Sabtu, 25 September 2010

PERANAN MAJELIS DALAM GEREJA :
KEPEMIMPINAN PARTISIFATIF DALAM MENJALIN KEMITRAAN DENGAN SESAMA SEBAGAI KAWAN SEKERJA ALLAH
(GAYA KEPEMIMPINAN GEREJA PADA MASA KINI)

Oleh: DS Pdt. T.M. Karo-karo,MA[1]

Penatalayanan mempunyai dua akar kata yaitu tata dan layan, yang dikembangkan menjadi penata dan layanan. Penatalayanan diterjemahkan dari bahasa Inggris stewardship dan dari bahasa Yunani oikonomia”—“oikonomos yang merujuk kepada fungsi seorang manajer. Kata oikonomos terdiri dari dua suku kata yaitu oikos yang berati sebuah rumah dan nemo berati mengatur. Meskipun kata tersebut sering dipergunakan untuk pekerjaan bisnis, namun dalam Titus 1:7, diterjemahkan sebagai pengatur rumah Allah.

Seorang pengatur rumah Allah, seseorang harus memiliki kriteria, seperti: memiliki moral yang tidak cacat, tidak pemarah, tidak serakah, bijaksana, adil, dapat menguasai diri dan dapat dipercaya. Dalam ungkapan tersebut terkandung nilai-nilai spiritual dan moral. Sebagai seorang penatalayan, seseorang tidak hanya bertanggung jawab dalam hal-hal yang bersifat rohani saja tetapi bertanggung jawab terhadap harta kekayaan jemaat. Peran dan peranan seorang penatalayan, berkaitan erat dengan tugas manajerial yaitu mengatur semua harta milik Allah: berkat jasmani dan karunia-karunia Roh Kudus.

Kalau dilihat dari fungsi seorang penatalayan maka tuga utamanya adalah menatalayani atau memanajemeni semua harta kekayaan Allah baik yang diberikan kepada jemaat sebagai institusi atau warga jemaat sebagai anggota dari tubuh Kristus. Dalam Efesus 4, Paulus menjelaskan bahwa setiap anggota jemaat memiliki karunia yang berbeda sesuai dengan pemberian Kristus. Yesus telah memberikan baik kepada para rasul maupun para nabi, karunia-karunia yang berbeda dengan tujuan untuk memperlengkapi jemaat Tuhan bagi pekerjaan pelayanan, yaitu pembangunan tubuh Kristus.

Tujuan lain adalah agar setiap jemaat memiliki pengetahuan yang benar tentang anak Allah, memiliki kedewasaan iman untuk mencapai kesatuan iman. Hal tersebut perlu dilandaskan kepada nilai-nilai kekudusan dalam PL dan nilai-nilai tanggungjawab dalam Perjanjian Baru. Untuk ini, secara khusus penatalayanan terhadap karunia-karunia Roh Kudus yang berimplikasi kepada pengembangan jemaat akan diberi perhatian.

Karunia-karunia dari Tuhan akan memberikan kemampuan kepada orang-orang Kristen untuk dapat melakukan pelayanannya dengan sukacita dan bertanggung jawab. Ada beberapa istilah yang sering dipergunakan dalam Perjanjian baru tentang “Karunia-karunia Roh Kudus”. Istilah “DOREA” dan “DOMA” dipergunakan, meskipun agak jarang (Ef. 4:8; Kis.11:17). PNEUNATIKOS dan KHARISMA seringkali dikemukakan dalam Perjanjian baru, tetapi istilah yang paling umum dipergunakan dalam perjanjian baaru adalah istilah “Kharisma”.

Kata “Kharisma” berarti “Karunia Roh Kudus” , adalah istilah yang selalu dipergunakan oleh Paulus, kecuali dalam 1 Petrus 4:10. Kharisma menunjukkan penebusan atau keselamatan sebagai pemberian Allah secara cuma-cuma (Rm 5:15; 6:23); suatu karunia yang memampukan orang-orang Kristen dapat melayani Tuhan di dalam gereja (1 Kor 7:7); atau suatu karunia khusus yang diberikan oleh Tuhan dengan tujuan memampukan orang Kristen agar dapat melakukan suatu pelayanan secara khusus di dalam Gereja (Rm 12:28).

Karunia-karunia Roh Kudus dapat dibaca dalam Roma 12:6-8; 1 Korintus 12:4-11, 28-30; Ef. 4:7-12. Karunia-karunia Roh Kudus dapat dialami oleh setiap orang percaya untuk menghayati iman dan pengabdiannya, dan pada umumnya akan berakibat positif bagi pelayanan di Gereja Tuhan, Karunia-karunia Roh Kudus memang sangat diperlukan oleh setiap orang karena karunia-karunia tersebut akan menjadi pendorong bagi seseorang untuk lebih setia melayani Tuhan dengan penuh tanggung jawab.

Perjanjian Baru menginterprestasikannya dengan jelas meskipun tidak jarang banyak orang menafsirkan dan menggunakan untuk kepentingan Pribadi, bahkan ada kecenderungan untuk memperalat karunia-karunia Roh Kudus, demi memenuhi ambisi dan popularitas pribadi. Karunia Roh Kudus merupakan aset Allah yang diberikan dengan cuma-cuma kepada setiap orang percaya, untuk memperlengkapi diri bagi pelayanan dalam pembangunan tubuh Kristus.

Perjanjian Baru dengan tegas membagi karunia-karunia Roh Kudus menjadi dua kelompok; satu kelompok merupakan suatu kuasa untuk melakukan mukjizat dan kelompok lain bukan suatu tindakan mukjizat -- yang kelihatannya sama dengan ketrampilan atau tugas sehari-hari. Keduanya bertalian erat dengan pemberitaan firman Tuhan dan pelayanannya praktis, dan keduanya saling melengkapi.

KARUNIA-KARUNIA ROH KUDUS

Perjanjian Baru mendaftar karunia-karunia Roh Kudus sebagai berikut:

Karunia kuasa untuk mengadakan mukjizat (1 Kor.12:10, 28-29).

Karunia untuk menyembuhkan (1 Kor.12:9, 28, 30).

Karunia memberi pertolongan (1 Kor. 12:28).

Karunia memimpin atau administrasi (1 Kor.12:28; Rm 12:8).

Karunia Iman (1 Kor.12:9).

Karunia Rasul (1 Kor.12:28;Ef. 4:11).

Karunia Kenabian (1 Kor. 11:14-15, 12:2 dst; Kis 14:28).

Karunia membedakan Roh (1 Kor. 12:10, 14:28).

Karunia untuk mengajar (Rm 12:8; 1 Kor.12:28-29).

Karunia menasehati (Rm 12:8).

Karunia untuk berkata-kata dengan kalimat (1 Kor.12:8).

Karunia untuk berkata-kata dengan pengetahuan (1 Kor.12:8).

Karunia untuk berkata-kata dengan bahasa Roh (1 Kor.12:10).

Karunia untuk menafsirkan bahasa Roh (1 Kor.12:10).

Karunia sebagai pekabar Injil (Ef. 4:11; 2 Tim. 4:5; Kis. 21:8).

Karunia untuk melayani (Rm 12:7).

Karunia untuk membagi-bagikan sesuatu (Rm. 12:8).

Karunia untuk menunjukkan kemurahan (Rm. 12:8).

Karunia untuk menggembalakan (Ef. 4:11).

Rasul Paulus menjelaskan kepada Jemaat Korintus bahwa meskipun berbeda-beda tetapi semua karunia tersebut berasal dari Roh yang sama. Paulus berkata, “Ada rupa-rupa karunia tetapi satu Roh dan ada rupa-rupa pelayanan tetapi satu Tuhan. Dan ada berbagai-bagai tanda perbuatan ajaib, tetapi Allah adalah satu yang mengerjakan semuanya dalam semua orang. Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan pernyataan Roh untuk kepentingan bersama”. (1 Kor.12:47).

Karunia apapun yang diterima, seharusnya dipergunakan dalam konteks pelayanan Tubuh Kristus. Kedudukan karunia-karunia Roh Kudus adalah sama diha-dapan Allah. Dengan karunia-karunia Roh Kudus, orang-orang Kristen akan memiliki semangat dan kesetiaan yang tinggi untuk melayani Tuhan. Karunia-karunia dipergunakan bukan untuk kompetisi secara rohani -- siapa yang lebih rohani dari yang lain --, melainkan dengan karunia-karunia Roh Kudus seseorang akan dapat dipakai oleh Tuhan untuk membangun Tubuh Kristus.

Tujuan akhir dari karunia-karunia Roh Kudus adalah untuk memperlengkapi orang-orang kudus dalam pembangunan Tubuh Kristus. Untuk hal ini, para pemimpin Gereja seharusnya menyediakan waktu yang cukup untuk mendoakan, mempelajari, menggali dan memperlengkapi warga jemaat dengan ketrampilan khusus sesuai dengan kadar karunia yang diterimanya dari Allah.

Dengan pimpinan Roh Kudus, pemimpin Gereja harus semakin terbuka dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Roh Kudus untuk memimpin dan memberikan karunia-karunia khusus kepada jemaat, sehingga setiap warga Jemaat dapat berperan serta aktif dalam pembangunan Tubuh Kristus.

Memberikan kesempatan kepada warga Gereja untuk bekerja secara partisipatif dalam melaksanakan Tri Tugas Gereja (Bersekutu, Bersaksi dan Melayani). Untuk hal ini, para pemimpin Gereja harus bersedia bekerja keras, menggali dan mengembangkan potensi Jemaat, demi tercapainya kualitas pelayanan yang lebih baik. Memberikan kesempatan kepada seluruh warga Jemaat untuk berkiprah bersama-sama dalam mewujudkan persekutuan Tubuh Kristus.

Bagaimanapun wujudnya, karunia-karunia Roh Kudus adalah kuasa dan dinamika yang menyebabkan Gereja bertumbuh, karena Gereja tidak tergantung kepada satu atau beberapa orang saja, melainkan kepada semua anggota. Dengan sendirinya warga jemaat bukan hanya penduduk gereja statis atau merupakan pengunjung-pengunjung Gereja yang berfungsi sebagai penonton saja, tetapi mereka adalah aktifis-aktifis Gereja yang dipenuhi dengan dinamika.

Warga Jemaat yang memiliki karunia-karunia Roh Kudus akan menjadi rekan sekerja yang dinamis serta menjadi teman seperjuangan dalam memproklamirkan Injil Kristus serta membangun Tubuh Kristus, sehingga Gereja Tuhan mampu berinteraksi di tengah-tengah masyarakat dunia ini.

PEMIMPIN GEREJA SEBAGAI PENGGALI DAN PENGELOLA KASIH KARUNIA ALLAH

Benarkah, apabila Gereja terbuka lebar dengan karunia-karunia Roh Kudus, akan menghadapi kekacauan? Banyak pemimpin Gereja yang mulai takut, oleh karena pengalaman yang traumatis tentang hal itu.

Salah satu karunia Roh Kudus yang harus dimiliki oleh para Gembala adalah karunia memimpin dan administratif, agar mampu menggali dan mengelola karunia serta memimpin jemaat untuk mewujudkan persekutuan yang harmonis diantara warga jemaat, yang memiliki karunia-karunia berbeda. Dengan karunia dan kemampuan yang dimiliki oleh setiap orang Kristen, maka mereka akan menggunakannya semaksimal mungkin untuk melaksanakan pembangunan Tubuh Kristus.

Kepemimpinan semacam ini disebut sebagai kepemimpinan partisipatif. Tuhan Yesus dan Rasul telah memberikan contoh yang jelas tentang hal ini. Meskipun Yesus mampu menjalankan sendiri misi yang diberikan Allah, tetapi ia lebih cenderung memilih murid-murid dan menjalankan misi tersebut bersama-sama murid-muridNya. Demikian juga halnya dengan Paulus, ia mampu membentuk tim dalam melaksanakan tugas misinya.

Bahkan ia mampu membentuk tim misi pekabaran Injil yang bersifat internasional yang bersifat multikultural. Dan Paulus jugalah yang mengajarkan tentang karunia-karunia Roh Kudus yang berbeda-beda.

Rasul Paulus berkata, ”...dengan berpegang teguh kepada kebenaran. Di dalam kasih kita bertumbuh ke segala hal ke arah Dia, Kristus yang adalah Kepala”(Ef.4:15). Konsep Kristosentris akan membawa setiap warga Jemaat kepada Kepala Gereja, yaitu Yesus Kristus.

Roh Kudus akan menyadarkan setiap orang, bahwa dengan karunia-karunia yang dimiliki kita seharusnya saling menghargai sesama rekan yang akhirnya mempemuliakan Kristus. Mereka tidak akan mencuri kemuliaan Allah untuk kepentingan atau ambisi pribadinya. Dalam hal ini, Rasul Paulus menegaskan bahwa daripadaNyalah seluruh tubuh yang tersusun rapi dan diikat menjadi satu pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota.

Dengan karunia-karunia yang berbeda, warga Jemaat mampu bergandengan tangan, bekerja bersama-sama, saling melengkapi dan dapat duduk berdampingan memuji serta memuliakan Tuhan.

Para pemimpin Gereja harus dapat melihat dengan jeli sepak terjang Jemaat Tuhan, untuk dapat mempersiapkan dan memperlengkapi mereka dengan ketrampilan-ketrampilan khusus, sehingga mereka mampu menjawab semua masalah yang timbul melalui terobosan-terobosan baru, yaitu melalui kerjasama secara partisipatif sesuai dengan karunia-karunia yang mereka miliki.

PERANAN ROH KUDUS DALAM KEHIDUPAN GEREJA TUHAN

Terdapat beberapa peranan karunia-karunia Roh Kudus di dalam kehidupan bergereja:

Menghangatkan dan mengakrabkan Persekutuan anak-anak Tuhan

Rasul Paulus berkata, “Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sekerja Allah, yang dibangun diatas dasar para Rasul dan para Nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru” (Ef. 2:19-20).

Jika karunia-karunia Roh Kudus dipergunakan dengan bertanggung jawab, maka akan tercipta suatu persekutuan yang akrab dan hangat. Tidak ada seorangpun yang merasa asing di dalam persekutuan. Mereka akan merasa saling memiliki seorang dengan yang lain. Sebagai kawan sewarga, akan mampu menciptakan suasana persekutuan, untuk saling mengisi, menasehati dan bertumbuh bersama-sama dalam Kristus. Ada suasana baru di dalam gereja Tuhan.

Menciptakan suasana yang teratur dan tertib

Di dalam Dia, tubuh seluruh bangunan rapi tersusun, menjadi Bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan (Ef. 2:21). Perbedaan karunia tidak menyebabkan bangunan persekutuan nampak kacau seperti benang ruwet, namun sebaliknya. Setiap orang yang mampu menghargai karya Roh kudus dalam kehidupan orang percaya, akan menyebabkan

mereka mampu bersekutu dengan semangat yang sama untuk mewu-judkan bangunan yang indah melalui pebedaan-perbedaan yang mereka miliki. Perbedaan-perbedaan karunia menyebabkan gereja semakin anggun dan menampakkan kemahakayaan si pemilik Gereja, yaitu Tuhan Yesus sendiri. Di dalam Dia, seluruh warga Jemaat rapi tersusun menjadi Bait Allah yang hidup, yang kelihatan sebagai persekutuan orang percaya, yang menggemakan pujian dan kasih.

Menciptakan iklim kerja yang dinamis

Sesuai kadar pekerjaan tiap-tiap anggota, menerima pertumbuhan dan membangun dirinya dalam kasih (Ef. 4:16b). Orang-orang Kristen yang menerima karunia dari Roh Kudus, tidak hanya mau menjadi pengunjung, penonton atau pengkritik, tetapi Roh Kudus akan memampukan tiap anggota untuk melayani sesuai dengan karunia yang mereka miliki.

Sebagai kawan sekerja Allah dengan bimbingan Roh Kudus, mereka akan saling melayani dan memberitakan Injil Kristus sehingga hal tersebut akan menyebabkan pertumbuhan, pelipatgandaan warga Gereja dapat terjadi dan berakibat pada pelayanan Lintas Budaya. Dinamika Roh Kudus akan bergema dan bergelombang dalam kehidupan warga Jemaat, yang menyebabkan semangat dan dedikasi yang tinggi dari seluruh warga dan datangnya orang-orang baru kepada Kristus.

Kharisma bukanlah suatu yang negatif, tetapi merupakan manifestasi Roh Kudus dalam kehidupan seorang pelayan dan senjata yang sangat ampuh untuk mengembangkan Gereja Tuhan.

Pergerakan Gereja dalam Kisah Para Rasul, dapat terjadi oleh karena pimpinan Roh Kudus dan keterbukaan pemimpin-pemimpin Gereja terhadap kharisma-kharisma Roh Kudus serta memberi kesempatan kepada JemaatNya untuk mengalami kuasa Tuhan.

Namun, berulangkali Rasul Paulus mengingatkan agar kerapian dan ketertiban gereja perlu dipelihara, dipertahankan dan dipertanggungjawabkan, seperti yang tertulis dalam Efesus 4:16, “DaripadaNyalah seluruh tubuh, yang rapi tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota -- menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih”.

KESIMPULAN

Mengapa begitu banyak pemimpin-pemimpin gereja yang mengalami stagnasi dalam dunia modern ini? Jawabannya tidak sederhana, karena yang dihadapi adalah masalah yang sangat kompleks. Mereka membutuhkan pendekatannya yang lebih bersifat menyeluruh dan harus melihat manusia dari semua aspek hidupnya.

Sebagai mahluk sosial manusia sedang mengalami perubahan total. Totalitas inilah yang merupakan sumber dari konflik dan ketegangan. Pada dasarnya banyak orang yang belum siap berubah tetapi telah berubah karena hidup dalam zaman yang sedang berubah. Dalam konteks ini, pendeta tidak dapat bekerja sendirian. Sebagai partner atau kawan sekerja Allah, para hamba Tuhan harus mampu menggali karunia dan kemampuan yang dimiliki oleh Jemaat, dan memanfaatkannya secara maksimal.

Dibawah terang Kristus dan pimpinan Roh Kudus, pemimpin-pemimpin gereja harus mampu melaksanakan tugas penatalayanannya yaitu menggali, mengelola dan mengembangkan karunia yang dimiliki oleh Jemaat serta siap bergandengan tangan untuk bekerja bersama dan bersama-sama bekerja dalam menyelesaikan pembangunan Tubuh Kristus. Dengan motto, “Keberhasilan dan kegagalan adalah milik bersama”.

Dalam hal ini, gembala akan berfungsi sebagai mitra dan kawan sekerja bagi majelis gereja dan jemaat, dan sebaliknya majelis berfungsi sebagai mitra dan kawan sekerja dari pendeta dan jemaat. Pada puncaknya jemaat dapat menjadi mitra dan kawan sekerja bagi pendeta dan majelis gereja. Kepemimpinan tidak berlangsung dari atas ke bawah, atau dari bawah ke atas, tetapi bersifat partisipatif dan interaktif.

Kepemimpinan partisipatif adalah model kepemimpinan Pastoral dalam Perjanjian Baru dan KEPEMIMPINAN Masa Kini yang paling tepat. Sistem kepemimpinan ini merupakan salah satu alat bedah masalah yang paling canggih DALAM DUNIA YANG SEMAKIN PLURALISTIK INI. Hal ini membuktikan bahwa Alkitab tidak pernah ketinggalan zaman. Bahkan manajemen Alkitab juga telah dipakai sebagai dasar manajemen modern yang banyak diadopsi oleh kelompok-kelompok non-Kristen.

Namun harus diakui bahwa yang ideal ini sulit dilaksanakan, namun setiap orang Kristen harus berjuang mewujudkan kebersamaan melalui kepemimpinan partisifatif seperti yang telah dilakukan oleh guru dan Juruselamatnya -- Yesus Kristus -- serta yang telah direkonstruksi ulang dan dilaksanakan oleh Paulus secara praksis, kondusif dan dialektis. Dalam hal ini penatalayanan yang baik dan bertanggungjawab akan berakibat kepada pengembangan jemaat dan pertumbuhan gereja.



[1] Disampaikan pada Pembinaan Majelis GMI Padang Sidempuan 08 November 2008

Rabu, 08 September 2010

Iman dan Harapan
GMI Distrik 3 Wilayah I

Oleh: DS Pdt. T.M. Karo-karo,STh,MA
Pimpinan Distrik 3 Wilayah I
I. Sejarah
Gereja Methodist Indonesia Distrik 3 Wil. I, sungguh suatu Distrik yang baru di Tubuh GMI. Distrik ini lahir sebagai akibat Penginjilan GMI ke Tanah Karo tahun 1982; saat itu GMI mengarahkan segala kemampuannya untuk mengadakan penginjilan ke Tanah Karo, Dairi dan Langkat Hulu. Beribu-ribu jiwa dibaptiskan dan didirikanlah gedung-gedung gereja di berbagai tempat. Sebelum PI tersebut hanya beberapa GMI di Distrik 3 sekarang antara lain: Lawe Desky, kampung sejahtera, Simpang dua, Perbulan dan Buluh Duri.

Dalam menjalani hari-harinya Distrik ini mengalami pasang-surut yang sangat mendebarkan hati dan dalam perkembangannya mulai mengarahkan matanya untuk mengembangkan sayap di Kabupaten Dairi, kemudian di Pak-pak Bharat. Kini Distrik ini setelah 27 tahun telah memiliki 85 jemaat dan Pos Kebaktian. Tetapi dalam usianyan yang ke-27 tahun Distrik ini masih belum bisa seperti yang diharapkan.

II. Perkembangan
Gereja-gereja yang ada di Distrik ini hanya berkembang secara kwantitas, tetapi secara kwalitas masih jauh dari harapan. Distrik ini masih tergantung pada Kantor wilayah dan gereja donator dalam hal menanggulangi perbelanjaan program dan nafkah para pelayan. Pembangunan gedung gereja masih bergantung pada Donatur dari Korea dan Kantor Pusat GMI.

Perkembangan GMI Distrik 3 Wilayah I masih morat-marit, seolah-olah nilai rohani sudah mulai luntur di dalam dunia pelayanan. Semangat hamba Tuhan umumnya telah padam; majelis kurang mengerti arti pelayanan dan mereka bukan ingin melayani tetapi sebaliknya ingin dilayani oleh Jemaat. Sesungguhnya gereja itu bagi mereka bukan pembawa kabar baik, melainkan hanya suatu institusi keagamaan belaka.

Adakah di dalam pertemuan ibadah, hamba Tuhan dan pelayan-pelayan lainnya membicarakan dan memberitakan Tuhan Yesus? Pertanyaan ini perlu dijawab dan perlu suatu pengkajian/survey yang lebih mendalam. Atau sebaliknya, dalam pertemuan tersebut hanya dibicarakan : UANG ?? Sehingga Tuhan menjauhkan Uang itu dari dalam pelayanan kami ? Karena bagaimanapun selama Tuhan mencintai kita, maka ketika kita mencintai uang maka uang itu akan lari dari kita.

III. Distrik Pembuangan
GMI Distrik 3 adalah suatu Distrik yang mengerikan dan Dihindari oleh Para Pendeta/Guru Injil GMI Wilayah I. Siapa yang pindah ke Distrik ini berarti Dia dibuang..... ? Tidak ada hamba Tuhan yang dengan sukarela mau mutasi ke Distrik ini. Ngeri…..Distrik Pembuangan, dan memang benar….setiap pendeta/guru injil yang pindah ke distrik ini akan merana atau sengsara….dan tahun berikutnya berusaha dengan segala cara agar pindah dari Distrik ini.
Distrik ini hanya suatu distrik persinggahan, dapat saya dikatakan jarang hamba Tuhan memberi hati untuk melayani dengan sesungguhnya di distrik ini. Hamba Tuhan menangis untuk nasibnya atau untuk dirinya sendiri, jarang hamba Tuhan menangis dan berdoa kepada Tuhan untuk jemaat-jemaat yang Tuhan telah percayakan kepada mereka. Menangis untuk diri sendiri sama dengan mengasihi diri sendiri….notabene…egois.
Masih adakah hati hamba-hamba Tuhan perduli terhadap perkembangan Distrik ini ? Atau masih adakah hati GMI Wilayah I untuk perduli akan nasib Distrik ini ? Bagaimana dengan hati para petinggi GMI..... ? tetapi yang kami tahu Tuhan Yesus masih perduli.....

IV. Strategi dan manuver
Timbul pertanyaan, mengapa terjadi demikian ? Tentu saja terlebih dahulu perlu dijawab pertanyaan ini : Siapa yang salah dan apa yang salah ?
Kalau ditanya apa yang salah tentu saja akan menyinggung oknum atau kelompok tertentu tetapi bagaimanapun pertanyaan ini harus dijawab sehingga dengan jelas kita dapat mengetahui apa yang salah.
• Yang salah adalah Suku Karo.....?
Hep…jangan dulu….Objek pelayanan kita adalah mereka---sudah pasti ,mereka tidak benar, justru untuk itu GMI seharusnya menuntun mereka ke jalan yang benar dan termasuk ke kemajuan bergereja.
Dan lagi kalau benar secara komunitas suku karo yang sulit dilayani---mengapa gereja GBKP, dan gereja lain bisa maju di Tanah Karo?
Atau sebaliknya gereja GMI yang bukan suku karo di distrik ini toh tidak maju juga?
• GMI yang salah jurus…
Ada benarnya…tahun 1982 dst ketika GMI all out ke Tanah Karo, GMI berupaya supaya suku Karo yang belum beragama itu bisa dibaptiskan walaupun belum percaya sepenuhnya. Teknik tersebut sangat tepat, karena saat itu ada suatu ancaman islamisasi dari ibukota Kabupaten Karo---dan proses itu sedang terjadi di Karo gugung. Dengan metode PI di atas maka orang-orang yang sudah dibaptis tersebut seolah-olah sudah dipagari sehingga bahaya islamisasi tersebut sedikit terhindarkan.
Tapi permasalahannya proses “pemagaran” tersebut tidak diimbangi dengan katekisasi (pengajaran) yang baik, sehingga iman mereka tetap dangkal. Kemudian tenaga-tenaga pelayan yang diutus melayani ke sana bukan tenaga-tenaga handal, umumnya mereka masih muda dan baru tamat dari sekolah Alkitab. Di samping itu persoalan-persoalan yang timbul akibat ketidakdewasaan pelayan baik persoalan moral, etika, social mengakibatkan munculnya suatu image bahwa GMI hanya bisa memberitakan “kabar baik” tapi tidak bisa melaksanakannya dalam kehidupan praktis. Akibatnya para warga jemaat banyak yang kembali ke kepercayaan lama dan yang sudah benar-benar percaya mereka pindah ke gereja lain (GBKP dan aliran kharismatik lainnya) karena mereka menganggap kepercayaan mereka tidak akan bertumbuh di GMI.

Proses Kaderisasi dan pemuridan tidak dilakukan secara sistimatis atau terencana; hal ini terjadi karena karena GMI baik dari Kantor Pusat tidak mempunyai pola atau sistim yang standard yang harus diterapkan di daerah-daerah PI, sehingga para pelayan di daerah lebih banyak mempergunakan metode-metode asal-asalan saja dan menanamkan harapan-harapan yang sementara kepada warga jemaat. Akibatnya yang diberitakan bukan Yesus Kristus melainkan Gereja Methodis Indonesia secara institusi. Situasi ini terus berlanjut konperensi demi konperensi dilalui tetapi tidak ada tersusun pola kaderisasi dan pekabaran injil yang baku ditambah lagi kwalitas pelayan terus menurun karena diterapkannya sistim “gereja harus memenuhi gaji pelayannya” tidak terkecuali gereja-gereja itu masih Pos PI. Hal ini mengakibatkan tenaga-tenaga yang tidak professional lambat laun tergeser ke Distrik ini sedang tenaga-tenaga yang baik akan dipindahkan atau dipromosikan ke Distrik yang lain. Sungguh ironis sekali.
• GMI belum memahami arti Pekabaran Injil
Sesungguhnya PI ke Tanah Karo, lain dengan PI ke daerah lain, setelah GMI otonom baru Pekabaran Injil ke Tanah Karo dan Langkatlah GMI berhadapan langsung dengan orang-orang yang mempunyai kepercayaan animisme (perbegu), hal ini terbukti dengan banyaknya gereja-gereja Methodist di desa-desa di Tanah Karo dan Langkat sebagai gereja yang perdana. Contohnya: GMI Mbal-mbal Petarum, GMI Rmbah Tampu di Tanah Karo, GMI Lau landing, GMI Kampung Aman di Langkat dan masih banyak yang lainnya. Artinya GMI saat itu bertemu dengan generasi pertama Kristen dan yang menciptakan generasi itu adalah Gereja Methodist. Apakah menciptakan satu generasi yang benar-benar “kristiani” mudah? Tentu saja tidak mudah, melainkan memerlukan waktu yang sangat panjang (kalau benar methodenya, kalau tidak benar akan lebih panjang lagi), dana yang sangat besar, pemikiran dan tenaga atau pengorbanan yang tidak sedikit.
Timbul pemikiran dalam benak kami, apakah mungkin GMI sebenarnya belum siap untuik melakukan missi saat itu? Dari segi dana mungkin saja oke, tetapi bagaimana dengan tenaga PI yang handal (seperti Nomensen) dan yang terlatih. Atau Depertement PI saat itu tidak mempunyai konsep yang jelas dan terencana, atau tidak mempunyai master plan pekabaran Injil.
• nnn
V. Distrik Harapan
Tujuan kita ke depan GMI Distrik 3 Wilayah I akan menjadi Distrik Harapan, idaman dan menjadi pembicaraan di GMI Wilayah I. Iman kita adalah “tidak ada yang tak mungkin di hadapan Allah” apalagi GMI mempunyai mempunyai jemaat-jemaat yang sangat potensial mendukung Pekabaran Injil. Prinsipnya harus mengedepankan pelayanan kepada Tuhan, memasyurkan namaNya dan melakukan kehendakNya, maka semuanya akan dicukupkan olehNya.
Ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk mencapai hal tersebut:
• Menyegarkan, memotivasi hamba-hamba Tuhan dengan Diklat dan pembinaan-pembinaan.
• Memberikan gaji yang ideal kepada hamba-hamba Tuhan sehingga mereka tidak perlu kuatir dengan hal yang lain, dan mereka akan terfokus memikirkan pelayanan (bukan memikirkan uang). Hal ini perlu kerjasama yang baik dengan gereja-gereja partner dan Kantor Wilayah I.
• “Menyingkirkan” tenaga-tenaga yang tidak handal dengan berbagai cara tanpa mengorbankan mereka dan kelurga mereka, hal ini perlu pembicaraan di dalam cabinet GMI Wil. I. Memasukkan tenaga-tenaga pelayan yang serius melayani dan mempunyai rencana ingin memuliakan nama Tuhan.
• Menyusun suatu rencana strategi pembinaan yang baku yang harus dilakukan setiap hamba Tuhan dan gereja, dann strategi ini harus dilakukan secara kontiyu sehingga akan tercipta tenaga-tenaga penunjang pelayanan di dalam setiap jemaat.
• Teologi Methodist adalah teologia praktis, dan ini sangat cocok diterapkan apalagi sistim dan Displin GMI tidak kompromi dengan Dosa, dan mengejar kekudusan pribadi.
• Dan beberapa statregi yang dianggap perlu sesuai dengan kebutuhan di dalam jemaat local.
• Dan lain-lain.
VI. Penutup
Tulisan ini adalah suatu iman dan harapan penulis, dan ‘impian’ ini akan menjadi kenyataan jika segenap pelayan, majelis, Pimpinan Distrik dan Kantor GMI Wilayah I dapat melaksanakan langkah-langkah pembinaan dan mengganggap bahwa pekabaran Injil itu ‘mahal’ oleh sebab itu harus dijaga dan di pelihara dengan baik dan sungguh-sungguh. Akan tiba saatnya Distrik 3 wilayah I akan menjadi ‘negeri impian’ bagi setiap pelayan di GMI Wilayah I, karena sesungguhnya Distrik ini seperti tanah ‘kanaan’ di dalam PL yang berlimpah susu dan madunya.

Sidikalang
Awal September 2010