KEPEMIMPINAN
KRISTEN DI ABAD 21
Ditulis oleh : Dr. Heryanto D.Th
ABSTRAKSI
Kepempinan
Kristen di abad 21 akan menghadapi suatu keadaan yang penuh dengan pembaharuan
di bagai aspek kehidupan manusia dan organisasi termasuk gereja sebagai sebuah
organisasi spiritual. Adanya persaingan yang amat signifikan sehingga
memunculkan tantangan yang amat kompleks. Untuk itu, sudah waktunya kesadaran
para pemimpin Kristen untuk melihat dan menerima keberadaan gereja sebagai satu
organisasi yang perlu adanya manajemen kerja dan pemimpin yang solid.
Kepemimpinan Kristen di era ini membutuhkan pemimpin yang berkualitas yang mampu
menyiapkan diri dan antisipatif terhadap pengaruh dari arus globalisasi dengan
pegang teguh pada Kebenaran Kristus, pemimpin yang beradaptasi dalam
menjalankan tugas-tugas kepemimpinan dalam mengwujudkan gereja yang berhasil
dan bertumbuh baik kualitas maupun kuantitas.
Setiap
pemimpin dan organisasi sedang menjalani abad 21 dengan beraneka-ragam fenoma
dean situasi. Semua hal yang selama ini dibayang-bayangkan kini telah menjadi
sebuah kenyataan. Memasuki
abad 21 milenium ke tiga ini, manusia akan menghadapi masa depan yang penuh
dengan ketegangan dan ketidak-pastian. Problem kehidupan semakin kompleks.
Tidak seorangpun yang dapat meramalkan apa yang akan terjadi, dan tidak dapat
dibayangkan bagaimana keadaan masa depan bumi yang kita diami. Abad 21 juga abad yang menuntut dalam segala usaha dan
hasil kerja manusia termasuk di bidang kepemimpinan. Drucker menyatakan
tantangan manajemen pada abad 21 adalah berkaitan dengan ‘knowledge worker’ yang memerlukan paradigma manajemen baru.,
strategi baru, pemimpin perubahan, tantangan informasi, produktivitas
kepegawaian berbasis pengetahuan dan kemampuan mengelola diri sendiri.
Kondisi abad 21 ini menjadikan satu
tantangan baru dalam pelayanan gereja. Sadar atau tidak, gereja juga merupakan
sebuah organisasi harus membenahi diri
secara baik untuk mengwujudkan gereja yang berkualitas di tengah-tengah
abad yang sangat cepat berubah dan ketidakpastian. Gereja harus memiliki pemimpin yang visioner,
kreatif dan inovatif, memiliki ilmu
pengetahuan, berkomitmen, mampu membangun komunikasi, memberdayakan sumber daya
manusia yang baik dan membangun melalui nilai-nilai spiritual secara benar terhadap perkembangan yang sedang terjadi. Hal ini
mengingat tanggung jawab seorang pemimpin pada era ini sudah sangat jauh
berbeda, kebutuhan semakin tinggi dan berat, kawasan semakin kompetitif dan
luas, semakin jelas jarak antara pihak yang kuat dengan lemah, kaya dan miskin.
Setiap orang yang ingin sukses dan sehat haruslah membenahi diri menjadi ”tuan
bagi bagi diri sendiri”. Kekuatan setiap pribadi dan organisasi di era
sebelumnya seringkali ada di dalam pengalaman, akan tetapi di era ini dapat dikatakan
pengalaman akan menjadi sebuah sejarah usang bahkan membuat seseorang menjadi
”status qou” yang tidak selamanya menjadi alasan yang memacu keberhasilan.
Dunia berubah. Konsep pemikiran dan tindakan harus berubah total. Saat ini
dunia organisasi membutuhkan orang bergerak cepat, tepat dan melekat.
1. Definisi Pemimpin
Pemahaman tentang pemimpin berbeda dengan kepemimpinan.
Jika kepemimpinan adalah berfokus pada proses pelaksanaan jabatan sementara
pemimpin lebih cenderung mengarah kepada oknum atau seseorang yang bertanggung
jawab untuk kepemimpinan yang baik. Adapun beberapa pendapat bisa dikutip
tentang apa itu pemimpin.
Menurut Nielche Patric mengatakan bahwa pemimpin adalah
orang yang berkuasa di mana aturannya telah dianggap benar baik dengan
pemaksaan terhadap mereka atau dengan kepercayaan masyarakat dalam kemampuan
mereka untuk memimpin mereka dengan baik. Sementara, Stacy T. Rinehart berpendapat bahwa seorang
pemimpin adalah orang yang mengwujudkan sesuatu menjadi kenyataan.
Selanjutnya, menurut Bennis dan Nanus mendefinisikan
kepemimpinan dari sudut pandang pemimpin. Menurutnya, seorang disebut pemimpin,
jika ia mampu memberi visi kepada organisasi dan mampu menjabarkannya menuju
realita. Terakhir, Alan E. Nelson berpendapat bahwa pemimpin adalah
orang yang mampu melihat dan mengemukakan visi, melakukan perubahan dengan cara
menyelaraskan orang-orang dengan sumber daya dan mengatur orang-orang maupun
sistem-sistem untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut.
Jadi, dari ketiga pendapat diatas disimpulkan bahwa
defenisi pemimpin secara umum ialah seorang yang berkuasa melalui visinya dalam
melakukan perubahan yang diselaraskan dengan sumber daya manusia baik melalui
kepercayaan dan paksaan atau dengan jalan mempengaruhi dan mengatur orang lain
untuk mencapai sasarannya.
Siapakah itu pemimpin Kristen? Premis
ini ditegaskan oleh Profesor Dr. J. Robert Clinton yang mengatakan, “Pemimpin
Kristen adalah seseorang yang telah dipanggil Allah sebagai PEMIMPIN yang
ditandai oleh adanya “Kapasitas memimpin dan Tanggung jawab pemberian Allah”
untuk “Memimpin suatu kelompok umat Allah (gereja) dalam “Mencapai TUJUANNYA
bagi, serta melalui kelompok ini” (Clinton 1989:2). Dari penegasan Profesor
Clinton di atas, dapat dikatakan bahwa seorang pemimpin Kristen ada sebagai
pemimpin karena ia dipanggil oleh Allah. Dengan demikian, ia harus memiliki
kesadaran diri sebagai orang yang telah terpanggil Allah dan meneguhkan
kualifikasi dirinya sebagai pemimpin. Sikap ini perlu dipertegas dengan
memperhatikan bahwa seorang pemimpin Kristen adalah seorang individu yang telah
ditebus Allah, yang olehnya ia harus yakin bahwa ia terpanggil Allah untuk
memangku tanggung jawab kepemimpinan. Kebenaran ini pada sisi lain, menegaskan
bahwa Allah telah mengaruniakan kepadanya kapasitas teguh untuk memimpin,
sehingga ia dapat membuktikan diri sebagai pemimpin sejati (Lihat: Kejadian
12:1-3; Keluaran 2-7; dan 18, Roma 12:8, dsb.).
Selanjutnya, seorang
pemimpin yang baik ialah pemimpin tiga arah dimana ia berusaha memimpin ke atas
(lead up), yaitu mempengaruhi
pemimpinannya, dan meringankan atasan. Dia juga memimpin ke samping (lead across), yaitu membantu beban
koleganya untuk mencapai hal produktif dan memperoleh rasa saling hormat. Dan
seterus memimpin ke bawa (lead down)
yaitu membantu anak buah untuk menggali potensinya menjadi contoh peran yang
kuat dan membantu orang lain untuk bergabung demi meraih tujuan yang lebih
tinggi. Dalam, hal ini, tugas pemimpin tidak terbatas pada memimpin anak buah
tetapi juga ke samping dan ke atas.
2. Dasar
Teologis-Filosofis Pemimpin Kristen
Dasar
teologis yang harus dipahami dan harus ada pada seorang pemimpin Kristen, ialah
:
F Pemimpin Kristen
harus memahami dasar kepemimpinan Kristen bahwa ia terpanggil sebagai “pelayan-hamba” (Markus 10:42-45).
Seorang pemimpin Kristen terpanggil oleh Allah kepada tugas dan tanggung jawab
sebagai seorang pelayan dengan status sebagai hamba Allah. Pemimpin Kristen
bukannya terpanggil kepada suatu posisi
atau jabatan tertentu tetapi ia terpanggil kepada tugas dan tanggung jawab
sebagai pelayan/hamba Allah.
F Pemimpin Kristen
harus memiliki motif dasar kepemimpinan Kristen yaitu, pertama: “membina
hubungan” dengan orang yang dipimpinnya / orang lain (Markus 3:13-19; Matius
10:1-4; Lukas 6:12-16), dan Kedua, “Mengutamakan pengabdian” (Lukas 17:7-10).
Mengutamakan pengabdian menekankan bahwa ‘kerja’ adalah fokus, prioritas,
sikap utama serta tekanan utama. Dengan motif ini, seorang pemimpin Kristen
akan mudah mengembangkan integritas diri dan komitmen penuh terhadap tanggung
jawab kepemimpinan yang dipercayakan untuk diembankannya.
3. Kualitas pemimpin Kristen di abad 21
Tantangan-tantangan yang dihadapi para pemimpin di era ini amat
kompleks dan penuh tekanan yang diberikan oleh setiap tantangan tesebut.
Orang-orang semakin rentan dan kehilangan arah dalam masa-masa yang
membingungkan dan tidak jelas ini. Kebebasan pribadi mereka telah menghasilkan
lebih banyak dorongan kecemasan ketimbang kebebasan tanpa batas. Akibatnya,
masa depan adalah sesuatu yang tidak jelas dan menakutkan untuk direnungkan.
Namun, kondisi ini tidak berarti tetap statis sehingga mengharuskan setiap
pemimpin bersifat apatis. Sebagai pemimpin rohani, sikap dalam menyingkapi
situasi yang mencemaskan di abad ini harus tetap berpegang pada kekuatan
spiritualitas. Dalam kepercayaan spiritualitas, kesadaran menjadi sebuah bagian
yang selalu meningkat dalam kehidupan ini dan bersama kesadaran muncul
kepercayaan terhadap kehidupan karena kehidupan berkembang. Manakala ia
menerima kehidupan apa adanya, ia dapat membuat penyesuaian-penyesuaian yang
pantas, efektif dan realistis.
Kualitas spiritualitas yang dibutuhkan
seorang pemimpin rohani di era ini, a.l.:
§ Pemimpin harus waspada dan antisipatif.
Yakobus 4:7 berkata, “Karena
itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah iblis, maka ia akan lari dari padamu!”.
Siapa yang dapat mengusir kegelapan jika bukan terang? Tantangan kehidupan bisa
saja diumpamakan ‘air bah’ dalam cerita klasik di Perjanjian Lama (Kej. 9:12-17).
Siapakah yang dapat melawan ‘air bah’? Mungkinkah dalam ‘air bah’ ada cerita keselamatan?
Terbukti, sebegitu dashyatnya air bah ternyata ada satu keluarga yang Tuhan
sisanya untuk berkehidupan yaitu “Nuh dan keluarganya”. Iblis bukanlah air bah,
sekalipun ia berjuang habis-habisan untuk membinasakan umatNya dan membuat
setiap pikiran tertuju pada kebinasaan seperti kisah air bah. Namun,
satu-satunya cara air bah bisa menyebabkan kehancuran dalam hidup ini ketika
diyakininya bahwa iblis itulah air bah sehingga membuka peluang baginya. Untuk
itu, setiap pemimpin perlu waspada dan antisipatif, sebagaimana di katakan
dalam FirmanNya, bahwa “sadarlah dan berjaga-jagalah. Lawanmu iblis
berjalan berkeliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari
orang-orang yang dapat ditelannya.” (I Petrus 5:8). Sekalipun kondisi abad
21 yang penuh penyesatan, tidaklah semena-mena akan mempengaruhi dan
mengoyahkan sang pemimpin sebab tidak semua orang bisa ditelannya malahan bisa
dienyahkannya spanjang pemimpin memiliki spiritual dan mengandalkan kuasa
FirmanNya.
§ Pemimpin harus mempersiapkan diri
menghadapi situasi yang sulit
“…..namun berawas-awaslah, jangan
kamu gelisah, sebab semua itu harus terjadi,..” (Matius 24:6)
Tidak bisa dipungkiri
lagi, situasi abad 21 ini membuat semua orang dengan tingkatan dan posisi
apapun dalam keadaan penuh kekuatiran dan kebimbangan. Dinamika perkembangan
dan perubahan begitu cepat, kompetitif bagi semua kaum tak terelakkan bahkan
tuntutan sesuai dengan kebutuhan zaman semakin tinggi. Untuk itu, suatu nats
yang sangat membuat setiap orang menjadi bijak adalah menyadari setiap keadaan
tidak ada yang pasti dan semua kejadian baik suka-duka bisa saja sewaktu-waktu
terjadi tanpa dapat dipredeksi. Setiap
orang khususnya pemimpin harus sadar bahwa ianya senantiasa bertumbuh subur
justru dalam masa-masa sukar yang perlu mempersiapkan diri sejak dini. Setiap
pemimpin harus bisa membaca keadaan hari ini dan esok. Para pemimpin harus
mengetahui arah yang hendak mereka tuju dan mereka harus menumbuhkan rasa
percaya diri dalam diri orang lain yang ingin mengikuti mereka. Dalam masa
pengolakan para pemimpin harus memperlihatkan tingkat persepsi dan wawasan yang
luar biasa untuk masuk ke dalam realitas-realitas dunia. Anggaplah setiap detik ke
depan keadaan akan buruk sehingga setiap detik yang sedang dijalani adalah
mempersiapkan diri bukan menanti dengan kegelisahan, sebab semua keadaan itu
harus terjadi. Ketika masa-masa itu datang, tidak ada alasan untuk terpengaruh
sebab Firman Tuhan sudah membangun dalam pemikiran dan hati sehingga semua
kondisi dapat dihadapi penuh kesiapan.
§ Pemimpin yang teguh pada Kebenaran
“Tetapi hendaklah engkau tetap
berpegang pada kebenaran yang telah engkau terima dan engkau yakini, dengan
selalu mengingat orang yang telah mengajarkannya kepadamu.
Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau
sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun
engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus.” (2 Timotius 3 : 14-15). Sebagaimana abad 21
ditandai dengan menglobalnya semua eksistensi kehidupan manusia maupun
organisasi termasuk berdampak pada pemimpin gereja. Di Abad 21 ini,
Sumber Daya Pelayan gereja harus memiliki mindset global yaitu memiliki kerangka berpikir global yang mampu
mengantisipasi tuntutan global. Secara psikologis, Sumber Daya Manusia tersebut
mampu mengintegrasikan fungsi empat kualitas (IQ, EQ, SQ, MQ). Artinya Sumber Daya Manusia dalam pelayanan
tidak cukup cerdas intelektual(IQ) atau memiliki gelar saja, tetapi pula cerdas berhikmat dan bijaksana (EQ), serta
memiliki kemampuan untuk mematuhi nilai-nilai, norma dan ajaran-ajaran sesuai
dengan Kebenaran Alkitab (SQ) di tengah zaman yang carut-marut dampak dari
proses globalisasi. Melalui ketiga hal
(IQ, EQ dan SQ), akan mempermudah seseorang untuk bertanggung jawab secara
moral (MQ) sesuai dengan Kebenaran Allah baik kepada Allah maupun sesama. Dari
ke empat kecerdasan seorang pemimpin menunjukkan sumber daya manusia yang kedewasaan dalam spiritual yang tergambar di
Alkitab, “sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan
pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat
pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi
anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh
permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan
teguh berpegang kepada kebenaran….” (Efesus 4:13-15), yaitu memiliki
kesatuan iman dan pengetahuan yang benar, memiliki kedewasaan, tetap teguh
berpegang dalam Kebenaran dalam menghadapi rupa-rupa ajaran dan pengaruh yang
licik dan menyesatkan di era globalisasi ini.
4. Kompetensi pemimpin di abad 21
Setiap organisasi apapun
membutuhkan seorang pemimpin teristimewa di abad 21 ini. Kedashyatan pengaruh
abad 21 terhadap sebuah organisasi menang atau kalah terletak di tangan
pemimpin dan manajemennya. Untuk itu, pemimpin perlu kompetensi dalam
mengantispatif kejatuhan dan kehancuran organisasi akibat dampak abad
globalisasi ini. Untuk itu, kompetensi seorang pemimpin rohani, antara lain :
a.
Visi
Dalam
kamus The Advanced Learner’s Dictionary of Current English oleh A.S.Hornby,
E.V.Gatenby dan H.Wakefielod Vision berarti power
of seeing or imaginging (kekuatan melihat atau berimajinasi) Visi memiliki pengertian
lainnya, “kemampuan melihat lebih dari keadaan normal, yaitu suatu kemampuan
untuk melihat serta memahami sesuatu yang tidak terlihat oleh orang kebanyakan
dan sebagainya.”
Jadi, visi bukan saja impian namun “The
super power eye” mata yang memiliki
kekuatan yang lebih untuk melihat jauh ke depan dari suatu keadaan terbaru yang
bakal terjadi dan tak terbaca oleh siapapun.
Organisasi
tanpa visi yang jelas akan bergerak dengan ragu-ragu dan mudah terombang-ambing
oleh tekanan eksternal. Akibatnya setiap orang didalam organisasi akan
kehilangan komitmen dan lebih banyak bergerak untuk mencapai tujuan-tujuan yang
sepele. Organisasi akan berjalan lambat dan tidak akan pernah menghasilkan
perubahan yang siginifikan dan berharga. Visi organisasi yang baik mengandung
unsur-unsur, antara lain menciptakan hubungan saat ini menuju masa depan,
memunculkan motivasi dan semengat menuju masa depan, memunculkan motivasi dan
semangat menuju masa depan, menyediakan makna kerja bagi orang-orang dan
menetapkan standar kualitas di dalam organisasi. Jelaslah, jembatan
keberhasilan seorang pemimpin terhadap organisasinya adalah sebuah visi yang
mampu mengarahkan sang pemimpin maupun semua anggotanya untuk melihat ke depan,
sesuatu yang baru, sesuatu yang bakal terjadi, sesuatu yang menimbulkan
perubahan dan semua unsur dalam organisasi terinspirasi untuk menyiapkan diri
dan segenap potensi untuk mencapainya. Seorang pemimpin Kristen harus memiliki
visi yang jelas sejalan dengan kemajuan dan perkembangan di era globalisasi
agar terjadinjya kebangkitan bukan tergilas pelayanan oleh dampak globalisasi.
b.
Kreatif
dan Inovatif
Apakah kunci keberhasilan dalam
situasi kehidupan yang penuh persaingan dewasa ini? Bagaimana agar kita dapat
berprestasi dan menghasilkan karya yang besar dalam kehidupan yang penuh
tekanan seperti ini? Banyak orang menyakini bahwa kreativitas merupakan salah
satu unsur penting dalam mencapai keberhasilan. Ada anggapan yang mengatakan
bahwa kreativitas merupakan bakat pribadi sejak lahir. Sementara anggapan lain
mengatakan bahwa kreativitas merupakan milik orang-orang tertentu saja, seperti
para pekerja seni, orang-orang muda, para entertainer, pengusaha, atau
orang-orang dari suku dan ras teertentu. Pendapat dan angapan seperti ini tentu
saja tidak sepenuhnya benar. “Setiap orang memiliki kreativitas” demikian
pendapat Carol K. Bowman. Artinya, siapapun kita, dari suku mana pun, dari
keluarga apa pun, dari wilayah mana pun, bahkan berapapun usia kita, semua
memiliki anugerah berupa kemampuan menjadi kreatif
dan inovatif. Intinya, setiap orang yang memiliki otak yang masih berfungsi
dengan baik, mampu berpikir kreatif atau memiliki energy kreativitas dalam
dirinya. Apa sesungguhnya berpikir kreatif itu? Menurut Dr. Harvey C.L.,
berpikir kreatif merupakan kemampuan menggali dan mengumpulkan gagasan-gagasan
baru yang asing bagi kebanyakan orang atau kemampuan merancang kembali
gagasan-gagasan lama dan menempatkannya ke dalam ide-ide baru. Dengan demikian,
kreativitas itu bisa berhubungan dengan gagasan-gagasan baru yang berbeda atau
kemampuan merancang kembali gagasan lama untuk menghasilkan sesuatu yang baru.
Menurut pandangan para ahli, seseorang yang kreatif itu dapat melihat segala
sesuatu dari cara berbeda dan baru yang biasanya tidak terlihat oleh orang
lain.
Elemen-elemen berpikir kreatif, antara lain
:
§ Kecakapan
Kecakapan berarti
kemampuan melahirkan banyak alternatif, sinonim, ide, solusi, kecepatan,
kemudahan dalam melahirkan sebuah karya. Kecakapan sangat tergantung pada
banyak respon yang bisa diproduksi oleh manusia.
§ Fleksibilitas
Fleksibiltas merupakan
kebalikan dari sifat kaku, yang hanya meyakini pola-pola piker tertentu seperti
sebelumnya. Fleksibilitas menuntut
kecenderungan untuk mengubah pemikiran seseorang berdasarkan perubahan sikap
dan ketetapan serta melihat banyak hal dari sejumlah sisi yang berbeda dan
tidak terbatas pada satu sisi.
§ Originalitas
Originalitas dianggap
sebagai unsur terbesar yang berkaitan dengan berdasar pada usaha melahirkan
ide-ide baru atau cara baru dalam tatanan nilai di masyarakat dan lahir dari
dalam diri seseorang. Dengan kata lain, originalitas itu merupakan nilai
istimewa dan tidak ada duanya dalam berpikir dengan tetap menjaga identitasnya,
serta merupakan sebuah kekuatan besar yang dimiliki oleh seseorang untuk
mengimplementasikan ide yang tidak diketahui oleh banyak orang.
Jadi,
kunci kesuksesan sebuah organisasi sangat erat hubungan dengan kepemimpinan
yang kreatif (creative leadership),
yang memiliki kemampuan mengajak, mengarahkan, dan memberdayakan SDM agar
berani bertindak inovatif-kreatif
sesuai budaya organisasi masing-masing. Formula dasar kepemimpinan kreatif
dipengaruhi oleh faktor Appropriate
Leader Responds (Ketepatan sang pemimpin memberikan tanggapan) terhadap
peluang dan ancaman yang timbul sebagai dampak interaksi dinamis antara visi,
misi, nilai dan dorongan bertindak sesuai dengan budaya organisasi.
Sedangkan, Inovasi adalah
persediaan kreatif para pemimpin sejati. Sasaran tertinggi kepemimpinan adalah
untuk sukses mencapai dan menyelesaikan suatu visi yang sudah ditetapkan
sebelumnya untuk memenuhi tujuan utama. Peran pemimpin adalah memberikan
pengertian akan tujuan, visi, motivasi, momentum, dan lingkungan yang produktif
untuk menyelesaikan tugas ini. Dipandang dari pola pikir innovator, kita
melihat beberapa definisi inovasi. Inovasi adalah :
·
Kapasitas untuk menciptakan pendekatan dan konsep baru untuk
menangani tantangan lama dan baru
·
Kepekaan untuk melihat kemungkinan dalam kombinasi konsep lama
dan baru
·
Penciptaan, pengembangan, dan aplikasi cara-cara yang belum
teruji untuk mengatasi masalah lama dan baru
·
Kapasitas untuk berpikir melampaui apa yang sudah diketahui,
menantang norma dan percaya pada kemampuan seseorang untuk mengatasi masalah
Seorang pemimpin harus mampu
membuat perubahan bagi kelompoknya. Perubahan yang dimaksud bisa berupa
ide-ide, cara kerja atau kreativitas baru dalam kegiatan kelompok yang akan
meningkatkan hasil. Seorang pemimpin juga harus memiliki ide-ide yang brilian,
orisinal, dan kreatif sehingga kelompoknya dapat lebih termotivasi. Hal-hal
yang baru biasanya lebih menarik dan dapat mengurangi kejenuhan. Kelompok yang
penuh dengan ide-ide baru dan hal-hal yang kreatif, menarik akan lebih menonjol
dibandingkan dengan kelompok lain.
Di sisi lain, pemberdayaan mendorong munculnya inovasi karena karyawan
(anggota) mempunyai wewenang untuk mencoba hal-hal baru dan mengambil keputusan
tentang bagaimana mengerjakan dan menyelesaikan tugasnya dengan cara baru yang
lebih efektif. Pemimpin mendorong bawahan (anggota) untuk menciptakan
produk-produk (cat : metode pelayanan) baru, dan ketika hasilnya kurang
memuaskan, pemimpin tetap mendorong mereka untuk berusaha lebih baik lagi.
Jadi, inovasi membutuhkan budaya organisasi yang menerima kegagalan, memberikan
keleluasan dan kebebasan beraktualisasi. Tanpa penerimaan atas kegagalan, maka
inovasi tidak akan pernah muncul dari usaha bawahan (kreativitas anggota).
Pemimpin tidak menghukum kegagalan akibat usaha-usaha untuk menciptakan inovasi
baru, tetapi pemimpin mengecam bawahan yang tidak berusaha sama sekali untuk
menciptakan inovasi. Karena pemimpin menyakini bahwa kegagalan dari satu
inovasi tersebut hanya merupakan kesuksesan yang tertunda, sebab di hari lain
inovasi akan disempurnakan dan menghasilkan keuntungan besar bagi
organisasi.Pemimpin menyakini bahwa tidak ada inovasi tanpa kegagalan,
kesempurnaan inovasi hanya lahir dari proses belajar terhadap kegagalan.
Untuk itu, seorang pemimpin sejati mendorong kreativitas dan inovasi. Pemimpin
sejati tidak membatasi melainkan mendorong kreativitas dan inovasi di antara
orang-orang mereka.
Jadi, organisasi di abad 21 ini sangat membutuhkan pemimpin yang kreatif dan
inovatif, di mana pemimpin yang memiliki kemampuan untuk meresponi perubahan ke
depan dengan mengubah gagasan-gagasan lama menjadi sesuatu baru yang memiliki “selling value” yang tinggi atau
membangun ide-ide produktif dan berkompetitif
tinggi yang belum terpikirkan, diketahui atau dimiliki siapapun. Dengan
sesuatu yang baru dimiliki terus mendorong dan memotivasi anggota untuk
melakukan perubahan atau pembaharuan (inovatif), dengan metode ini maka setiap
pemimpin dan anggota dalam sebuah organisasi tidak hanya memiliki daya saing
yang kuat dan tinggi melainkan mampu menguasai dan memiliki pasar itu sendiri. Di
sisi lain, perubahan dalam artian positif perlu menjadi ciri khas sebuah
institusi. Apalagi institusi perusahaan dan lembaga pelayan public. Tanpa adanya perubahan maka ia
tidak mampu melayani konsumen / masyarakat yang telah berubah. Bila demikian
maka hanya satu kata, tunggu matinya saja. Seorang pemimpin memang agen dan
penyebab perubahan. Jadi, pemimpin adalah perubah dan perubahan. Kalau tidak
bisa melakukan perubahan bukan pemimpin namanya tapi pemelihara.
c.
Pengetahuan
Kemampuan sebuah
organisasi untuk memanfaatkan dan memaksimalkan aset pengetahuan di abad kedua
puluh satu memainkan peran dominan dalam menciptakan keunggulan bersaing. Lebih
dari aset dominan atau aset fisik, aset pengetahuan semakin penting sebagai
bahan baku pekerjaan dan penggerak utama dari sukses bisnis. Apa yang disebut
aset pengetahuan? Dinyatakan secara sederhana, aset pengetahuan adalah segala
sesuatu yang diketahui oleh setiap orang dalam organisasi anda. Aset
pengetahuan termasuk ketrampilan, pengalaman, hubungan dengan klien (jemaat),
pemahaman tentang persaingan, prosedur strategi pemasaran, dan lainnya.
Manusia adalah aset terpenting karena itu pendekatannya mestinya efektivitas.
Ini beda dengan aset yang lain di mana justru dibutuhkan pendekatan efisiensi.
Karena itu jangan pernah menghitung pelatihan dan pengembangan SDM sebagai
biaya. Tapi bila dilakukan secara benar, ia sebetulnya adalah investasi. Untuk
memenangkan persaingan di era pengetahuan ini ada 2 hal yang menjadi tugas
perusahaan (organisasi). Pertama, bagaimana bisa meningkatkan kemampuan
intelektual dan manusianya. Kedua, bagaimana agar pengetahuan yang dimiliki
orang-orang dalam organisasi tadi dapat menjadi properti perusahaan
(organisasi). Hal ini berhubungan dengan Knowledge
Management yang intinya adalah menciptakan suatu sistem pengetahuan terpadu
yang merupakan akumulasi dari berbagai pengetahuan yang dimiliki setiap
individu di dalam organisasi. Dengan sistem ini orang bisa datang dan pergi
tetapi pengetahuan yang mereka sumbangkan untuk organisasi telah menjadi aset
organisasi yang dapat terus menerus dikembangkan dan disinergikan.
Jadi, aset pengetahuan sangatlah penting
dan harus dimiliki oleh setiap pemimpin Kristen baik pengetahuan sekuler
terlebih pengetahuan spiritual, agar inteletualitas pemimpin mampu
memberdayakan, mengarahkan dan mengembangkan organisasinya meskipun kondisi
abad 21 adalah situasi yang amat genting. Apa hubungan pengetahuan Alkitab
dengan kepemimpinan Kristen? Pengetahuan mengandung tanggung jawab yang serius
yaitu bertindak berdasarkan pengetahuan tersebut sebagai upaya menterjemahkan
pengetahuan kita ke dalam perilaku yang tepat. Pertama, pengetahuan seharusnya membawa kita kepada ibadah yang
lebih dalam. Kedua, pengetahuan
seharusnya membuat kita semakin beriman. Pengetahuan adalah dasar dari iman dan
membuat iman kita dapat dimengerti. Ketiga,
pengetahuan sepatutnya membawa kita kepada kekudusan.
Dengan memiliki pengetahuan Alkitab maka para pemimpin mampu berperilaku
sebagai pemimpin pelayan Kebenaran dan bertumbuh dalam spiritualitas secara
baik.
d. Komitmen
Dinamika organisasi selain
ditentukan oleh adanya program kegiatan dari orang-orang yang menjalankannya,
juga ditentukan oleh komitmen seluruh unsur dari organisasi itu sendiri. Meski
organisasi memiliki program yang baik dan berdaya manfaat, tetapi kalau tidak
didukung oleh komitmen para pelaku organisasi
maka program tersebut akan menjadi monumen tertulis dan organisasi juga tidak
akan berlangsung. Komitmen bersama dari seluruh elemen organisasi sangat
dibutuhkan karena akan memengaruhi dinamika organisasi. Para ahli mengatakan
bahwa komitmen dalam berorganisasi adalah sikap atau perilaku anggota yang
berkaitan dengan seberapa kuat daya ikat dan hubungan intim kedekatannya
terhadap organisasinya. Seorang individu yang memiliki komitmen tinggi
kemungkinan akan melihat dirinya sebagai anggota sejati dari organisasi. Dari
beberapa definisi yang ada, penulis mencoba merangkumkan bahwa komitmen adalah sikap hati yang harus dimiliki anggota
organisasi sebagai upaya untuk kemajuan organisasi. Hal-hal yang berkaitan
dengan komitmen berorganisasi itu mengandung sikap-sikap antara lain: (a) Rasa
kepercayaan yang kuat terhadap organisasi dan nilai-nilai organisasi, (b)
Harapan akan kemajuan organisasi, (c) Kebutuhan untuk tetap menjadi bagian dari
organisasi, (d) Keterlibatan dalam dinamika organisasi dan menjadikan
organisasi sebagai tempat untuk meningkatkan kapasitas dirinya.
Komitmen
adalah ketetapan hati yang tguh untuk mencapai hasil yang kita katakan akan
kita capai. Orang yang memiliki komitmen menyingkirkan alasan. Mereka tidak
akan membiarkan segala rintangan atau masalah menghalangi mereka untuk terus
melaju. Mereka yakin diri mereka dapat melakukan apa yang diperlukan untuk
sukses, dan mereka berusaha sangat keras. Mereka mengerjakan tugas mereka.
Mereka benar-benar siap. Mereka bertindak dan tekun.
Orang yang berkomitmen adalah orang yang punya ‘tekad’ karena itu dia memasang
target pada setiap kegiatan yang dilakukannya, setahap demi setahap, bulan demi
bulan. Target ini akan membawanya lebih dekat kepada ‘impiannya’. Ingat, impian
kita tidaklah mudah dan tidak akan
tercapai hanya dalam waktu satu atau dua tahun. Karena itu kita juga harus
bersabar dan pasanglah target untuk diri
sendiri setiap bulan, triwulan dan tahun. Jangan menyerah kepada setiap
rintangan betatapun besarnya. Mereka yang bertahan akan menang.
Sebagaimana dikatakan dalam Alkitab, “Berbahagialah orang yang bertahan dalam
pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan
yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia.” (Yakobus 1:12).
Sebagai
pemimpin, bagaimana kita harus menunjukkan dan mempraktikkan komitmenYesus
mengungkapkan standarnya tentang komitmen yang mendalam dalam Injil Matius :
Lalu Yesus berkata
kepada murid-murid-Nya: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus
menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan
nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya
karena Aku, ia akan memperolehnya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia
tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti
nyawanya?
(Matius 16 : 24-26)
Yesus mengatakan
ini kepada murid-muridNya, tetapi apa yang dikatakan Yesus itu masih memanggil
kita untuk bertindak. Melalui kata-kata yang hidup ini, Yesus memperjelas kalau
Ia menuntut komitmen total dari para pengikutNya. Yesus berkata kalau seseorang
tidak melakukan apapun maka dia akan kehilangan segalanya. Sebagai pemimpin
Kristen, komitmen itu harus tetap kuat sampai akhir hidup kita di dunia ini. Untuk
itu, isu yang paling esensi dalam mempertahankan organisasi eksis secara
internal maupun eksternal sangat tergantung satu kata “komitmen” baik pemimpin
maupun anggotanya di tengah kesulitan, tantangan dan ancaman yang bisa saja
terjadi tidak hanya pada organisasi melainkan setiap individu. Hanya orang yang
memiliki “gol” (sasaran, tujuan atau target) yang tak tertawarkan oleh siapapun
yang bisa memiliki komitmen tinggi, sebab demi semuanya jika sudah komitmen
penuh terhadap target yang harus dicapai, maka ia akan memiliki prinsip baja
dan tidak akan mundur selangkahpun untuk mencapai gol atau targetnya. Begitulah
pemimpin Kristen abad 21 yang dibutuhkan berkomitmen untuk mencapai hasil yang
maksimal baik kualitatif maupun kuantitatif dalam pelayanannya di era
globalisasi ini sekalipun laut harus
diseberangi, gunung harus didaki, jurang harus dilalui, semua akan dilakukan
penuh komitmen maka target akan diraih.
e.
Komunikasi
Komunikasi memegang peran
yang sangat penting dalam suatu interaksi sosial, oleh karena itu berpengaruh
dalam dunia kerja. Tempat kerja merupakan suatu komunitas sosial yang
memfokuskan pada peran dari komunikasi, sehingga aktivitas kerja dapat
dioptimalkan. Penggunaan komunikasi baik secara verbal maupun non verbal berpengaruh
cukup besar pada lingkungan kerja yang diwujudkan dalam visi serta misi
perusahaan. Secara tidak langsung dibutuhkan suatu komunikasi yang efektif
dalam menggerakkan jalannya perusahaan, semakin efektif komunikasi yang dibina
dalam tiap-tiap departemen akan semakin produktif perilaku karyawan dalam
menjalankan pekerjaannya.
Dewasa ini di era
keterbukaan membina hubungan dengan luar negeri, membuka peluang tenaga kerja
dari luar Indonesia yang tidak langsung berpotensi menimbulkan suatu persoalan
adaptasi budaya kerja dan komunikasi dalam perusahaan. Seperti kendala
penggunaan bahasa dan bagaimana mensosialisasikan budaya kerja pekerja asing
yang mempunyai posisi sebagai atasan kepada para bawahannya yang memiliki latar
belakang budaya yang jelas berbeda, sehingga mampu mengoptimalkan produktivitas
kerja.
Demikianlah, komunikasi
ada di mana-mana, oleh karena itu banyak orang merasa telah mengetahui dan
menguasainya. Dalam kehidupan sehari-hari terutama di dalam hubungan dengan
orang lain maka kita menggunakan komunikasi, demikian pula di dalam pekerjaan
kita melakukan komunikasi agar dapat tercapai tujuan kita. Setiap hubungan
interaksional mengandung situasi komunikasi. Dan proses komunikasi yang terjadi
berbeda-beda untuk setiap hubungan interaksional. Misalnya antara situasi
komunikasi dalam bekerja dengan situasi wawancara atau konsultasi dan lain
sebagainya.
Komunikasi jelas merupakan sisi yang paling penting dari keberadaan pemimpin
transparan. Seorang pemimpin harus tahu cara berkomunikasi, kapan harus berkomunikasi,
dan apa yang harus dikomunikasikan secara tepat dan efektif. Komunikasi sangat
penting untuk membangun kepercayaan stakeholder. Komunikasi adalah segalanya,
dan merupakan satu kesatuan strategi kepemimpinan yang transparandari eksekutif
manapun. Pemimpin yang baik berusaha menjadi komunikator yang baik.
Pemeliharaan hubungan baik ke luar maupun ke dalam dilakukan melalui proses
komunikasi, baik secara lisan maupun secara tertulis. Berbagai katagori
keputusan yang telah diambil disampaikan kepada para pelaksana melalui jalur
komunikasi yang terdapat dalam organisasi. Bahkan sesungguhnya interaksi yang
terjadi antara atasan dengan bawahan, antara sesama pejabat pimpinan dan antara
sesama petugas pelaksana kegiatan operasional dimungkinkan terjadi dengan
serasi berkat terjadinya komunikasi yang efektif. Tidak dapat disangkal bahwa
salah satu fungsi pimpinan yang bersifat hakiki adalah berkomunikasi secara
efektif.
Hasil berpikir seseorang yang cemerlang tidak ada artinya jika tidak dinyatakan
dan dikomunikasikan. Hasil berpikir yang ada dalam pikiran tidak pernah
diketahui orang lain selama tidak dinyatakan secara lisan atau tertulis atau
dalam bentuk tindakan / perilaku. Demikian juga bagi seorang pemimpin, hasil
berpikirnya tidak akan berfungsi dalam menggerakkan anggota organisasinya, jika
tidak dikomunikasikan secara efektif. Pandai berkomunikasi berarti pandai
mengorganisasi buah pikiran ke dalam bentuk ucapan-ucapan yang jelas,
menggunakan tutur kata yang enak didengar, mampu menarik perhatian orang lain.
Komunikasi baik diikuti dengan perilaku jujur, konsisten dalam pembicaraan akan
sangat membantu seseorang mengembangkan karir masa depan. Akhirnya, dengan
ketrampilan berkomunikasi itu seseorang dapat mencapai puncak karir, meraih
kursi empuk yang menjadi idaman setiap orang.
Pemimpin tidak cukup hanya memiliki
kemampuan membuat komitmen / keputusan di dalam proses berpikirnya. Komitmen /
keputusannya itu harus diterjemahkan menjadi gagasan, prakarsa, inisiatif,
kreatifitas, pendapat, saran, perintah dan lainnya yang sejenis, baik lisan
atau tertulis, agar diketahui orang lain, khususnya anggota kelompoknya
sendiri. Dengan demikian berarti hasil berpikir itu harus dikomunikasikan agar
menjadi perangsang bagi orang lain untuk ikut memikirkan dan
mempertimbangkannya sebelum diwujudkan menjadi tindakan atau kegiatan
organisasi.
Salah
satu peran pemimpin yang paling esensial adalah mempengaruhi anggota/bawahan,
untuk itu sangat ditentukan sejauh mana para pemimpin bisa memiliki
keterampilan dan kemampuan menjalankan fungi komunikasi secara baik karenanya
komunikasi yang baik dan menjadi efektif akan ditentukan pula oleh kepercayaan
dan keyakinan pribadi dalam memimpin. Kepercayaan dan keyakinan hanya dapat
terbentuk hanya dalam lingkungan harmonis antara pimpinan dengan bawahannya
yang dapat benar-benar berkomunikasi dengan baik yang sejalan dengan makna
fungsi komunikasi. Di abad globalisasi ini, peran pemimpin sebagai kominikator
selain untuk mempersatukan energi, menyeragamamkan sistem dengan satu komando,
justru untuk membuka persepsi atau mindset
anggota untuk melihat situasi abad 21 ke depan dan mensosialisasikan visi dan
misi organisasi ke depan. Prinsip penting, jika pemimpin tanpa komunikasi
adalah pemimpin mati dan tak akan membuahkan hasil apapun terhadap
siapapun, Dengan demikian untuk
menjadikan komunikasi yang efektif, dituntut pengasahan secara terus menerus
oleh pemimpin yang menyadari bahwa kepemimpinan akan berhasil bila secara
sungguh-sungguh memahami fungsi komunikasi disatu sisi dan disisi lain
melaksanakan proses komunikasi, sehingga waktu hidup kita sebagian besar
dipergunakan dalam berpikir untuk menulis, membaca, berbicara dan mendengarkan
dalam kerangka hubungan individu, kelompok dan organisasi. Di abad globalisasi
ini, peran pemimpin sebagai kominikator selain untuk mempersatukan energi,
menyeragamamkan sistem dengan satu komando, justru untuk membuka persepsi atau mindset anggota untuk melihat situasi
abad 21 ke depan dan mensosialisasikan visi dan misi organisasi ke depan.
Prinsip penting, jika pemimpin tanpa komunikasi adalah pemimpin mati dan tak
akan membuahkan hasil apapun terhadap siapapun. Dengan demikian untuk
menjadikan komunikasi yang efektif, dituntut pengasahan secara terus menerus
oleh pemimpin yang menyadari bahwa kepemimpinan akan berhasil bila secara
sungguh-sungguh memahami fungsi komunikasi disatu sisi dan disisi lain
melaksanakan proses komunikasi, sehingga waktu hidup kita sebagian besar
dipergunakan dalam berpikir untuk menulis, membaca, berbicara dan mendengarkan
dalam kerangka hubungan individu, kelompok dan organisasi.
5. Pemimpin yang unggul di abad 21
Bagaimana pemimin yang unggul di abad 21?
Keunggulan yang diharapkan adalah unggul secara internal maupun eksternal,
unggul secara pribadi maupun orang lain dalam berorganisasi menuju kesuksesan
di era globalisasi ini. Tentu, proses dari kelima kompetensi di atas diharapkan
akan menunculkan pemimpin dan organisasi yang unggul dalam tiga kreteria,
antara lain :
a. Profesional
Dunia yang modern dan serba canggih ini menuntut
setiap orang bekerja secara professional. Tanpa professional pekerjaan
seseorang akan ditinggalkan dan bahkan tidak laku lagi. Mau atau tidak mau,
siap atau tidak siap, semua harus mengembangkan dirinya menjadi seorang
professional yang handal dan ahli di bidangnya. Entahkah anda seorang pemimpin,
seorang karyawan, seorang pekerja lapangan, seorang juru masak, seorang supir,
seorang pekerja rumah tangga atau seorang pedagang, seorang pembuat barang,
seorang penyedia jasa, seorang seniman, seorang olahragawan atau seorang
petani, seorang peternak, seorang nelayan, seorang teknisi, seorang tukang kayu
atau seorang guru, seorang rohaniawanatau profesi-profesi lain yang begitu
banyak ragamnya, kita semua dituntut untuk bekerja professional. Apapun profesi
anda, di mana pun anda berada, berapa pun usia anda, anda berhak menjadi
seorang professional. Profesional bukan hanya milik orang tertentu yang
memiliki pendidikan tinggi, berpakaian rapi, berkantor di daerah bergengsi,
dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang memadai, serta mendapat imbalan gaji
tinggi. Profesional itu milik semua orang yang bersedia membayar harga untuk
profesionalisme sesuai dengan bidangnya. Manusia professional adalah orang yang
bekerja sesuai bidang keahlian yang ditekuni untuk menghasilkan produk
berkualitas tinggi sebagai wujud dedikasi dalam pengabdian diri dengan
berpegang pada etika profesi, sehingga berhak menerima bayaran sesuai prestasi.
Untuk menjadi seorang professional, paling sedikit ada kreteria-kreteria
berikut ini.
Pertama, ia menguasai
bidang pekerjaan yang ditekuni.
Kedua,
ia menghasilkan produksi (hasil) yang berkualitas tinggi.
Ketiga, ia mengabdikan diri sebagai wujud dedikasi.
Keempat, ia mematuhi etika dalam
mengemban profesi.
Kelima, ia layak
menerima bayaran sesuai dengan prestasi.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa profesionalis kepemimpinan di abad 21 membutuhkan
seorang pemimpin mampu menjalankan profesinya secara holistik. Didukung oleh
kemampuan kompetensi di atas, maka pemimpin dapat mempengaruhi sikap dan
perilaku atas usahanya terhadap orang lain menuju arah yang lebih baik dan
komprehensif. Dan melalui profesionalisme itu, ia memanfaatkan ilmu (informasi)
dan pengetahuan (pengalaman) ke dalam proses berpikir
vertical artinya memanfaatkan informasi dan pengalaman demi ilmu
dan pengetahuan untuk digerakkan dalam merumuskan masalah dan pemecahannya,
sedangkan berpikir
lateral bukan demi
ilmu dan pengetahuan itu sendiri melainkan mencoba menggunakan kreativitasnya
(daya cipta, imajinasi, ide-ide) yang cemerlang untuk melakukan
terobosan-terobosan. Sehingga dalam profesionalisme itu organisasi dan anggota
yang dipimpinnya dapat diberdayakan di era globalisasi secara produktif.
b. Self Leadership
Abad globalisasi membawa perubahan yang sangat
radikal. Setiap organisasi di abad ini dituntut kualitas dan produktivitas yang
tinggi agar memiliki
spirit dan
power untuk mengendalikan atau menguasai
kemajuan dan perubahan di era ini supaya tetap jaya dan menjadi pemenang dalam
setiap kompetitif. Untuk itu, kekuatan pengetahuan, pengalaman dan kepribadian sangat
memberi pengaruh dan nilai tersendiri bagi organisasi secara internal maupun
eksternal. Untuk itu, ketika keberhasilan yang menjadi target maka setiap
individu harus mau membangun diri langsung atau tidak langsung atau menjadikan
Self Leadership untuk menju
Self owner. Abad ke 21 membawa sejumlah tantangan dan
sekaligus merupakan peluang.
Self
Leadership adalah kunci dalam meningkatkan kemampuan kita. Sedangkan
superleadership sebagai perangkat para
pemimpin agar mampu menciptakan
self-leadership
kepada orang lain.
Jadi, pemimpin yang unggul adalah pemimpin yang dapat membangun
self-leadership di tengah-tengah
organisasi dan komunitasnya.
c. Nilai
Nilai-nilai sangat penting
bagi kepemimpinan yang berhasil. Nilai-nilai adalah kebenaran yang tidak bisa
dikompromi dan dibantah yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku kita.
Nilai-nilai memberikan motivasi karena menjelaskan kepada kita mengapa kita melakukan tindakan-tindakan
dan bersifat membatasi. Karena menempatkan batasan-batasan di sekeliling
perilaku kita. Nilai-nilai adalah apa yang kita anggap penting dan yang
memberikan arahan dan bimbingan terhadap emosi-emosi kita.
Nilai atau value adalah sesuatu yang
kita percayai sebagai hal yang penting bagi diri kita.dan nilai adalah sumber
motivasi. Jika anda percaya bahwa sesuatu penting bagi anda maka anda akan
termotivasi untuk melakukan hal itu. Sesuatu yang penting bagi anda akan
menghasilkan dorongan internal yang kita sebut motivasi. Dan setiap area
kehidupan seharusnya memiliki nilai tersendiri. Setiap pemimpin harus memiliki
nilai di setiap bidang yang membawanya menjadi seorang professional baik
relasi, karir, pekerjaan, perkembangan diri dan pertumbuhan spirirtual. Jadi
setiap pemimpin yang unggul harus memiliki dan menjadikan nilai menjadi
motivasi yang terus bertumbuh dan berkembang secara self-leadership menuju profesionalitas dalam mengarahkan organisasi
dan komunitasnya tetap eksis dan berhasil di abad globalisasi ini.
Kesimpulan
Melalui uraian di atas,
pemimpin gereja masa kini perlu menyiapkan diri secara baik dalam mengwujudkan
pemimpin yang berkualitas dan berkompetensi sebab gereja sebagai sebuah
organisasi sangat membutuhkan pemimpin rohani yang unggul untuk bisa
mempertahankan ke-eksistensi-an gereja sebagai wadah Kerajaan Allah di muka
bumi dan wadah pelayanan untuk membawa keselamatan di dunia ini. Sementara,
abad 21 sebagai abad globalisasi dan keterbukaan memiliki pengaruh yang amat
signifikan terhadap kehidupan gereja dan umat Allah sehingga setiap pemimpin
gereja perlu mencermati perkembangannya dan mewaspadai setiap dampak yang terjadi
dengan meningkatkan kinerja kepemimpinan sehingga gereja akan terhindar dari
ancaman dan bahaya akibat buruk dari abad 21 itu.
Daftar Pustaka