) yang berisi tentang kesaksian pemazmur akan sumpah TUHAN kepadanya, atau Mazmur 93 (jika membaca Daniel) yang berisi tentang TUHAN, Raja yang kekal. Pembacaan kedua adalah Wahyu 1:4b-8 tentang Yang Mahakuasa adalah Alfa dan Omega, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang. Pembacaan Injil adalah Yohanes 18:33-37 diambil dari kisah pengadilan Yesus di hadapan Pilatus. Dalam percakapan tersebut ditegaskan bahwa Kerajaan Yesus bukan dari dunia ini.
 Pada tahun C, pembacaan pertama adalah Yeremia 23:1-6 berisi nubuat tentang datangnya TUHAN, Sang Keadilan, dari keturunan Daud yang akan menggembalakan umat-Nya. Pembacaan antara adalah Mazmur 46 tentang TUHAN adalah kota benteng. Pembacaan kedua diambil dari Kolose 1:11-20 tentang kerajaan terang, Kerajaan Anak-Nya, yang menebus dan mengampuni umat-Nya. Pembacaan Injil adalah Lukas 1:68-79 berisi “nyanyian pujian Zakaria” tentang Tuhan melawat umat-Nya bagaikan surya pagi dari tempat tinggi yang menyinari orang yang berada di dalam kegelapan dan naungan maut. Atau Lukas 23:33-43 diambi dari kisah penyaliban Yesus, Raja orang Yahudi, dan tentang kedatangan-Nya nanti sebagai Raja.


Pembacaan Alkitab dengan menggunakan leksionari seperti tersebut di atas memang menimbulkan pengulangan berkala, yaitu setiap tiga tahun sekali. Hal tersebut seharusnya tidak membosankan, tetapi justru dapat memperdalam penghayatan warga gereja atas firman Tuhan. Menurut Rasid Rachman, pengulangan dalam liturgi juga dapat dilihat sebagai axis mundi (poros bumi) atau bor yang berkonsentrasi dan berputar pada satu poros, dan putarannya menyebabkan lobang yang semakin dalam. Dengan leksionari, pembacaan Alkitab pun tidak lagi sekedar satu atau dua ayat yang tidak jelas hubungannya satu sama lain, namun diarahkan pada suatu kisah yang beralur dari Minggu ke Minggu, dan dari tahun ke tahun. Cara pembacaan Alkitab seperti ini tentu tidak dimaksudkan untuk mematikan kreatifitas, tetapi justru untuk menumbuhkan minat membaca, mendalami, dan menyampaikan kabar baik secara lebih baik, kreatif dan bertanggung jawab.


D. Refleksi Teologis
Memulai dan mengakhiri sesuatu, sejak lama telah menjadi hal yang begitu penting dalam hidup manusia, sehingga seringkali tidak ingin dilewatkan atau dibiarkan berlalu begitu saja. Oleh karena itu, hingga saat ini ada beragam penanggalan (kalender) yang dengan mudah kita jumpai di sekitar kita. Atasnya manusia tidak hanya sedekar ingin memulai dan mengakhiri hari, minggu, atau tahun, tetapi juga ingin menandai dan merayakan banyak hal yang penting dan bermakna dalam hidupnya.
Gereja yang kini hidup dalam rentang waktu antara kedatangan Kristus yang pertama dan kedatangan-Nya yang kedua kalinya juga merasa perlu “menciptakan” sendiri Tahun Liturgi Gereja. Hal tersebut bukan sekedar sebagai penanda bahwa gereja hidup, bergerak, dan berziarah menuju kepada zaman akhir. Tetapi juga telah menjadi kebutuhan gereja tak terelakkan untukmerayakan kehidupan dengan cara berliturgi. Semua itu ditempuh untuk tujuan memuliakan Allah dan membawa manusia kepada kekudusan Allah.
Minggu Kristus Raja telah ditetapkan sebagai penutupTahun Liturgi Gereja yang berpuncak dalam perayaan Paskah. Tahun liturgi tersebut senantiasa memiliki garis dan kerangka dasar yang tetap, yaitu pada Misteri Yesus Kristus. Pada hari Minggu Kristus Raja, gereja diingatkan kembali akan zaman akhir karya keselamatan Allah di dalam Kristus, langit dan bumi yang baru di mana Kristus Sang Raja akan datang kembali sebagai Hakim untuk menyelesaikan segala sesuatunya dan menaklukkan segala sesuatu, sehingga “Allah menjadi semua di dalam semua.” Sabda-Nya: “Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa”(Why. 1:8).
Oleh :Pdt. Aris Widaryanto,STh,M.Min

Kepustakaan
Berkhof, H. Sejarah Gereja. Jakarta: Gunung Mulia, 1993.
End, Th. Van den. Harta dalam Bejana: Sejarah Gereja Ringkas.Jakarta: Gunung Mulia, 1990.
Http://www.crivoice.org/lection.html.
Martasudjita, E. Pengantar Liturgi: Makna, Sejarah dan Teologi Liturgi. Yogyakarta: Kanisius, 1999.
Rachman, Rasid. Hari Raya Liturgi: Sejarah dan Pesan Pastoral Gereja. Jakarta: Gunung Mulia, 2005.
Tanner, Norman P. Konsili-konsili Gereja: Sebuah Sejarah Singkat. Yogyakarta: Kanisius, 2003.


KHOTBAH MINGGU 25 NOPEMBER 2012
DI GMI KASIH KARUNIA, JALAN HANG TUAH  3 MEDAN
Nats Alkitab : 1 Tesalonika 4:13-18
Thema            : Berpengharapan dan hidup Kudus
Oleh: DS Pdt. T.M. Karo-karo,STh,MA


        I.            Pendahuluan
Minggu ini dalam Almanak kita disebut “Minggu Kristus Raja”, dalam almanak sebelumnya lebih dikenal  dengan sebutan “Minggu akhir Tahun gereja”. Minggu depan kita memasuki minggu Advent I sebagai awal tahun gereja. Apa itu Minggu Kristus raja?  Minggu Kristus Raja merupakan hari Minggu penutup Tahun Liturgi Gereja, sekaligus saat untuk menyambut Adven, sehingga menjadi istimewa. Hari raya ini mengarahkan gereja kepada zaman penyelesaian akhir karya keselamatan Allah di dalam Kristus (Mat. 3:2; 4:17; 10:7; Luk. 9:2; 2 Ptr. 1:16; bnd. Mrk. 15:18; Luk. 23:3, 37, 38; Yoh. 19:3, 14). Saat ini gereja masih menantikan langit dan bumi yang baru di mana Kristus Sang Raja akan datang kembali sebagai Hakim untuk menyelesaikan segala sesuatunya dan menaklukkan segala sesuatu, sehingga “Allah menjadi semua di dalam semua” (1 Kor. 15:28; 1 Tim. 6:16; Why. 21-22). Inilah tujuan seluruh sejarah manusia dan seluruh sejarah gereja.
Dalam rentang waktu antara kedatangan Kristus yang pertama dan kedatangan-Nya yang kedua kalinya hiduplah gereja. Gereja hidup, bergerak, dan berziarah menuju kepada janji kepenuhan hari penyelamatan Allah yang di satu pihak sudah terlaksana di dalam Kristus dan di lain pihak bergerak dalam rangka sejarah dunia kepada penyelesaian akhirnya. Dalam rentang waktu itulah gereja berliturgi untuk memuliakan Allah dan dengan demikian juga membawa manusia kepada kekudusan.
Suatu tradisi yang yang sering dilakukan oleh gereja pada minggu ini (di toba) biasanya warga jemaat datang ke gereja berpakaian serba hitam. Nama-nama warga jemaat yang telah meninggal dunia selama setahun ini dibacakan/ditingtingkan.  Minggu ini secara khusus diberikan waktu kepada jemaat untuk mengingat kembali  keluarga yang telah lebih dahulu meninggal dunia. Tetapi sesungguhnya intinya  lebih mengarah kepada  “bagaimana supaya jemaat mengingat masa parusia” kedatangan Yesus yang kedua kali” dan jangan lupa mempersiakan diri untuk menyambutNya.

     II.            Berpengharapan dan hidup Kudus

Tujuan Paulus mengingatkan jemaat tentang Parusia adalah supaya jemaat tetap mempunyai pengharapan dan di dalam hidup tetap menjaga kekudusan. Karena pengharapan dan kekudusan itu sangat erat sekali hubungannya. Orang yang tidak mempunyai harapan maka dia tidak akan mau berjuang.
Ketika saya diangkat sebagai DS di Nias, saya mempunyai suatu harapan ( bisa harapan duniawi atau rohani). Harapan saya sederhana, GMI di sana bisa jadi suatu alat untuk  kemuliaan Tuhan, selanjutnya harapan saya---nanti GMI di sana bukan hanya di Nias selatan, tapi ke utara, induk, barat bahkan ke Pulau Telo. Sehingga  kami bersama dengan jemaat yang ada punya semangat, aksi, tindakan. Dll.

Ada pengharapan anda----maka akan ada aksi anda untuk menjaga kekudusan.
Paulus bertujuan untuk tetap menjaga pengharapan warga jemaat, sehingga ini akan menolong mereka untuk menjaga kekudusan mereka.

  III.            Pengharapan membuat anda untuk tetap siap sedia.
Saya pernah mendengar cerita tentang perjalanan Colombus dalam menemukan benua yang baru. Katanya, pernah terjadi ketika Colombus berlabuh di sebuah pulai kecil, beberapa anak buahnya tertinggal di pulau itu.

Setelah Colombus menyadari bahwa ada beberapa anak buahnya yang tertinggal, di carilah jalan untuk kembali ke pulau kecil itu. Tapi sayangnya, berhari-hari, berbulan-bulan tak bisa juga, akhirnya  ternyata kapal Colombus itu menemukan jalan kembali.

Sampai akhirnya, setelah berbulan-bulan lamanya, ketemu juga tuh pulau kecil itu. Yang mengherankan adalah, ketika Colombus datang untuk menjemput anak buahnya yang tertinggal itu, ternyata para anak buahnya itu sudah bersiap-siap dan berkemas seakan tahu bahwa hari itu Colombus datang menjemput mereka yang tertinggal di pulau kecil itu.

"Lah, kok kalian udah siap-siap gini sih?? Darimana kalian tahu hari ini saya bisa ketemu kalian di pulau kecil ini??" tanya Colombus.

"Oh, tidak kapten, kami tidak tahu kapan kapten datang kembali untuk menjemput kami. Tapi setiap hari kami selalu saling mengingatkan setiap hari: woii, beres-beres semua ya, siapa tahu kapten datang hari ini"

Apa yang dirasakan oleh para anak buah yang tertinggal di pulau kecil tadi itu sebetulnya hal itu juga yang menjadi perasaan dan pengharapan mereka, jemaat di Tesalonika: Mereka menanti kedatangan bos dan mereka berharap bos cepat datang dan akan datang di hari itu.

Akan tetapi, ternyata bagi jemaat di Tesalonika, bos nya belum datang-datang. Tuhan maksudnya yang belum datang-datang.

Pengharapan membuat anda selalu bersiap-siap.


  IV.            Kesiapan menunggu Tuhan berarti  juga siap menghadapi realita Kematian

Ada sebuah keluarga yang mempunyai  seorang oppug yang sudah sangat tua, ma demi adat maka keluarga itu sudah mempersiapkan “sigagat duhut (kerbau)” untuk acara adat oppung tersebut  (karena adat Toba). Tapi ternyata dia yang lebih dahulu meninggal dari pada oppungnya. Artinya kita tidak tahu kapan Yesus datang kedunia ini untuk yang kedua kali, tetapi juga kita tidak tahu kapan kita akan dipanggil oleh Bapa yang di sorga.

Kematian itu sejatinya: menakutkan, mengerikan, mendukakan. Bagi orang yang biasa/hidupnya lancer  hendaknya jangan ada kematian.

Tapi sebaliknya bagi sebagian orang ada yang mencari kematian:
·        Dua anak kandungnya ditenggelamkan dalam bak sampai mati---lalu dia bunuh diri
·        Ibu minum racun
·        Ibu membakar anaknya
Ini bagi orang-orang yang ada masalah.
Jadi jangat takut terhadap kematian, tetapi juga jangan cari mati, yang lebih penting bersip-siaplah senantiasa untuk menghadapi kematian---jangan ceroboh hari esok bukan untukmu, tapi pergunakanlah hari ini, hari yang telah diberikan Tuhan untuk mempersipkan dirimu dan jangan lupa mensyukuri hari kemarin.

Illustrasi:
ada suatu perjalanan liburan, sebuah keluarga pergi dengan mobil mereka menuju lokasi wisata, dan dengan jendela kaca yang diturunkan, mereka dapat menikmaai kehangatan matahari pagi yang cerah. Namun tiba-tiba seeokor lebah masuk ke dalam mobil itu dan berputar-putar di dalam mobil. Salah seorang anak perempan kecil di dalam mobil itu sangat alergi terhadap sengatan lebah, yang dapat mengancam jiwanya dalam beberapa jam saja jika disengat lebah.
“Aduh Ayah! Dia berteriak karena ketakutan, “Ini lebah, ia akan segera menyengat aku!” Sang ayah mencoba menghentikan mobil dan mencoba menangkap lebah itu. Lebah itu terbang tepat mengarah kepadanya dan tiba-tiba menghantam kaca depan mobil, saat itulah tepat sang Ayah menangkap lebah itu dengan kedua tangannya. Pada saat menggenggam lebah itu, tangan sang ayah pun disengat lebah itu dan rasa cukup perih akibat sengatan lebah itu dirasakan oleh sang ayah.
Kemudian sang ayah melepaskan lagi lebah itu dari tangannya. Namun ternyata lebah itu masuk lagi  ke dalam mobil. Anak perempuan itu seketika kembali panik dan berteriak “Ayah! Lebah itu akan menyengat saya lagi lagi! Dengan tenang sang ayah menjawab “Tidak sayang, dia tidak akan menyengatmu lagi. Lihat tangan ayah.” Sengat lebah itu tertancap di tangan sang ayah.
Refleksi:
Di dalam kitab 1 Korintus 15:55-57 Paulus menuliskan: “Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?” Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat. Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.” Ketika Yesus disalibkan, disana Ia mempersembahkan diri-Nya untuk mati bagi dosa-dosa manusia, ketika Ia menampakkan diri kepada murid-murid-Nya, Ia menunjukkan kedua belah tangan-Nya yang berlubang bekas tusukan paku salib. Sengat maut/ dosa sudah dicabut oleh kematian Yesus Kristus, dan setiap orang yang percaya pada-Nya telah dibebaskan dari sengat maut dan dari kuasa dosa.

 Sidikalang 23 Nopember 2012