Kamis, 26 Desember 2013

  PENGHARAPAN NATAL
( Yesaya 9 : 1-6, Lukas 2 : 11)
oleh Rev. Saumiman Saud*)


Apa arti kita merayakan Natal? Bagi kebanyakan orang, Natal selalu identik dengan pohon cemara yang selalu dihiasi dengan lampu kerlap kerlip, atau berbagai aksesoris yang digantung pada ujung daunnya atau hiasan berbentuk efek salju dari kapas. Maka tidak heran, setiap menjelang natal, orang menghiasi rumahnya dengan pohon natal dan segala aksesorisnya.

Lalu ada yang mengatakan bahwa Natal adalah liburan orang Kristen. Banyak orang menganggap bahwa natal adalah kesempatan berlibur dari kejenuhan pekerjaan dan rutinitas. Di dalam liburan itu, kita menjumpai orang-orang yang merantau "pulang kampung" dan bersilaturahmi dengan sanak saudara, atau terbang menuju tempat-tempat wisata.

Ada orang juga mengidentikkan Natal dengan Sinterklas. Siapa yang tidak kenal tokoh ini? interklas adalah "kakek" tua seragam merah, berjanggut dan berkumis panjang nan lebat dengan kereta rusa yang bisa terbang ke angkasa sambil membawa sebuah karung besar berisi hadiah bagi anak-anak yang berbuat baik selama satu tahun.

Orang yang lain mengidentikan Natal dengan kesibukan. Sudah menjadi kebiasaan bahwa menjelang Natal kesibukan terjadi di mana-mana. Bagi mereka yang kerja sibuk menyelesaikan pekerjaannya, karena sebentar lagi ada liburan panjang,, bagi para mahasiswa mereka sibuk berjuang dengan paper dan ujian. Para ibu rumah tangga juga sibuk dengan mempersiapkan hadiah buat anak-naknya. Sementara anak-anak menunggu hadiah apa yang mereka bakal peroleh pada Natal kali ini. Jadi boleh dibilang, menjelang Natal itu penuh dengan segala kesibukan.

Sekarang bagaimana dengan orang percaya memperingati Natal ini? Apakah kita mesti ikut arus juga berlalu dengan segala kesibukan memasang pohon cemara, berlibur panjang dan membeli berbagai macam hadiah? Tidak salah sih kita melakukan demikain, saya juga tidak anti dengan semua itu? Namun, apakah orang percaya juga harus menutup tahun dengan dengan kredit card yang membengkak? Kelelahan, dan sakit? Tentu bukan itu yang kita harapkan bukan?

Natal yang sesungguhnya adalah kita memperingati kelahiran Yesus Kristus, inilah pengharapan yang sesungguhnya.
Itu sebabnya di sini letak suatu perbedaan yang kontras dari orang-orang luar yang sedang merayakan natal. Di dalam natal orang percaya terletak suatu pengharapan yang tidak dimiliki oleh orang-orang sekuler. Supaya anda dapat mengikuti dengan baik maka saya coba memberikan acronym pengharapan natal dengan kata “ CHRIST” sebagai poin-poin kita .

Natal adalah sebuah Call (Panggilan)

Yesus Kristus yang lahir di sebuah kandang domba di Betlehem. Ia merupakan sumber Terang. Kitab Yesaya 9 : 1 mencatat bahwa “ Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar; mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar” Nah, kondisi manusia yang berdosa berada pada titik yang separah-parahnya, karena koneksinya dengan Tuhan terputus. Manusia tinggal menunggu saatnya untuk dihukum. Namun ternyata Tuhan Allah adalah Allah yang tetap mengasihi umat ciptaan-Nya, oleh sebab itu Ia mengutus anak-Nya datang ke dunia ini.

Nabi Yesaya sangat benar, sebab ia mengatakan bangsa yang tengah berjalan di dalam kegelapan itu telah melihat terang yang besar. Nah terang yang besar ini merupakan suatu panggilan resmi bagi semua orang. Di dalam dunia yang penuh dosa ini manusia begitu dikuasai kegelapan sehingga mereka tidak dapat lagi membedakan mana yang baik dan buruk. Oleh sebab itu Yesaya memberitahukan bahwa ada suatu signal Terang, supaya mereka yang berjalan ke dalam kegelapan membalik arah.

Terang itu ibarat suatu panggilan, seperti lampu radar yang dipancarkan di Airport, tatkala lampu tersebut dinyalahkan dan sinarnya diarahkan ke atas langit, itu pertanda suatu signal panggilan dari airport terhadap pesawat yang akan mendarat. Mungkin pesawat itu sudah kehilangan arah dan menuju kepada kegelapan, itu sebabnya perlu sinar terang benderang mengarahkannya.

Demikian juga Natal yang kita rayakan hari ini, Natal yang merupakan suatu panggilan terhadap umat manusia supaya mereka membalik arah di dalam hidupnya. Bukan sekadar sibuk memasang pohon cemara, bukan sekedar liburan wisata, bukan pula sekadar membeli hadiah, namun lebih dari itu, ada Terang yang bersinar, yakni panggilan Tuhan itu sendiri. Sebelumnya mungkin perjalanan hidup kita masih menuju ke dalam kegelapan, tetapi Yesus lahir memberi sinar Terang, dan umat manusia harus mengarahkan kehidupannya kepada-Nya.

Natal adalah Happines ( Kesukacitaan)

Kehidupan di dalam kegelapan penuh dengan berbagai kekotoran, jijik dan dihinggapi dengan berbagai kuman penyakit. Kita tentu dapat membayangkan betapa menderitanya manusia yang berada dalam kondisi ini. Penghapannya seakan-akan punah, dan masa depan berlalu dengan keluhan dan tangisan.

Namun selanjutnya Yesaya menulis, lihat Yesaya 9 : 2 “Engkau telah menimbulkan banyak sorak-sorak, dan sukacita yang besar; mereka telah bersukacita di hadapan-Mu, seperti sukacita di waktu panen, seperti orang bersorak-sorak di waktu membagi-bagi jarahan” Kelahiran Yesus di kandang domba itu bukan hanya mengarahkan umat manusia menuju Terang, tetapi sekaligus merupakan suatu kabar sukacita. Injil Lukas mencatat Lukas 2 : 10-11” Lalu kata malaikat itu kepada mereka: "Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud”

Bersuka-citalah, sebab Yesus bukan sekadar bayi yang lahir di kandang domba, tetapi IA adalah anak Allah yang diutus ke dunia memberikan pengharapan kepada setiap umat manusia. Sukacita natal ini semestinya melebihi segala harta kekayaan yang kita miliki. Sebab seperti orang muda di dalam Alkitab yang kaya raya, Ia harus meninggalkan Tuhan Yesus dan tidak mendapat sukacita sebab ia lebih mencintai hartanya ketimbang Tuhan Yesus.

Natal adalah Reconciliation (Perdamaian)

Hiruk pikuk suasana natal tidak dapat menggantikan perdamaian yang dirancang oleh Tuhan Allah kita. Yesus datang ke dunia justru menghancurkan keegoisan dan keserakaan manusia. Konsep manusia selalu tertuju kepada kekayaan, pangkat dan pengetahuan. Tetapi Tuhan Allah justru mempermalukan pikiran picik ini. Raja yang semestinya lahir di Istana mewah penuh dengan kemergelapan pesta justru lahir di kandang domba penuh dengan kotoran binatang. Namun inilah perdamaian yang dirancang Tuhan. Yesus lahir ke dunia membangun hubungan jembatan antara manusia dengan Tuhan Allah yang telah terputus selama ini. Inilah yang saya sebut dengan pengharaoan Natal kita kali ini. Tali perdamainan itu hanya dapat terjadi kalau adanya pengorbanan; dan Yesuslah sebagai korban itu.
Natal itu semestinya mestinya menciptakan prilaku adanya rekonsiliasi (Perdamaian) , Yesus datang ke dunia untuk mendamaikan umat manusia dengan Allah. Inilah pengharapan natal yang sesungguhnya. Natal bukan diselenggrakan dengan pesta pora sehingga mabuk dan para tetangga harus melaporkannya ke polisi supaya menghentikan pesta itu? Bukan! Bukan demikian. Tetapi ada suatu kedamaian, karena Yesus lahir ke dunia sebagai Rja Dmai, Ia telah memperdamaikan kita dengan Allah.

Natal adalah Incarnation ( Inkarnasi)

Kadang kita bertanya mengapa Yesus justru lahir di kandang domba, tidak seperti biasanya manusia lahir. Semiskin-miskinnya manusia di dunia ini paling sedikit ia lahirnya di rumah, jika tidak di klinik atau puskesmas terdekat. Namun rupanya inilah bukti inkarnasi Yesus. Dia yang setara dengan raja, tidak menggangap diri-Nya di dalam kesetaraan itu. Philipi 2:6-7 “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.”

Ia rela mengambil rupa manusia untuk menggantikan manusia yang berdosa, mati di salibkan di atas kayu salib. Tidak adil bila manusia yang berdosa, tetapi malaikat yang dikorbankan. Tidak adil pula bila manusia berdosa namun binatang yang dikorbankan. Lalu bagaimana? Satu-satunya yang paling adil adalah, Ia sendiri datang ke dunia dan menjadi manusia menggantikan kita. Inilah makna natal yang sesungguhnya. Kiranya ada keterbukaan hati kita untuk menyerahkan seluruh kehidupan kita kepada-Nya.
Natal adalah Sacrifice (Pengorbanan)

Tidak ada program terbesar di dalam dunia ini yang menyangkut kepentingan setiap orang di seluruh dunia, kecuali program keselamatan yang telah dirancang Tuhan Allah bagi kita. Usaha dan kerja keras manusia tidak bakal membuahkan hasil, sebab keselamatan itu merupakan anugerah semata-mata. Efesus 2 : 8-9 “ Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.

Anugerah merupakan pemberian yang terbaik dan cuma-Cuma, (orang Indonesia bilang gratis, dan ornag Malaysia bilang percuma) . Anugerah diberikan juga bukan berdasarkan kelayakan kita. Seorang penulis berkata demikian : Tidak ada orang yang terlalu berdosa, sehingga ia didiskualifikasi oleh Allah untuk menerima keselamatan. Tidak ada orang yang terlalu baik, yang “berkualifikasi’’ untuk menerima keselamatan!

Penulis cerpen Amerika terkemuka, O. Henry, nama aslinya William Sydney Porter yang lahir di Greenboro, North Carolina menulis sebuah kisah Natal tersohor yang diberi judul The Gioft Of The Magi. Kisah itu tentang sepasang suami-istri muda yang sedemikian saling mencintai. Natal sudah dekat dan mereka ingin saling memberikan hadiah. Tetapi mereka sangat miskin dan tidak mempunyai uang untuk membeli hadiah. Maka mereka masing-masing, tanpa saling memberi tahu, memutuskan untuk menjual miliknya yang paling berharga.
Bagi sang istri, harta miliknya yang paling berharga adalah
rambutnya yang panjang berkilau. Ia pergi ke sebuah salon dan menyuruh memotong rambutnya. Kemudian ia menjual potongan rambutnya itu untuk membeli sebuah rantai arloji yang indah untuk arloji suaminya. Sementara itu, sang suami pergi kepada seorang tukang emas dan menjual satu-satunya arloji yang dimilikinya untuk membeli dua potong sisir yang indah untuk rambut kekasihnya.

Ketika hari Natal tiba, mereka saling menyerahkan hadiah. Mula -
mula mereka menangis terharu, namun kemudian keduanya tertawa. Tidak ada lagi rambut yang perlu dirapikan dengan sisir indah pembelian sang suami, dan tidak ada lagi, arloji yang memerlukan seutas rantai indah pembelian sang istri. Tetapi ada sesuatu yang lebih berharga daripada sisirdan rantai arloji, yaitu pesan dibalik hadiah- hadiah itu; Merekamasing - masing telah mengambil yang terbaik dari dirinya untuk diberikan kepada pasangannya.

Suatu hadiah bukanlah hadiah jika tidak menimbulkan suatu
pengorbanan dalam diri kita, dan jika tidak menjadi bagian dari diri kita
sendiri. Yesus memberikan dari-Nya yang terbaik untuk kita. Ia memberikan nyawa-Nya, untuk menebus dosa - dosa kita, untuk menyelamatkan hidup kita, supaya bisa tetap bersama dengan Dia untuk selama-selamanya. Apa yang aku berikan kepada-Nya yang terbaik, dariku..? "Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat - sahabatnya. Kamu adalah sahabat-KU, jikalau kamu berbuat apa yang kuperintahkan kepadamu." (Yohanes 15 :13, 14) Inilah makna Natal yang sesungguhnya.

Natal merupakan suatu pengorbanan yang nyata, sebab Yesus yang lahir kedunia ini yang bakal dikorbankan menggantikan kita. Pengorbannya sangat besar, karena Ia rela menggantikan kita. Yohanes 3 : 16 mencatat : “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”


Natal adalah Transformation (Transformasi)

Bahasa Gerika menyebutkan kata Transformation dengan Metaformoshis yang artinya suatu perubahan. Natal yang sesungguhnya membawa perubahan yang radikal seperti itu. Nabi Yesaya di dalam Yesaya 9 : 5 berkata “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai. “ Namun kenyataan banyak anak-anak Tuhan yang merayakan Natal masih belum sungguh-sungguh merasakan dan menikmati perubahan seperti itu.

Perubahan dari dunia gelap menuju dunia Terang, perubahan dari anak-anak kegelapan menjadi anak-anak Terang; hal ini merupakan suatu perubahan yang besar tentunya. Memang Tuhan Allah kita tidak pernah berubah, Dia tetap baik, Dia tetap mengasihi, Dia tetap menunjukkan kesetiaan-Nya. Nah yang bermasalah itu adalah anak-anak Tuhan, bapak-nya baik tetapi anak-Nya bagimana? Anaknya mesti ada perubahan, ini pengharapan kita bersama. Pengharapan Natal ini bukan hanya milik segolongan kecil orang-orang yang berada di gereja, tetapi suatu pengharapan yang sifatnya menyeluruh “ bagi semua bangsa”.

Bagaimana pengharapan ini dapat ditularkan ke seluruh bangsa, jika anak-anak Tuhan itu sendiri tidak ada perubahan total di dalam hidupnya. Hidup bersama Tuhan bukan hanya dijalani dalam bentuk teori, tetapi harus juga dipraktekkan. Oleh sebab itu biarlah Natal kali ini sungguh-sungguh menjadi bagian hidup kita semua, sehingga berita suka-cita ini dapat menjadi berita suka-cita bagi orang lain juga. Kristus yang lahir itu adalah CHRIST , sebuah Call, Happines, Reconsiliation, Incarnation, Sacrifice dan Transformation dalam hidup kita.
*) Penulis adalah pendeta yang berdomisili di USA. Beliau dapat dihubungi dengan email saumiman@gmail.com

Top of Form
Bottom of Form


Senin, 02 Desember 2013



Khotbah Natal
Punguan Silahi sabungan Sektor 33
Minggu01 Desember 2013
Mazmur 145:9
Oleh: Pdt. T.M. Karo-karo,STh,MA
Thema:  TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya
Sub Thema: Marilah kita bersatu untuk meningkatkan keperdulian kepada sesama”


Allah itu baik bagi semua orang. Inilah statement pemazmur dalam Masmur 145:9b. {Kalau kita baca Mazmur 145 secara keseluruhan, kita menemukan apa saja kebaikan Allah menurut Pemazmur. Disebutkan antara lain: Ia adalah penopang bagi smeua orang yang jatuh, Ia adalah penegak bagi semua orang yang tertunduk, Ia memberikan makanan kepada mereka pada waktunya, Ia adil dalam segala jalan-Nya, Ia penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya, Ia dekat pada semua orang yang berseru pada-Nya dalam kesetiaan, Ia melakukan kehendak orang-orang yang takut akan Dia, Ia mendengarkan teriakan mereka dan menyelamatkan mereka, Ia menjaga semua orang yang mengasihi-Nya, Ia akan membinasakan semua orang fasik}. Statemen ini tentunya bukan sekedar ucapan, tetapi berdasarkan pengalaman hidup Pemazmur, dalam hal ini Daud. Inilah salah satu alasan mengapa Daud memuji Tuhan, bahwa Allah itu baik bagi semua orang, dan penuh rahmat terhadap segala yang dijadikanNya. Artinya tidak hanya kepada orang tertentu atau bangsa tertentu saja, tapi kepada semua orang. Statemen ini adalah suatu penghiburan dan juga sekaligus suatu peringatan kepada kita.

Penghiburan: karena kita mendapat kepastian bahwa Allah itu baik kepada semua orang, berarti juga baik kepada kita tanpa terkecuali. Kebaikan Allah itu sangat sempurna. Kebaikannya tidak berdasarkan untung rugi, tidak berdasarkan apakah ia orang  Kristen atau tidak, sesama anggota gereja atau tidak, satu kampung atau tidak, satu marga atau tidak, dsb, seperti yang sering dipraktekkan manusia. Ia baik kepada semua orang karena ia mengasihi manusia. Dan kebaikan Allah yang spektakuler telah dinyatakan di dalam Natal. Dikatakan spektakuler karena kebaikan itu sesungguhnya tidak pantas diberikan kepada manusia yang tidak tahu diri, yang selalu melawan Allah melalui perbuatannya yang jahat. Inilah yang disebut  sebagai anugrah yang mahal. Walaupun diberikan dengan cuma-cuma, tetapi harganya sangat besar bagi Allah, yaitu hidup anakNya sendiri diberikan bagi manusia. Kalau demikian bagaimanakah seharusnya sikap kita? Sikap kita seharusnya menyambut anugrah Allah (kebaikan Allah) tersebut dengan sikap hidup yang menerapkan hakekat Natal itu sendiri, yakni berbuat baik kepada semua orang. Dan kebaikan itu dapat dijabarkan dalam bentuk nyata di tempat masing-masing kita.

Juga sebagai peringatan kepada kita yang mengaku beragama, mengaku percaya kepada Allah yang baik, khususnya kepada yang mengaku Kristen namun kelakuannya tidak lebih baik dari mereka yang di luar Kristen. Dalam hal ini Yesus pernah memberi peringatan kepada pendengarnya pada waktu itu, khususnya kepada mereka yang mengaku sebagai umat Tuhan: “kalau engkau berbuat baik kepada orang yang baik kepadamu apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun berbuat demikian. Maksud Yesus sangat jelas, harus nampak nilai lebih dari setiap orang percaya (orang kristen), yakni tidak hanya kebaikan berdasarkan ukuran dunia tetapi melampaui itu. Natal bukan hanya diperuntukkan bagi orang benar, tetapi juga semua orang tanpa terkecuali. Artinya implikasi Natal tidak hanya sebatas kita baik kepada teman kita, tetapi juga “musuh kita”. Inilah kebaikan yang dilandasi kasih agave yang telah dipraktekkan Allah melalui Natal.
Selamat hari Natal dan memasuki Tahun Baru 2014







Jumat, 15 November 2013

Khotbah Pada Penutupan Kebaktian Sektor Tahun 2013
GMI KASIH KARUNIA, Jalan Hang Tuah 2 Medan
“Pentingnya  keteladanan hidup”
2 Tesalonika 3:6-15
Apakah pentingnya sebuah keteladanan? Benyamin Franklin berkata: sebuah teladan hidup yang baik adalah khotbah yang terbaik yang dapat disampaikan kepada semua orang. Melalui teladan hidup itulah orang bisa melihat dengan nyata bagaimana teladan hidup anak-anak Tuhan bukan hanya sekedar sebuah teori, bukan hanya sekedar suatu pemahaman theologi, melainkan nyata dalam kehidupan pribadi demi pribadi.
Albert Schweizer berkata: kalau engkau mau mempengaruhi orang lain, teladan bukanlah hal yang utama, tetapi teladan adalah satu-satunya hal untuk mempengaruhi orang. Jadi teladan bukanlah hal yang sembarangan, melainkan merupakan suatu faktor ampuh yang bisa dipakai untuk membawa orang kepada Kristus. Teladan hidup, teladan berjemaat merupakan suatu harta karun, suatu keseriusan, suatu perjuangan, dan suatu komitmen untuk mau membawa orang kepada Tuhan.
Keteladanan hidup bukan datang dalam sehari, bukan dibangun berdasarkan satu perjuangan yang remeh, tetapi merupakan perjuangan yang disertai jutaan tetesan air mata. Keteladanan juga dibentuk dari berbagai macam ketajaman/ kepekaan diri dan kewaspadaan diri. Kita tidak bisa menjadi teladan hanya dengan lenggang kangkung dan sekedar berkata-kata melainkan kita perlu masuk ke dalam perjuangan yang terus menerus. Gereja adalah wajah dimana pemerintahan Tuhan ada di muka bumi ini. Gereja adalah wajah dimana kasih Allah dinyatakan di dalam dunia ini. Gereja adalah suatu eksistensi yang sedang diperhatikan oleh seluruh dunia bahkan juga setan. Berarti kita sebagai anak-anak Tuhan bukan sekedar ada di tempat ini sebagaimana kita ada, tetapi banyak mata yang sedang memperhatikan dan melihat bagaimana kita hidup didalam pengajaran yang kita jalani.
Masalah percabulan yang disebutkan dalam 1Tesalonika 4:1-10 jelas-jelas belum terjadi melainkan merupakan suatu peringatan dari Paulus. Tetapi masalah kemalasan dan ketertiban hidup jemaat dalam ayat 11-12 adalah benar-benar sudah terjadi. Mengapa Paulus harus terlalu mengurusi masalah seperti ini, apakah hal ini berkaitan dengan kehidupan berjemaat?
Ada 3 pendekatan Paulus untuk kita bisa melihat sikap Paulus dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan bergereja, yang seharusnya juga menjadi bagian kita memandang kehidupan kita dan peran kita dalam kehidupan sebagai anak Tuhan, yaitu:
1)       Keseimbangan antara penginjilan, pengajaran, dan penggembalaan.
Paulus dikenal sebagai rasul bagi orang-orang kafir. Berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus kilometer dia jalani untuk menjalankan panggilannya. Paulus berdebat, mengajar, mengabarkan Injil tentang satu-satunya Juruselamat yaitu Yesus Kristus. Jadi Paulus dikenal sebagai seorang penginjil dan pengajar. Dia dikenal sebagai rasul yang terdidik, rasul yang memiliki pemaparan yang terinci dan sangat sistematis. Yang seringkali dilupakan dari sosok Paulus adalah dia juga melakukan pelayanan pastoral. Apa yang ditulis dalam 1 dan 2 Tesalonika ini jelas-jelas menunjukkan bahwa Paulus meneliti kehidupan jemaatnya pribadi demi pribadi.
Jadi Paulus menulis ayat-ayat diatas adalah dalam kaitan penggembalaan yang dia kerjakan. Dia melihat adanya bahaya besar di tengah-tengah ketidak seimbangan antara penginjilan, pengajaran dan penggembalaan. Ketiga hal tersebut merupakan 3 pilar yang menopang kehidupan rohani seseorang. Alangkah mengerikannya jika kita hanya menekankan satu saja dari ketiga hal tersebut. Ada yang mengatakan bahwa penginjilan adalah proses seorang bayi rohani dilahirkan. Alangkah ironisnya jika ada bayi yang dilahirkan oleh seorang ibu tetapi dia tidak pernah diberi makan didalam kaitannya dengan pendidikan dalam pengajaran. Kalau kita melepaskan begitu saja orang yang baru menerima Injil maka orang tersebut akan memasuki hidup yang baru tanpa mempunyai pegangan yang lebih konkrit, tanpa mengerti kebenaran doktrin yang mendasari hidupnya.
Penggembalaan akan membawa orang yang sudah mempelajari Kebenaran kepada penerapan Kebenaran dalam hidupnya. Kalau Kebenaran hanya dipelajari tanpa diterapkan dalam hidup maka kekristenan akan mengalami hal yang sama dengan yang terjadi di Eropa yaitu gereja mati. Gereja-gereja itu dibangun diatas doktrin yang ketat  tetapi mereka tidak melakukan penginjilan.
2)       Keseimbangan antara isi pengajaran dan model kehidupan yang menjadi contoh.
Paulus menjalankan model kehidupan yang sangat harmoni dengan isi pengajarannya (2Tesalonika 3:7-9). Ada orang yang menganggap Paulus sebagai orang yang sombong. Menurut saya, Paulus berkata bahwa dia bekerja keras menghidupi dirinya, bahkan tidak makan dari uang orang lain, adalah merupakan satu konsistensi keseimbangan antara isi pengajarannya dengan pola hidupnya di hadapan Tuhan. Dia mengajar jemaatnya untuk kerja keras, dan dia sendiri juga bekerja keras.  
Keteladanan adalah sebuah integritas hidup, bukan hanya sekedar pameran dari apa yang dapat dia lakukan. Keteladanan adalah suatu kristalisasi dari nilai-nilai dalam dirinya yang dipertunjukkan kepada dunia yang sedang menantikan apa yang sedang diperbuat oleh gereja/ anak-anak Tuhan.
Keteladanan bukan sekedar indah untuk dibicarakan melainkan merupakan suatu pergumulan seumur hidup Paulus, bahkan sampai darahnya tercurah. Inilah ketajaman dan bobot pengajaran Paulus yang tidak bisa sama dengan orang yang hanya jago dalam teori tetapi tidak bisa menjalankannya dalam hidupnya. Gereja dituntut untuk menyatakan pemahamannya akan Kebenaran dalam hidupnya.
3)       Keseimbangan antara iman dan karya hidup.
Paulus ketika menjalankan isi pengajarannya, dia juga melihat karya Tuhan dalam hidupnya dan hidup jemaat. Paulus melakukan karya-karya hidup yang dapat memperbaiki orang lain yang sudah mendengarkan pengajarannya.
Setiap orang yang mengajar theologi belum tentu iman dan isinya benar. Paulus dalam iman yang benar juga memiliki kepekaan dan kepedulian kepada jemaatnya.
Keteladanan tidak dapat dibangun hanya oleh segelintir orang. Setiap kita berada di jalur untuk hidup dalam keteladanan. Kita dipanggil untuk menjadi garam dan terang dunia. Bukan hanya orang yang mengerti theologi secara mendalam melainkan kita dipanggil karena esensi kita sebagai garam dan terang dunia.
Mengapa Paulus menggunakan kata-kata yang begitu keras kepada orang yang tidak mau bekerja dan tidak hidup tertib? Setelah ditelusuri, ternyata penyebab dari mereka tidak bekerja dan tidak hidup tertib adalah karena 3 aspek yaitu:
1)       mereka memiliki pengertian yang salah akan ajaran yang mereka terima.
Mereka mendapatkan pengajaran yang membawa mereka kepada kesimpulan untuk tidak perlu bekerja. Isu theologis yang muncul pada waktu itu adalah kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya akan terjadi segera sehingga menjadi sesuatu yang akan mendesak kehidupan mereka. Akhirnya mereka merasa tidak perlu bekerja, tidak perlu lagi menangani kehidupan duniawi. Paulus akhirnya menjelaskan tentang kedatangan Tuhan yang tidak bisa ditentukan waktunya.  
Sebuah pengajaran belum tentu membuat hidup seseorang menjadi benar, bahkan theologia sekalipun belum tentu membawa orang mengenal Tuhan secara benar. Ajaran sesat akan mendatangkan maut bagi orang yang mempelajarinya. Pernahkah kita peduli dengan kebenaran yang kita pelajari dan telah mempengaruhi hidup kita sampai sejauh apa? Beberapa jemaat di Tesalonika mensimbiosiskan ajaran yang mereka terima di luar gereja dengan ajaran yang mereka terima di dalam gereja. Kita harus senantiasa menguji ajaran yang kita terima dalam kerangka tulang punggung Kebenaran sejati sehingga kita menemukan kebenaran yang solid.
2) mereka tidak mengikuti standar hidup Tuhan.
Ada jemaat di Tesalonika masuk ke dalam spiritualitas yang semu setelah mendengar Firman Tuhan. Mereka berada di dalam gereja tanpa melakukan ibadah yang sejati. Akhirnya Paulus merasa perlu untuk melakukan disiplin gereja yang ketat. Mereka juga membuang-buang waktu dan menjadi parasit bagi gereja. Ajaran yang mereka terima yang menggiring mereka melakukan hal itu. Paulus hendak mengajak jemaat di Tesalonika untuk membangun orang-orang ini, membawa orang-orang ini kepada jalur yang benar.
3)mereka merusak kesaksian umat Tuhan.
Mereka tidak bisa lagi hidup sebagai orang yang sopan di mata orang luar, tidak dapat lagi mandiri dan menjadikan kehidupan gereja menjadi tidak baik. Seberapa jauh kita memiliki hidup yang dihormati orang lain? Ini adalah sisi lain dari keteladanan hidup.
Sebagai jemaat  GMI  yang dikenal memiliki teologi yang dinamis, dapatkah kita berdiri tegak di hadapan orang kafir dan menjadi model hidup bagi mereka di sepanjang hidup kita sampai kita dipanggil Tuhan? Keteladanan hidup adalah panggilan hidup yang tidak bisa dipermainkan.
Kesimpulan dari pembahasan kita pada hari ini adalah:
1)      Kita harus waspada antara isi theologi dengan isi kehidupan kita. Seberapa jauh hal tersebut menunjukkan keharmonisan yang baik? Kalau tidak, maka kita akan hidup dalam dunia kita sendiri.
2)      Problema keteladanan adalah problema panggilan bukan pilihan. Anak-anak Tuhan harus berdiri menjadi model bagi dunia, bahkan menjadi mercusuar bagi jiwa-jiwa yang terhilang dan membutuhkan keselamatan. Seberapa kita berani menjadikan kehidupan kita sebagai surat Kristus yang terbuka?

3)      Proses keteladanan adalah proses pembentukan diri di dalam Tuhan. Ketika kita menjadi teladan, kita mengingat seberapa jauh kita sudah dibentuk oleh Tuhan. Hal itu akan menentukan seberapa besar dampak keteladanan kita bagi orang lain. Keteladanan hidup adalah harta kehidupan yang tidak bisa dibeli dengan tingkat pendidikan maupun tingkat kehidupan seberapapun juga.

Sabtu, 21 September 2013

Khotbah Minggu 22 September 2013
Di Kebaktian Gel.I GMI Kasih Karunia, Jln. Hang Tuah 2, Medan
Nats Alkitab : Lukas 16:1-13

       I.            Pendahuluan
Yesus bukan memuji ketidakjujuran orang itu, melainkan memuji kemampuannya melihat jauh ke depan dan melakukan perencanaan yang bijaksana. Persoalannya adalah ketidaksetiaannya dalam menjalankan tugasnya sebagai pengelola yang baik. Dia dipandang tidak setia  karena dia dipandang tidak mengerjakan dengan baik kewenangan atau kuasa yang dipercayakan kepadanya; ia sangat boros.
Ketidaksetiaannya bukan terletak pada tindakannya yang terakhir, melainkan pada pekerjaannya selama ini, pada cara pengurusannya yang boros. Itu sebabnya dia dipecat. Akan tetapi ia berusaha untuk memperbaiki segala sesuatunya pada kesempatannya yang terakhir itu dan berjuang untuk mendapatkan teman dan sahabat di saat yang terakhir.

Terjemahan “bendahara yang tidak jujur”  diterjemahkan dari : “oikonomon tes adikias” yang lebih tepat diterjemahkan : “bendahara yang berbuat salah”, kesalahan itu lebih mengarah kepada perbuatannya yang boros. Jadi kesalahannya lebih mengarah kepada “menata”, “penataan”  (penatalayanan) bukan kepada ketidakjujurannya.

    II.            Penjelasan Nats
Di Luk. 16:5-7, bendahara tersebut mengurangi jumlah hutang dari para krediturnya. Dengan pengurangan jumlah hutang tersebut para kreditur dapat membayar hutangnya dan pada akhirnya sang bendahara dapat membayar apa yang menjadi kewajibannya kepada sang pemilik  modal sehingga dia akhirnya dapat menyelamatkan masa depan dan kariernya. Uang yang menjadi hak tuannya tidak berkurang sedikit pun sehingga ia tidak jadi dipecat. Yang dia potong sebenarnya adalah apa yang menjadi hak keuntungannya dari menjalankan usaha tersebut. Dari perumpamaan Tuhan Yesus ini, kita dapat belajar bagaimana sang bendahara memikirkan masa depannya secara cerdik. Walaupun dia pernah berbuat kesalahan besar, tetapi dia segera memperbaikinya.

Apa yang dapat kita pelajari dari kehidupan sang bendahara dalam perumpamaan ini bagi kehidupan kita?
1.      Di dalam situasi kritis ia mengambil langkah yang tepat untuk masa depannya. Ia tidak mudah menyerah dan berputus asa saat menghadapi kegagalan. Ia tidak jatuh dalam keputusasaan atau meratapi keadaan melainkan berpikir taktis dan kreatif untuk mengatasi masalah yang ada dihadapannya.
2.      Ia tidak sembunyi dari masalah atau mencari kambing hitam dari masalahnya, melainkan menghadapinya dan menyelesaikannya.
3.    Ia adalah pribadi yang berorientasi pada penyelesaian masalah, bukan berfokus pada  masalah. Ia menggunakan uang yang ada dalam pengelolaannya untuk menjadi modal dalam membangun pertemanan, atau lebih tepatnya membeli pertemanan, dengan sesama yang dapat menolongnya kelak jika ia mendapat masalah, dipecat dari pekerjaannya, seperti ia pernah menolong mereka.

 III.            Menata Kehidupan di sekitar Pusaran Zaman

1.      Tanggap akan situasi Kritis dan tatalah masa depan dengan baik
2.      Jangan berputus asa saat menghadapi kegagalan
Jangan meratapi kegagalan, tapi belajarlah dari kegagalan sehingga akan mendapatkan tindakan yang tepat untuk menghadapinya. Ketika menghadapi kegagalan duduk dan intropeksi dirilah sehingga kita menemukan penyebab dari kegagalan tersebut. Ada suatu pelajaran yang sangat berharga yang dihadapi Yosua ketika mereka gagal menghancurkan kota Ai. Yosua 7:1-26
3.      Jangan lari dari masalah
Hadapilah masalah itu dengan kekuatan yang dari pada Tuhan, ingatlah bahwa masalah-masalah yang kita hadapi tidak melebihi kekuatan kita  Kor 10:13 : “ Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.”
Selain tidak melebihi kekuatan kita, ada satu tangan yang setiap saat tetap siap sedia menolong kita.

4.      Pergunakanlah seluruh potensi yang ada pada dirimu untruk membangun masa depan yang lebih cemerlang.
·         Sesungguhnya banyak potensi di dalam diri kita yang bisa kita pakai untuk membangun dan merencanakan masa depan
·         Kita diciptakan menurut rupa dan gambar Allah (imago Dei) Kejadian 1:26: Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi."
·         Termasuk kita pergunakan seluruh apa yang ada di dalam diri kita, baik yang kita miliki dan keahlian kita untuk melayani Tuhan yang telah memberikan jaminan masa depan kita di dalam KerajaanNya.





 IV.            Penutup
Bereskanlah segala sesuatu di hadapan Allah, selagi masih punya kesempatan, perbaikilah segala sesuatu yang perlu diperbaiki, sebelum tiba hari pertanggung-jawaban.


Medan 22 September 2013


Pdt. T.M. Karo-karo,STh,MA

Jumat, 20 September 2013

Bahan Sermon Majelis, Lay Speaker
GMI Kasih Karunia, Jalan Hang Tuah 2 Medan
Jumaat   20 September 2013
Nats Alkitab : I Timotius 2:1-7
Thema: “Doa Syafaat untuk para pemimpin bangsa”

        I.            Pendahuluan
Surat ini ditulis oleh Paulus kepada Timotius yang ketika itu mengemban suatu tugas  pembinaan Jemaat-jemaat  di Efesus (1:3), khususnya dalam menanggulangi ajaran-ajaran sesat.  Paulus menulis surat ini untuk memberi petunjuk-petunjuk kepada muridnya bagaimana sebaiknya menata jemaat dan melawan ajaran-ajaran sesat.

Surat ini memberikan kesan bahwa Rasul Paulus sedang menyiapkan Timotius  untuk mengambil-alih  tugas dari padanya sebagai generasi penerus pelayan di tengah-tengah gereja.
                                                                  
      II.            Doa Syafaat
Arti dari  doa syafaat adalah berdoa untuk orang lain. Focus dari doa syafaat adalah orang lain di luar dari diri kita, bahkan di luar dari komunitas kita. Jadi dengan  berdoa syafaat kita menunjukkan keperdulian kepada orang lain, perduli atas keselamatan mereka, perduli atas kebijaksanaan dan bahkan keperdulian terhadap diri mereka. Tidak dibatasi oleh agama, golongan, status sosial.
Doa syafaat bersifat umum, kalau di dalam doa  pribadi kita berfokus pada pergumulan kita secara pribadi maka di dalam doa syafaat focusnya adalah kepentingan umum atau kepentingan bersama.
Di dalam ayat 1-2, himbauan dari Paulus kepada Timotius supaya di dalam pelayanannya dia memperhatikan dan berdoa untuk semua orang :
1.      Untuk semua orang
‘Semua orang” mengarah kepada masyarakat umum yang ada di dalam lingkungan kita masing-masing, sebab dengan baiknya kwalitas hidup masyrakat di sekitar kita bagaimanapun akan mempengaruhi ketenteraman dan kedamaian di tengah-tengah orang percaya yang ada di sekitar komunitas tersebut.  Oleh sebab itu berdoa syafaat untuk semua orang berarti berdoa untuk kepentingan umum yang di dalamnya sudah termasuk komunitas orang-orang percaya.

2.      Raja-raja dan Pembesar
Doa syafaat untuk raja-raja dan semua pembesar dapat dikatakan  suatu tindakan yang luar biasa pada waktu itu, karena  mereka berdoa untuk orang yang menganiaya mereka pada saat itu, berhubung mereka kerapkali menerima penindasan  dari para penguasa pada saat itu, sebab itu orang Kristen cenderung membenci para pemerintah “kafir”. Tetapi sekarang  Paulus mengajarkan  untuk mendoakan raja-raja dan para pembesar, sekalipun mereka “kafir”  dengan alasan sbb:
·         Para penguasa adalah juga orang-orang yang perlu diselamatkan oleh Kristus
Kasih Allah adalah universal, oleh sebab itu Ia menginginkan keselamatan untuk semua orang tanpa membedakan suka bangsa, dan pengetahuan akan kebenaran yang sejati itu juga harus diberitakan kepada mereka.
·         Mereka adalah alat dan hamba Allah yang bertugas untuk mengatur kebaikan hidup  warga negaranya (Roma 13:1-7). Tugas ini hanya bisa mereka lakukan dengan baik  bila mereka diperlengkapi dengan hikmat Allah. Oleh sebab itu orang-orang Kristen perlu mendoakan para penguasa.
3.      mm

    III.            Refleksi/Aplikasi
1)      Doa adalah nafas hidup orang Kristen, orang Kristen yang tidak berdoa adalah orang Kristen yang tidak bernafas. Di samping mengucap syukur kepada Allah di dalam doa kita, kita juga berdoa kepadaNya berhubungan dengan pergumulan hidup kita secara pribadi, agar Tuhan memperlengkapi dan menolong kita dalam menghadapi berbagai-bagai macam pergumulan dalam hidup kita. Oleh sebab itu mari kita buat doa itu sebagai suatu kebutuhan yang sentral di dalam kehidupan kita.

2)      Disamping doa untuk pribadi, kita juga sebagai komunitas orang-orang Kristen dianjurkan untuk “berdoa syafaat” untuk semua orang. Karena Allah ingin semua orang diselamatkan dan dengan kebaikan semua orang maka akan berimbas kepada kebaikan dan ketenangan hidup orang-orang percaya juga. Dengan berdoa syafaat, juga menunjukkan keperdulian kita sebagai umat Kristen bagi kepentingan bersama.

3)      Mendoakan “pemimpin” (pemerintahan), baik pemimpi n yang percaya kepada Tuhan (juga pemimpin lainnya) sangat penting sekali kita lakukan sebagai orang yang percaya kepada Tuhan. Karena mereka juga adalah suatu alat bagi Tuhan untuk memberikan kenyamanan, kesejahteraan, dan keamanan bagi masyrakat umum termasuk di dalamnya orang-orang percaya.

Medan 20 September 2013
Pdt. T.M. Karo-karo,STh,MA

Kepustakaan:
Budiman R., Tafsiran Alkitab Surat-surat Pastoral I, II Timotius dan Titus, BPK Gunung Mulia,
            Jakarta 1984
Stibbs, “Tafsiran I,II Timotius” dalam Tafsiran Alkitab Masakini 3, Yayasan Komunikasi Bina kasih/
            OMF, Jakarta 1999





Sabtu, 25 Mei 2013

Allah Tritunggal Mengasihi kita

ALLAH TRITUNGGAL MENGASIHI KITA 
Yoh. 16:12-15
Pengantar
Selaku umat percaya kita sering gagap saat diminta untuk menjelaskan pengajaran tentang makna “Allah Trinitas”. Di satu pihak kita menegaskan Allah di dalam Kristus adalah Allah yang esa, namun di pihak lain kita menyatakan bahwa Bapa-Anak-Roh Kudus berdiri sendiri. Allah di dalam Bapa-Anak-Roh Kudus memiliki “kepribadianNya” sendiri. Untuk itu kita sering menggunakan formulasi teologis dari Tertullianus (160-220) yang menyatakan: “una substantia, tres personae” (satu zat tiga pribadi). Ketiga pribadi ilahi Allah tersebut menunjuk segi “kejamakanNya” yang bermuara kepada suatu hakikat ilahi yang esa.
Namun formulasi teologis dari Tertullianus tersebut menimbulkan masalah baru, yaitu ketika Tertullianus menyatakan Allah adalah “Zat” (substansi). Sebab bagaimanapun juga makna suatu “zat” mengasosiasikan suatu materi. Padahal suatu “materi” termasuk pula “materi ilahi” keberadaannya tentu diciptakan. Dengan demikian Tertullianus pada satu segi berhasil mempertahankan “kejamakan” Allah, tetapi pada pihak lain dia merendahkan hakikat Allah yang esa hanya sekedar suatu “zat” ilahi belaka. Selain itu, kita juga mengalami kesulitan saat menyatakan bahwa Allah adalah esa namun Dia hadir secara berbeda-beda dalam suatu kurun waktu tertentu. Pandangan tersebut dikemukan oleh Sabellius (sekitar tahun 215) menyatakan bahwa Allah sebagai Bapa-Anak-Roh Kudus adalah esa secara bilangan/matematis. Allah sebagai Bapa menyatakan diriNya pada waktu karya penciptaan dan karya penyelamatan melalui nabi-nabi di Perjanjian Lama, lalu Allah sebagai Anak menyatakan diriNya melalui karya Kristus sampai Dia naik ke surga; dan terakhir Allah sebagai Roh Kudus menyatakan diriNya setelah Kristus naik ke surga. Jadi menurut Sabellius, Allah yang esa dapat berubah-ubah rupa dalam suatu periode zaman tertentu. Keberatan utama terhadap pandangan Sabellius tersebut adalah dia telah mengaburkan keberadaan Allah sebagai Bapa, Kristus selaku Anak Allah, dan Roh Kudus. Dengan demikian, Sabellius menyelesaikan problem Allah Trinitas secara simplistis dan tidak berhasil mengajak jemaat kepada pengenalan akan penyataan Allah sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus menurut kesaksian Alkitab.
                Pemahaman trinitaris pada masa kini lebih memahami keesaan Allah secara organis, dan tidak lagi secara matematis. Dalam pemahaman keesaan secara organis, disadari unsur-unsur kejamakan yang saling bergantung dan saling mempengaruhi sebagai suatu kesatuan. Contoh: kepribadian manusia yang terdiri dari tubuh-jiwa-roh namun satu kesatuan kepribadian, susunan galaksi, molekul, atom-atom. Yohanes Damaskus (675-749) memahami rahasia Trinitas Allah seperti susunan sebutir telur, yang terdiri dari: kulit, putih telur dan kuning telur. Ketiga aspek atau bagian dari telur tersebut terpisah sekaligus  menyatu, berbeda sekaligus sama. Pemahaman makna trinitas demikian disebut dengan “perikhoresis” sebagaimana dipahami dalam ucapan Tuhan Yesus di Yoh. 14:10, yaitu: “Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya”. Pemahaman trinitas “perikhoresis” mengungkapkan keterjalinan ketiga pribadi Allah yang saling menari mengungkapkan kasih ilahi dan mencurahkan rahmat keselamatan kepada seluruh ciptaan, khususnya kepada umat manusia.

Roh Kudus Dan Kristus

Manakala kita memperhatikan perkataan Tuhan Yesus di Yoh. 16:12-15 dengan seksama, maka yang menjadi subyek utama untuk “berkata-kata dalam kebenaran”, ternyata bukan manusia; tetapi yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus sebagai subyek tersebut adalah Roh Kudus, yang disebut pula dengan Roh Kebenaran. Di Yoh. 16:13, Tuhan Yesus berkata: “Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diriNya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengarNya itulah yang akan dikatakanNya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang”.  Para murid dan orang percaya dijanjikan akan dikaruniai Roh Kebenaran yang akan memimpin mereka ke dalam seluruh kebenaran. Dalam ucapan Tuhan Yesus tersebut sangat jelas bahwa Roh Kudus sebagai Roh Kebenaran menjadi subyek atau pelaku yang menentukan dalam memimpin para murid dan orang-orang percaya kepada seluruh kebenaran Allah. Ini berarti tanpa peranan, penyertaan dan bimbingan dari Roh Kudus, para murid dan orang-orang percaya tidak akan pernah mampu untuk mengenal dan berkata-kata dalam kebenaran Allah. Namun sangat menarik, bahwa ternyata dalam kasus tersebut Roh Kudus tidak berdiri sendiri dalam mengungkapkan seluruh kebenaran Allah, karena: “Ia tidak akan berkata-kata dari diriNya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengarNya itulah yang akan dikatakanNya”. Jadi dalam mengungkapkan seluruh kebenaran Allah, Roh Kudus terlebih dahulu telah mendengar suara Allah dan perkataan Kristus, sehingga Ia dapat mengatakan seluruh kebenaran Allah.
Lebih dari pada itu di Yoh. 16 kita juga dapat menyaksikan bagaimana terdapat hubungan atau relasi personal yang begitu erat antara Roh Kudus dengan Tuhan Yesus. Sebab Roh Kudus yang akan memimpin umat percaya kepada seluruh kebenaran Allah pada hakikatnya bermuara kepada tindakan “memuliakan Kristus”. Di Yoh. 16:14 Tuhan Yesus berkata: “Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimaNya dari padaKu”. Karena seluruh kebenaran Allah yang akan disampaikan oleh Roh Kudus pada hakikatnya berasal dari Kristus. Dalam pengertian ini seluruh kebenaran Allah sesungguhnya bersumber dari Kristus, sehingga berita yang akan disampaikan oleh Roh Kudus tentang seluruh kebenaran Allah adalah diri Kristus sendiri. Jadi Injil Yohanes mau menyatakan bahwa Kristus adalah manifestasi dari seluruh kebenaran Allah. Namun, bukankah manusia tidak akan mudah untuk percaya dan menerima Kristus sebagai kebenaran Allah dengan usaha dan kekuatannya sendiri? Karena keterbatasan dan keberdosaan kita, maka kita tidak mungkin dapat mengenal seluruh kebenaran Allah yang telah dinyatakan di dalam Kristus. Itu sebabnya Allah mengaruniakan Roh Kebenaran untuk membimbing agar kita dapat percaya dan  menerima Kristus. Dengan demikian, kebenaran Allah secara hakiki tidak dapat terlepas dari Kristus. Manakala manusia ingin mengetahui kebenaran Allah, maka manusia tidak dapat mencariNya di luar Kristus. Yoh. 16:15 memberi alasan dan penegasan diri Kristus sebagai manifestasi kebenaran Allah, yaitu: “Segala sesuatu yang Bapa punya adalah Aku punya; sebab itu Aku berkata: Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya dari padaKu”.  Segala sesuatu yang dimiliki Allah pada hakikatnya juga dimiliki Kristus. Pernyataan ini sejajar dengan perkataan Tuhan Yesus di Mat. 11:27, yaitu: “Semua telah diserahkan kepadaKu oleh BapaKu dan tidak seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpupn mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadaanya Anak itu berkenan menyatakannya”. 

Kristus, Sang Hikmat Allah

Ini berarti makna dari “seluruh kebenaran Allah” bukanlah sekedar kumpulan pengetahuan tentang firman Allah dan kehendakNya. Seringkali kita memiliki anggapan bahwa seluruh kebenaran Allah identik dengan seluruh kumpulan ayat-ayat firman Tuhan di dalam kitab-kitab suci atau Alkitab. Pemahaman itu mungkin separuh benar, tetapi belum lengkap, sebab sesungguhnya seluruh kebenaran Allah bukanlah sekedar kumpulan huruf-huruf mati.  Kebenaran Allah secara asasi menunjuk kepada hikmat Allah. Di Amsal 8:22-31 menyaksikan hikmat Allah yang dinyatakan dalam bentuk pribadi (personal). Itu sebabnya sang hikmat Allah tersebut menyebut dirinya dengan kata orang pertama, yaitu: “aku”. Yang mana Sang Hikmat Allah tersebut telah ada sebelum alam dan dunia dijadikan. Sang Hikmat Allah tersebut ikut berkarya dalam penciptaan semesta, dan Dia menjadi “anak kesayangan Allah”. Amsal 3:19 berkata: “Dengan hikmat Allah telah meletakkan dasar bumi, dengan pengertian ditetapkanNya langit, dengan pengetahuanNya air samudera raya  berpencaran”. Atas dasar itu iman Kristen mengimani bahwa Hikmat Allah yang telah ada sebelum semesta dan dunia tercipta tersebut pada prinsipnya menunjuk kepada diri Kristus. Itu sebabnya di I Kor. 1:24 rasul Paulus menyatakan: “Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah”.  Jadi terdapat hubungan “benang merah” teologis antara Yoh. 16:13-15 dengan Ams. 8:22-31, yaitu Kristus adalah manifestasi seluruh kebenaran Allah; yang mana seluruh kebenaran Allah tersebut adalah Sang Hikmat Ilahi yang telah ada sejak kekal bersama dengan Allah dan berkarya dalam penciptaan semesta  dan dunia serta seisinya (bdk. Yoh. 1:1-3).  Firman dari sang Hikmat Allah tersebut sangat berkuasa dan mampu menjadikan segala sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada (creatio ex nihilo). SabdaNya memiliki daya cipta dan daya kuasa untuk menaklukkan kegelapan menjadi terang, sehingga Dia menjadi sumber dari kehidupan (Yoh. 1:4-5).
Namun sang Hikmat Allah yang di dalamNya mengandung seluruh kebenaran Allah tersebut tersembunyi di dalam kemanusiaan Kristus. Walaupun Kristus telah menyatakan perbuatan dan kuasa Allah yang besar, tidaklah mudah bagi umat manusia untuk percaya kepadaNya. Karena itu Allah mengaruniakan Roh Kudus agar menyatakan kuasa anugerahNya kepada manusia, sehingga mereka dapat percaya bahwa Yesus itu adalah Tuhan (I Kor. 12:3).  Dalam hal ini tindakan percaya kepada Kristus sangat menentukan untuk memperoleh keselamatan dari Allah. Di Rom. 5:1 rasul Paulus berkata:“Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai-sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus”.  Iman kepada Kristus menjadi dasar kita dibenarkan oleh Allah dan memampukan kita untuk hidup dalam damai-sejahtera dengan Allah. Jadi iman kepada Kristus merupakan jalan masuk (gained access) untuk memperoleh kasih-karunia dan keselamatan dari Allah (Rom. 5:2). Sehingga hidup dalam seluruh kebenaran Allah tidak bisa tidak merupakan hidup di dalam iman kepada Kristus. Sikap iman yang demikian menjadi jalan masuk bagi kita untuk mengenal seluruh kebenaran Allah dan hikmatNya. Ini berarti makna tindakan iman menjadi daya dorong bagi orang percaya untuk hidup berdasarkan kebenaran dan hikmat Allah. Manakala orang percaya dalam praktek hidupnya ternyata sangat jauh dari kebenaran Allah dan dia tidak mencerminkan hikmat Allah, sesungguhnya dia belum percaya kepada Kristus. Hidup beriman adalah hidup yang dilandasi oleh pola pikir dan spiritualitas hikmat Allah, karena itu dia mampu untuk berkata-kata dalam kebenaran.

Tarian Kasih Allah
Relasi kedirian Allah sebagai Bapa-Anak-Roh Kudus merupakan relasi personal yang harmonis dan utuh, sehingga Allah Trinitas senantiasa menghadirkan diriNya dalam tarian cinta-kasih ilahi yang terus mengalir dan menghidupi seluruh alam semesta beserta isinya. Sehingga karakter Allah yang utama adalah integritas diriNya yang ditampilkan dalam sifat-sifatNya yang pengasih, penyayang, panjang-sabar dan berlimpah kasih-setia. Karena hakikat Allah yang utama adalah kasih. Allah itu kasih (I Yoh. 4:8). Di dalam diri atau hakikat Allah dijiwai oleh kasih, dan kasih itu relasional kepada “yang lain” di luar hakikat Allah yaitu seluruh ciptaan dan alam semesta.   Dengan demikian percaya kepada Allah Trinitas, berarti kita dipanggil untuk memiliki jalinan cinta-kasih yang harmonis dan utuh dengan sesama. Yang mana jalinan cinta-kasih tersebut selalu diekspresikan keluar dari cinta-diri dan membentuk suatu jalinan relasi yang saling memberi respon dan makna. Percaya kepada Allah Trinitas juga berarti bahwa hidup kita menjadi berarti bilamana bersedia dicurahkan dan dinyatakan kepada “yang lain”. Keberlainan sesama bukan sebagai suatu konfrontasi, tetapi sesama menjadi penghadir makna. Melalui Kristus, kita dimampukan untuk menghayati hikmat Allah yang membebaskan diri dari belenggu egoisme dan keterasingan diri. Makna hikmat Allah yang  demikian akan memampukan kita untuk mengenal kebenaran Allah yang membebaskan dan menyelamatkan.
Namun dalam kehidupan sehari-hari kita sering menghayati iman secara bias dan mendua. Pada satu pihak kita mengaku percaya kepada Kristus, tetapi pada pihak lain kita gagal untuk berkata-kata dalam kebenanaran dan hikmat Allah. Kata-kata kita sering membawa akibat yang destruktif bagi anggota keluarga dan sesama di sekitar kita. Bilamana kuasa hikmat Allah memiliki daya cipta yang kreatif dan mampu menaklukkan kegelapan menjadi terang, maka perkataan atau ucapan kita justru sering menghancurkan segala hal yang baik, sehingga kita mengubah terang menjadi kegelapan. Jikalau kuasa hikmat Allah yang dinyatakan di dalam Kristus mampu membebaskan jiwa yang terbelenggu dari kuasa dosa, maka sering ucapan dan kata-kata kita mematahkan pengharapan dan semangat hidup sesama kita. Ucapan dan kata-kata kita memiliki “otoritas” yang hampir sama dengan sang Hikmat Allah, tetapi beda karakter dan kualitasnya. Sebab bilamana sang Hikmat Allah memiliki kuasa untuk membangkitkan daya hidup dan mampu memulihkan apa yang rusak, justru sebaliknya ucapan dan kata-kata kita memiliki kuasa untuk meruntuhkan dan menghancurkan apa yang baik.  Penyebabnya karena realita iman belum menjadi realitas batin dan spiritualitas kita. Iman yang kita miliki masih berada di bagian permukaan, sehingga yang menguasai dan mengendalikan ekspresi kepribadian kita bukanlah kuasa iman, tetapi  kuasa dosa yang telah bercampur dengan berbagai luka batin yang pernah kita alami. Itu sebabnya kita sering tidak mampu berkata-kata dalam kebenaran dan hikmat Allah. Kata-kata dan ucapan kita lebih banyak lahir dari hikmat duniawi dan luka-luka batin (trauma emosi) yang belum sepenuhnya diterangi oleh cahaya pengampunan Allah. Realitanya kita belum mengalami pendamaian (rekonsiliasi) dengan Allah. Jadi iman kita sering masih bias dan mendua, karena Roh Kudus belum menerangi seluruh batin kita.

Dibentuk Dalam Dinamika Proses

Namun kita tidak boleh kecil hati dan putus-asa dalam menghayati iman. Sebab siapakah di antara kita yang tidak memiliki iman yang kadang-kadang bias dan mendua, sehingga antara apa yang kita hayati dan pikirkan selalu sesuai dengan tindakan dan ucapan? Bukankah kita sering masih jatuh-bangun dalam menghayati iman kepada Kristus? Kita semua masih berada dalam proses pertumbuhan, asalkan hati kita senantiasa terbuka untuk dibimbing dan diterangi oleh Roh Kudus. Sebab masih banyak segi-segi dan dimensi batin kita belum terbuka dan diterangi oleh Roh Kudus. Tanpa kita sadari, sering kita justru menutup dan menyembunyikan segi-segi batin kita dari terang Roh Kudus, sehingga wilayah “bayangan gelap” (shadow) dalam kepribadian kita masih dominan. Bukankah benar pandangan dari Sokrates yang mengatakan bahwa bilamana hidup batin yang tidak dapat diselidiki, maka dia juga tidak layak untuk dialami? Jadi manakala bagian atau segi-segi batin kita belum terbuka dan diterangi oleh kuasa Roh Kudus, maka bagian atau segi-segi batin tersebut masih serba gelap, irasional, liar, subyektif dan cenderung memiliki daya destruktif.  Dengan kondisi yang demikian, maka pastilah kita akan gagal untuk bertindak dan berkata-kata dalam kebenaran. Bahkan yang mungkin terjadi kita akan berusaha memberangus dan memanipulasi kebenaran. Betapa sering dalam kehidupan ini kita telah memperlakukan kebenaran Allah yang kudus dan adil secara murah, serba subyektif dan sewenang-wenang. Kebenaran dan hikmat Allah sering kita “pelintir” atau diperkosa secara sewenang-wenang. Kita kerap kali gagal untuk bertindak dan berkata-kata dalam kebenaran karena kita sering menjadi orang-orang yang lalim. Itu sebabnya kita menjadi musuh Allah karena kita melawan kebenaranNya. Jadi kita semua membutuhkan Kristus, agar dengan kuasa RohNya kita dipulihkan dan diperdamaikan dengan Allah.
Karya Roh ternyata bukan hanya membimbing dan menerangi seluruh batin manusia yang percaya kepada Kristus. Tetapi juga karya Roh memampukan kita untuk menyambut kasih Allah yang telah dicurahkan di dalam hati kita. Di Rom. 5:5 rasul Paulus berkata: “Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita”. Makna “dicurahkan” berasal dari kata Yunani “ekkekhutai” (has been poured out) menunjuk tindakan menumpahkan dengan limpahnya. Jadi karya Roh Kudus mencurahkan dengan limpahnya kasih Allah tersebut, sehingga umat percaya dapat mengenal dan mengalami kekayaan kebenaran dan hikmat Allah. Ini berarti kekayaan kebenaran dan hikmat Allah tidak identik dengan kekayaan pengetahuan dan pemahaman saja, tetapi kaya dalam  pengalaman kasih Allah.  Bukankah ketika kita kaya dalam kasih Allah, maka kita dimampukan untuk senantiasa berkata-kata dalam kebenaran dan juga mampu bertindak dalam roh hikmat Allah?
Panggilan
Melalui iman kepada Allah Trinitas, kita bukan hanya diajak untuk memahami misteri hubungan Allah sebagai Bapa-Anak-Roh Kudus. Tetapi lebih dari pada itu kita dipanggil untuk memahami kekayaan kasih ilahi yang tanpa syarat dan yang dicurahkan kepada umat percaya. Melalui kekayaan kasih Allah yang tanpa syarat itulah kita dimampukan untuk menanggung penderitaan, kesusahan, kegagalan dan tragedi hidup dengan setia. Karena kita telah memperoleh kekayaan kasih Allah yang dicurahkan dengan penuh kelimpahan, maka kita juga akan menyalurkan secara berlimpah kasih Allah tersebut kepada orang-orang di sekitar kita. Demikian pula karena kita telah memperoleh kasih Allah secara cuma-cuma, maka kita juga menyalurkan kasih Allah tersebut dengan sikap yang sama. Sehingga dengan roh hikmat Kristus, kita senantiasa menyalurkan kasih Allah tanpa pernah memandang latar-belakang seseorang seperti etnis, agama dan status sosialnya. Namun pada pihak lain melalui Roh Kudus, kita dimampukan untuk menyatakan kebenaran Allah tanpa membedakan orang. Kebenaran tidak pernah pilih kasih. Sebab kebenaran selalu tampil seperti sinar matahari yang tidak pernah menyembunyikan diri. Mungkin sementara waktu dapat diselimuti oleh awan yang gelap, tetapi cahayanya tetap bersinar setiap hari untuk menerangi dan memberi daya hidup kepada setiap mahluk.                        
                Jika demikian, untuk mengetahui apakah kita telah bertindak dan berkata-kata dalam kebenaran serta hikmat Allah dapat kita lihat hasil (output) dari apa yang telah kita lakukan. Apakah yang kita hasilkan dalam kehidupan kita adalah kasih Allah yang memiliki daya cipta yang membangun dan memulihkan apa yang rusak? Jika belum, maka kita sekarang perlu membuka hati selebar-lebarnya agar “bayangan kuasa gelap” di dalam batin kita makin diterangi oleh Roh Kudus agar kasih Allah juga makin dicurahkan di dalam hati kita. Amin.
Pdt. Yohanes Bambang Mulyono
www.yohanesbm.com