Khotbah Pada Penutupan Kebaktian Sektor Tahun 2013
GMI KASIH KARUNIA, Jalan Hang Tuah 2 Medan
“Pentingnya
keteladanan hidup”
2 Tesalonika 3:6-15
Apakah pentingnya sebuah
keteladanan? Benyamin Franklin berkata: sebuah
teladan hidup yang baik adalah khotbah yang terbaik yang dapat disampaikan
kepada semua orang. Melalui teladan hidup itulah orang bisa melihat
dengan nyata bagaimana teladan hidup anak-anak Tuhan bukan hanya sekedar sebuah
teori, bukan hanya sekedar suatu pemahaman theologi, melainkan nyata dalam
kehidupan pribadi demi pribadi.
Albert Schweizer
berkata: kalau engkau mau
mempengaruhi orang lain, teladan bukanlah hal yang utama, tetapi teladan adalah
satu-satunya hal untuk mempengaruhi orang. Jadi teladan bukanlah hal
yang sembarangan, melainkan merupakan suatu faktor ampuh yang bisa dipakai
untuk membawa orang kepada Kristus. Teladan hidup, teladan berjemaat merupakan
suatu harta karun, suatu keseriusan, suatu perjuangan, dan suatu komitmen untuk
mau membawa orang kepada Tuhan.
Keteladanan hidup bukan
datang dalam sehari, bukan dibangun berdasarkan satu perjuangan yang remeh,
tetapi merupakan perjuangan yang disertai jutaan tetesan air mata. Keteladanan
juga dibentuk dari berbagai macam ketajaman/ kepekaan diri dan kewaspadaan
diri. Kita tidak bisa menjadi teladan hanya dengan lenggang kangkung dan
sekedar berkata-kata melainkan kita perlu masuk ke dalam perjuangan yang terus
menerus. Gereja adalah wajah dimana pemerintahan Tuhan ada di muka bumi ini.
Gereja adalah wajah dimana kasih Allah dinyatakan di dalam dunia ini. Gereja
adalah suatu eksistensi yang sedang diperhatikan oleh seluruh dunia bahkan juga
setan. Berarti kita sebagai anak-anak Tuhan bukan sekedar ada di tempat ini
sebagaimana kita ada, tetapi banyak mata yang sedang memperhatikan dan melihat
bagaimana kita hidup didalam pengajaran yang kita jalani.
Masalah percabulan yang
disebutkan dalam 1Tesalonika 4:1-10 jelas-jelas belum terjadi melainkan
merupakan suatu peringatan dari Paulus. Tetapi masalah kemalasan dan ketertiban
hidup jemaat dalam ayat 11-12 adalah benar-benar sudah terjadi. Mengapa Paulus
harus terlalu mengurusi masalah seperti ini, apakah hal ini berkaitan dengan
kehidupan berjemaat?
Ada 3 pendekatan Paulus
untuk kita bisa melihat sikap Paulus dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan
bergereja, yang seharusnya juga menjadi bagian kita memandang kehidupan kita
dan peran kita dalam kehidupan sebagai anak Tuhan, yaitu:
1)
Keseimbangan antara penginjilan, pengajaran, dan penggembalaan.
Paulus dikenal sebagai
rasul bagi orang-orang kafir. Berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus kilometer dia
jalani untuk menjalankan panggilannya. Paulus berdebat, mengajar, mengabarkan
Injil tentang satu-satunya Juruselamat yaitu Yesus Kristus. Jadi Paulus dikenal
sebagai seorang penginjil dan pengajar. Dia dikenal sebagai rasul yang
terdidik, rasul yang memiliki pemaparan yang terinci dan sangat sistematis.
Yang seringkali dilupakan dari sosok Paulus adalah dia juga melakukan pelayanan
pastoral. Apa yang ditulis dalam 1 dan 2 Tesalonika ini jelas-jelas menunjukkan
bahwa Paulus meneliti kehidupan jemaatnya pribadi demi pribadi.
Jadi Paulus menulis
ayat-ayat diatas adalah dalam kaitan penggembalaan yang dia kerjakan. Dia
melihat adanya bahaya besar di tengah-tengah ketidak seimbangan antara penginjilan,
pengajaran dan penggembalaan. Ketiga hal tersebut merupakan 3 pilar yang
menopang kehidupan rohani seseorang. Alangkah mengerikannya jika kita hanya
menekankan satu saja dari ketiga hal tersebut. Ada yang mengatakan bahwa
penginjilan adalah proses seorang bayi rohani dilahirkan. Alangkah ironisnya
jika ada bayi yang dilahirkan oleh seorang ibu tetapi dia tidak pernah diberi
makan didalam kaitannya dengan pendidikan dalam pengajaran. Kalau kita
melepaskan begitu saja orang yang baru menerima Injil maka orang tersebut akan
memasuki hidup yang baru tanpa mempunyai pegangan yang lebih konkrit, tanpa
mengerti kebenaran doktrin yang mendasari hidupnya.
Penggembalaan akan
membawa orang yang sudah mempelajari Kebenaran kepada penerapan Kebenaran dalam
hidupnya. Kalau Kebenaran hanya dipelajari tanpa diterapkan dalam hidup maka
kekristenan akan mengalami hal yang sama dengan yang terjadi di Eropa yaitu
gereja mati. Gereja-gereja itu dibangun diatas doktrin yang ketat tetapi mereka tidak melakukan penginjilan.
2)
Keseimbangan antara isi pengajaran dan model kehidupan yang menjadi contoh.
Paulus menjalankan model
kehidupan yang sangat harmoni dengan isi pengajarannya (2Tesalonika 3:7-9). Ada
orang yang menganggap Paulus sebagai orang yang sombong. Menurut saya, Paulus
berkata bahwa dia bekerja keras menghidupi dirinya, bahkan tidak makan dari uang
orang lain, adalah merupakan satu konsistensi keseimbangan antara isi
pengajarannya dengan pola hidupnya di hadapan Tuhan. Dia mengajar jemaatnya
untuk kerja keras, dan dia sendiri juga bekerja keras.
Keteladanan adalah
sebuah integritas hidup, bukan hanya sekedar pameran dari apa yang dapat dia
lakukan. Keteladanan adalah suatu kristalisasi dari nilai-nilai dalam dirinya
yang dipertunjukkan kepada dunia yang sedang menantikan apa yang sedang
diperbuat oleh gereja/ anak-anak Tuhan.
Keteladanan bukan
sekedar indah untuk dibicarakan melainkan merupakan suatu pergumulan seumur
hidup Paulus, bahkan sampai darahnya tercurah. Inilah ketajaman dan bobot
pengajaran Paulus yang tidak bisa sama dengan orang yang hanya jago dalam teori
tetapi tidak bisa menjalankannya dalam hidupnya. Gereja dituntut untuk
menyatakan pemahamannya akan Kebenaran dalam hidupnya.
3)
Keseimbangan antara iman dan karya hidup.
Paulus ketika menjalankan
isi pengajarannya, dia juga melihat karya Tuhan dalam hidupnya dan hidup
jemaat. Paulus melakukan karya-karya hidup yang dapat memperbaiki orang lain
yang sudah mendengarkan pengajarannya.
Setiap orang yang
mengajar theologi belum tentu iman dan isinya benar. Paulus dalam iman yang
benar juga memiliki kepekaan dan kepedulian kepada jemaatnya.
Keteladanan tidak dapat
dibangun hanya oleh segelintir orang. Setiap kita berada di jalur untuk hidup
dalam keteladanan. Kita dipanggil untuk menjadi garam dan terang dunia. Bukan
hanya orang yang mengerti theologi secara mendalam melainkan kita dipanggil
karena esensi kita sebagai garam dan terang dunia.
Mengapa Paulus
menggunakan kata-kata yang begitu keras kepada orang yang tidak mau bekerja dan
tidak hidup tertib? Setelah ditelusuri, ternyata penyebab dari mereka tidak
bekerja dan tidak hidup tertib adalah karena 3 aspek yaitu:
1)
mereka memiliki pengertian yang salah akan ajaran yang mereka terima.
Mereka mendapatkan
pengajaran yang membawa mereka kepada kesimpulan untuk tidak perlu bekerja. Isu
theologis yang muncul pada waktu itu adalah kedatangan Tuhan Yesus yang kedua
kalinya akan terjadi segera sehingga menjadi sesuatu yang akan mendesak
kehidupan mereka. Akhirnya mereka merasa tidak perlu bekerja, tidak perlu lagi
menangani kehidupan duniawi. Paulus akhirnya menjelaskan tentang kedatangan
Tuhan yang tidak bisa ditentukan waktunya.
Sebuah pengajaran belum
tentu membuat hidup seseorang menjadi benar, bahkan theologia sekalipun belum
tentu membawa orang mengenal Tuhan secara benar. Ajaran sesat akan mendatangkan
maut bagi orang yang mempelajarinya. Pernahkah kita peduli dengan kebenaran
yang kita pelajari dan telah mempengaruhi hidup kita sampai sejauh apa?
Beberapa jemaat di Tesalonika mensimbiosiskan ajaran yang mereka terima di luar
gereja dengan ajaran yang mereka terima di dalam gereja. Kita harus senantiasa
menguji ajaran yang kita terima dalam kerangka tulang punggung Kebenaran sejati
sehingga kita menemukan kebenaran yang solid.
2) mereka tidak
mengikuti standar hidup Tuhan.
Ada jemaat di Tesalonika
masuk ke dalam spiritualitas yang semu setelah mendengar Firman Tuhan. Mereka
berada di dalam gereja tanpa melakukan ibadah yang sejati. Akhirnya Paulus
merasa perlu untuk melakukan disiplin gereja yang ketat. Mereka juga
membuang-buang waktu dan menjadi parasit bagi gereja. Ajaran yang mereka terima
yang menggiring mereka melakukan hal itu. Paulus hendak mengajak jemaat di
Tesalonika untuk membangun orang-orang ini, membawa orang-orang ini kepada jalur
yang benar.
3)mereka merusak
kesaksian umat Tuhan.
Mereka tidak bisa lagi
hidup sebagai orang yang sopan di mata orang luar, tidak dapat lagi mandiri dan
menjadikan kehidupan gereja menjadi tidak baik. Seberapa jauh kita memiliki
hidup yang dihormati orang lain? Ini adalah sisi lain dari keteladanan hidup.
Sebagai jemaat GMI yang dikenal memiliki teologi yang dinamis,
dapatkah kita berdiri tegak di hadapan orang kafir dan menjadi model hidup bagi
mereka di sepanjang hidup kita sampai kita dipanggil Tuhan? Keteladanan hidup
adalah panggilan hidup yang tidak bisa dipermainkan.
Kesimpulan dari
pembahasan kita pada hari ini adalah:
1)
Kita harus waspada antara isi theologi dengan isi kehidupan kita. Seberapa jauh
hal tersebut menunjukkan keharmonisan yang baik? Kalau tidak, maka kita akan
hidup dalam dunia kita sendiri.
2)
Problema keteladanan adalah problema panggilan bukan pilihan. Anak-anak Tuhan
harus berdiri menjadi model bagi dunia, bahkan menjadi mercusuar bagi jiwa-jiwa
yang terhilang dan membutuhkan keselamatan. Seberapa kita berani menjadikan
kehidupan kita sebagai surat Kristus yang terbuka?
3)
Proses keteladanan adalah proses pembentukan diri di dalam Tuhan. Ketika kita
menjadi teladan, kita mengingat seberapa jauh kita sudah dibentuk oleh Tuhan.
Hal itu akan menentukan seberapa besar dampak keteladanan kita bagi orang lain.
Keteladanan hidup adalah harta kehidupan yang tidak bisa dibeli dengan tingkat
pendidikan maupun tingkat kehidupan seberapapun juga.