·
KEBANGKITAN MENURUT INJIL YOHANES
Seperti injil Lukas,
injil Yohanes juga memperlihatkan bentuk kontinuitas; masih sulitlah
menyimpulkan kesatuan dan kepastian literernya. Demikian pada bab 21 telah ditambahkan
sebuah teks yang sudah komplit, seperti yang diperlihatkan oleh kesimpulan yang
ditemukan dalam 20: 30-31: ‘Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di
depan mata murid-muridnya, yang tidak tercatat dalam kitab ini, tetapi semua
yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya bahwa Yesuslah
Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam
nama-Nya.’ Dengan alasan inilah, kita tidak dapat mendiskusikan bab 21.
Dalam bab 20,
distribusi kisah-kisah sesuai dengan garis besar yang ada dalam injil Mateus.
Mengikuti kisah kunjungan ke kubur, wanita suci (Maria Magdalena) yang
menceritakan kepada murid-murid tentang apa yang terjadi, disesuaikan juga
dengan penglihatan kelahiran Kristus dari seoarang wanita. Kemudian penglihatan
itu resmi menunjuk tempat. Dalam kerangka ini, yang datang dari elemen-elemen
dihubungkan dengan tradisi Lukas: murid-murid yang ada di kubur, tempatnya
berada di Yerusalem, misi dipercayakan pada para rasul, dan kesangsian
Thomas yang berhubungan dengan murid-murid dalam injil Lukas. Injil Yohanes
berhubungan dengan macam-macam kisah yang lain dengan caranya sendiri dengan
pengertian tradisi seperti diungkapkan: ‘ketika hari sudah malam pada hari
pertama’, ‘sesudah delapan hari’, dan ungkapan yang lain sehingga kita sampai
pada batas bawah. Jika ada beberapa unit dalam bab ini, akan jelaslah dapat
dibedakan dengan studi yang penuh perhatian dari kisah dua kelompok sesuai
dengan minggu Paskah menurut Yohanes.
A. Di Kuburan (20:1-18)
Bagian itu rupanya
terdiri dari dua tradisi yang berbeda. Karena menurut ayat 11 Maria berada di
kuburan, sedangkan dalam ayat 2, ia meninggalkan kuburan itu, dan tidak ada
tertulis dimanapun bahwa ia kembali; dan tidak disebutkan lagi pertemuan para
murid dengan Maria. Lebih dari itu, hal itu hanya terdapat pada kunjungan yang
kedua (ayat 11) bahwa Maria berdiri pada kuburan itu; sebelum itu (ayat 2), dia
menyimpulkan kenyataan bahwa batu telah terangkat (berpindah) dan tubuh Yesus
juga berpindah. Akhirnya dalam ayat 11 disebutkan juga Maria menemukan dua
malaikat dalam kubur, padahal persis sebelumnya para murid tidak menemukan
apa-apa disana kecuali kain kafan yang tergulung rapi. Ayat 3-10 tampaknya
berasal dari sebuah tradisi yang berbeda dan tidak dipahami oleh siapapun,
terutama tentang susunan kunjungan Maria ke kubur itu. Barangkali menjadi satu
pertanyaan, apakah pesan ketika Maria (pergi) lari mendapati para murid (20:17)
menyimpan suatu pengertian, atau sejak para murid (selanjutnya orang-orang yang
dikasihi para murid) memiliki kepercayaan (20:8)
Untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan in, bebrapa percobaan telah dibuat untuk menentukan
sumber-sumber yang digunakan Yohannes dalam mempersiapkan peredaksian yang
sekarang ini. Beberapa ahli mengingatkan bahwa hal ini merupakan sebuah
sambungan cerita yang tunggal. Menurut R. Buthman, sumber diambil dari bagian
yang paling besar dari ayat 1,6,7,11,12,dan 13 yang berhubungan dengan
unsur-unsur pokok sinoptik yang digarisbawahi oleh cerita Yohannes; tetapi agak
sulit menggabungkan semua versi yang lain itu ke dalam Yohannes, secara
partikular cerita itu merujuk pada Maria. Rekonstruksi yang lebih halus menurut
G. Hartmann, sumber yang digunakan oleh Yohannes diambil dari bagian yang
paling besar dari ayat 1-3,5,7-11, 14-18. Tetapi hipotesa ini juga menimbulkan
beberapa kasulitan. Hal itu akan membuat perlunya hubungan dengan ayat 11b-13
pada Yohannes, dan agar merekonstruksi sumber, sehingga banyak perubahan dan
modifikasi yang harus dibuat.
P. Benoit mencoba
menetapkan bahan dasar yang digunakan oleh Yohanes : bukan sebuah cerita,
tetapi dua tradisi. Yang pertama, ia memikirkan bentuk dari
sinoptik (20:1-2), dan yang lain khas dari Injil Yohanes (20:11a, 14b-18);
Johanes melengkapi yang pertama (20:3-10) dan menghubungkannya dengan yang kedua
11b-14a, suatu substansi yang juga terabaikan dari suatu dasar yang mirip.
Tetapi berdasarkan kritik literer, kita menemukan kesulitan untuk
menentukan eksistensi dari suatu tradisi tidak lebih dari fakta belaka dari
penemuan kubur kosong.
Jadi, mengikuti
pemikiran R.E. Brown dengan demikian dengan banyaknya kualifikasi, kita lebih
menerima tiga tradisi yang berbeda yang dijadikan satu oleh Yohanes, dua
kunjungan ke kubur dan sebuah penampakan. Kita seharusnya menguji setiap
cakupannya.
Para murid di Kuburan
Dalam tradisi Lucan,
ada dua kejadian pada kunjungan ini : ‘sungguhpun Petrus bangun dan berlari ke
kuburan : berhenti dan menjenguk ke dalam, ia melihat hanya kain lenan yang
dikenakan-Nya; dan ia kembali, bertanya dalam hatinya apa yang telah terjadi
‘(Luk 24: 12). Perjalanan ke Emaus juga mengatakan, “beberapa teman yang
bersama-sama dengan kami telah pergi ke kubur itu, dan mendapati bahwa memang
benar yang dikatakan perempuan-perempuan itu, tetapi Dia tidak mereka lihat
(24:24). Kisah dari Yohanes 20:2-10 dapat disamakan dengan bagian terakhir ini.
tetapi teks Yohanes menimbulkan kesulitan-kesulitan :awalan “ke” ditempatkan
secara salah tidak hanya sebelum “Petrus” tetapi juga sebelumnya “murid yang
lain” bacaan dari bentuk tunggal ke bentuk jamak dalam ayat 3, pengulangan dari
kata-kata yang sama dalam ayat 2 berturut-turut (terdapat bentuk pengungkapan
sejajar; ayat 5 dan 6) ayat 8 dan 9 tidak berkaitan (ia percaya dan kemudian
tetap tidak mengerti). Teks itu kelihatannya telah diperbaiki. Diantara
hipotesa yang telah dikemukakan, marilah kita menyebut dua; sebagai usaha
mengatasi kesulitan yang menghubungkan ayat 8 dan 9.
Beberapa ahli berpendapat bahwa ayat 9 itu ditambahkan oleh Yohanes. Solusi
sederhana ini menjadikan teks koheren, namun tidak ada bukti berupa manuskrip
yang menguatkan pendapat itu; dan hal itu menyulitkan untuk mengatributkan ayat
9 ini kepada Yohenes, karena terutama peristiwa Paskah dengan
istilah ‘kebangkitan’ umumnya dihindari Yohanes. Oleh karena itu lebih
baik melihat ayat 9 tersebut pada sumber asalnya.
Penelitian dapat juga dilakukan pada tulisan masing-masing murid yang
dikasihinya (suatu tema dalam Injil Yohanes kendati hal itu telah ditambahkan
pada teks, yang dalam Yoh 13:23 atau 19:26). Hipotesa sederhana ini dianggap
sudah cukup untuk mengenal murid-murid Yohanes. Pada kasus ini sebagaimana
tradisi yang telah disederhanakan dan dikatakan Petrus sendiri dalam Luk 24:12.
Hal ini mungkin jika kita mengingat beberapa ucapan murid-murid dalam (24: 24),
kemungkinan lebih tua daripada 24:12, secara implisit Lukas mengatributkan
semuanya itu kepada Petrus sendiri, dan cara yang sama dalam pengajaran Petrus
sendiri yang secara khusus ditujukan keluar. Dengan demikian ada beberapa
kemungkinan bahwa teks yang dipakai Yohanes tidak jauh/mirip dengan Lukas,
seperti teks berikut:
3Kemudian Petrus
pergi keluar bersama murid lainnya dan mereka pergi ke kubur. 5Setelah berhenti
Petrus melihat ke dalam, ia melihat kain kafan terletak di sana, 7Kain
peluh yang sebelumnya ada di kepala Yesus tidak bersama dengan kain lenan,
tetapi tergulung di tempat lain…8Dia melihat dan […], 9sebab ternyata mereka
tidak mengetahui/mengerti Kitab Suci, bahwa Ia harus bangkit dari antara orang
mati. Kemudian murid-murid pulang ke rumah mereka masing-masing.
Kemungkinan, Lukas dan Yohanes mewakili dua cabang
dari tradisi yang berbeda. Hal ini akan memakan banyak waktu untuk
didiskusikan, dan bukan merupakan pokok dari tujuan kita saat ini. Jadi upaya
kita saat ini adalah mendefinisikan kandungan tradisi itu, dan tetap memakainya
sebagaimana ditampilkan dalam Lukas.
Penafsiran yang amat jelas ialah bahwa kain kafan yang
terdapat dalam makam mempunyai suatu tujuan apologetis: dengan adanya kain
lenan itu, hal itu menandakan bahwa tubuh Yesus tidak dicuri. Bagaimana mungkin
para pencuri itu mencari-cari masalah dengan menelanjangi mayat itu? Amat
mustahil. Krisostomus telah mengamati hal ini jauh sebelumnya. Maka itulah
suatu cara untuk menepis legenda bahwa mayat itu telah dicuri, suatu kisah yang
diulangi Mateus dengan caranya sendiri (28:11-15).
Akan tetapi, beberapa penulis telah beranggapan bahwa
bisa saja tujuan naratif Yohanes itu telah dideduksikan dari cara Yesus keluar
dari kain kafan itu yang sebelumnya membungkus tubuhNya. Tampaknya kesan itu ditujukan
untk menunjukkan bahwa dia telah melampaui objek-objek material seperti pintu
ruangan sebelah atas (20:19). Akan tetapi hipotesa ini memunculkan
kesulitan-kesulitan. Mungkinkah Kristus yang bangkit itu telah melipat kain
lenan itu sebelum meninggalkannya? Dan apakah disadari bahwa situasi ini
tidaklah sama dalam kedua kasus itu? Pada penampakan kepada kesebelas murid,
pengamatan bahwa pintu itu tertutup ditujukan untuk mengkompensasikan aspek
yang terlalu manusiawi dan akrab dalam penampakan Kristus yang bangkit; itulah
tanda yang memampukan hadirin dapat mengenalinya. Apakah tanda yang ditunjukkan
di sini, bagi Yohanes setidaknya, menandakan bahwa sebenarnya Petrus tidak
percaya? Tradisi versi Lukas secara gamblang berkata bahwa Petrus “terheran-heran.”
Sampai pada perjalanan ajaib melalui kain kafan berarti meletakkan suatu nilai
pada detail-detail ini, yang tidak terdapat pada teks.
Di lain pihak, konteks injil keempat memampukan kita
untuk menawarkan suatu makna simbolis sebagai tambahan pada maksud apologetis.
Karena ketika Lazarus hidup, dia keluar dari makam dengan “kedua tangan dan
kakinya masih terbungkus lilitan kain an wajahnya masih ditutupi pakaian”
(11:4). Secara kontras, membebaskan. Apabila benar bahwa di sini kita menemui
suatu tradisi yang mendahului Yohanes, dapat dibayangkan bahwa kisah
kebangkitan Lazarus menciptakan suatu kontras antara orang ini, yang kemudian
mati lagi (dengan masih terbungkus kain kafan) dengan Dia yang tidak akan mati
lagi, yakni Yesus Tuhan yang tidak akan mati lagi (yang menanggalkan
pakainNya.) Ketika kain papan itu dalam keadaan terlipat terpisah dengan
pakaian “di tempat lain”, hal ini dapat melambangkan kesatuan dan
keteraturan yang kepadanya segala sesuatu sejak saat ini akan kembali.
Akhirnya, tema biblis harus diperhatikan: Kitab Suci
tak pernah dapat dimengerti tanpa campur tangan Kristus yang bangkit secara
pribadi. Tambahan pula, bagi Yohanes pun, mustahillah untuk percaya begitu saja
hanya berdasarkan pada makam yang kosong, bahkan apabila kain kafan itu
tergulung dengan cara yang amat mengherankan. Apakah di sini ada suatu kritik
dari mereka yang mencoba menggunakan fakta ini untuk menawarkan kepercayaan
akan kebangkitan? Hal ini tidak terjawab.
Revisi versi Yohanes
Ada dua detail yang kentara dalam teks yang hadir ini:
identifikasi murid yang dikasihi itu dan konteks penulisan bagian ini.
Murid yang lain (mungkin Maria atau seorang murid lain
yang tak diketahui siapa) menjadi yang”dikasihi Yesus”. Dia dihadirkan dengan
suatu sinar yang menyenangkan, karena kendatipun dia berlari lebih cepat dari
Petrus, dia menghormati rekannya yang lebih tua itu, dan juga karena ia
“melihat dan percaya”, sementara tak disebutkan apapun perihal reaksi Petrus.
Dengan memperkenalkan sosok ini, tampaknya Yohanes
sedang menciptakan suatu kontras antara dia dengan Petrus. Hal ini tidak mesti
berarti bahwa Yohanes bertujuan untuk mengecilkan Petrus dengan memberikan
kesan bahwa dia tidak percaya. Malahan dia ingin menunjukkan fakta bahwa cinta
memberikan suatu kemampuan intuisi yang khas, baik pada 20:8 maupun pada
21:4-7, ketika murid yang dikasihi itu mengenali sosok yang sedang berjalan di
tepi pantai itu adalah Tuhan. Murid yang dikasihi Yesus itu adalah murid yang
unik, yang mengikuti Yesus dan mengenaiNya. Darimanakah asal imannya itu?
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan mengamati murid itu percaya, Yohanes
rupanya sedang mengantisipasi apa yang dia katakan pada 20:29 “Berbahagialah
mereka yang tidak melihat namun percaya”. Tetapi dalam teks sebagaimana akan
kita lihat berikut ini, tidak ada pertanyaan mengenai pemberian status yang
diprevilese-kan kepada mereka yang belum melihat. Yohanes juga tidak bermaksud
untuk mengecilkan nilai penampakan-penampakan Yesus.
Walaupun demikian, ada juga penulis-penulis baik
Katolik maupun Protestan yang telah mencoba menggunakan teks ini untuk
memepertahankan posisi teologis mereka. Orang-orang Katolik melihat bahwa
dengan menunggui Petrus, sang murid yang dikasihi itu sedang menunjukkan
superioritas Petrus, yaitu Paus. Kaum anti-Katolik telah menekankan pentingnya
iman, dan telah menggunakan ayat itu untuk melawan pengandaian-pengandaian
terhadap “Petrus.” Sementara itu sebagian lagi menimbang bahwa bagian itu
merefleksikan persaingan antara komunitas asli non-Yahudi (sang murid yang
dikasihi itu) dengan komuntias Yahudiah asli (Petrus). Nyatanya, kontras antara
Petrus dengan murid yang dikasihi itu bersifat aksidental. Apabila teks itu
dibaca secara cermat, taka ada aspek yang mendiskreditkan siapapun dari
mereka. Nilai masing-masing harus dipertahankan. Primat Petrus dikukuhkan dalam
tradisi awal dan tidak perlu diperteguh kembali secara polemik oleh Yohanes;
tetapi Yohanes ingin menunjukkan bahwa ada suatu primat dalam tatanan kasih
(bdk. Yoh 21:7)
Bagi mata orang yang
mempunyai kasih, kain kafan yang terlipat rapi itu adalah saat atau kesempatan
bagi iman.Dan kami harus mengatakan sesuatu tentang arti kata
kerja “melihat”. Hal ini tidak berarti sekedar observasi visual yang biasa,
akan tetapi terhadap penglihatan itu ada suatu pemahaman, suatu permulaan yang
benar.
Tidak seperti Lukas, yang menyatakan bahwa murid yang
mengunjungi makam setelah para wanita, Yohanes menuliskannya sebagai kunjungan
Maria. Akan tetapi dalam geraknya kembali ke tradisi Lukas, yang menurutnya
para murid tidak mempercayai perkataan para wanita itu (Luk 24:11), akan tetapi
kendati demikian tetap pergi ke makam (24:24). Barangkali dengan caranya
sendiri Yohanes ingin menunjukkan bahwa pertama-tama makam itu ditemukan kosong
oleh para murid, dan khususnya oleh murid yang dikasihi itu.
2. Maria di Makam
Para ahli melihat suatu tradisi yang umum sebagai
suatu titik berangkat menuju kisah ini, dan kami akan menunjukkan beberapa
tanmpilannya. Adegan itu terjadi pada “hari pertama minggu itu” (Markus,
Lukas); “subuh” (Markus). Maka ketika Maria mengunjungi makam itu; dilihatnya
batu tidak lagi menutup pintu kubur itu (bdk.Mrk 16:14; Luk 24:2) dia pulang untuk
memberitahkannya kepada Petrus (bdk. Luk
24:24). Beberapa detail versi Yohanes ditambahkan pada detail yang umum ini.
“Ketika itu masih agak gelap”. Barangkali ini adalah suatu detail yang
ditujukan untuk mengangkat kemegahan kebangkitan itu, walaupun tidak
ditekankan. Barangkali ini sama nilainya dengan pernyataan Mateus “setelah
Sabat’, yakni saat malam tiba (Mat 28:1)? Menurut Yohanes, tidak ada
malaikat yang memberitahu Maria bahwa Yesus tidak ada lagi di situ; Maria
langsung menyimpulkan hal ini dari faka bahwa batu itu telah bergeser, suatu
modifikasi yang dibuat oleh redaktor untuk mengantisipasi apa yang kemudian
dikatakan Maria kepada malaikat itu (20:13). Batu itu tidak “digulingkan”
(suatu istilah yang lebih deskriptif), melainkan “diambil” (suatu istilah yang
memuat makna yang lebih mendalam, yaitu pada 11:39,41; bdk.1:29; 10:18).
Barangkali hal ini bermakna bahwa setiap tantangan telah disingkirkan di
hadapan kehidupan yang menaklukkan maut.
Dalam hal dasar dan strukturnya, kisah penampakan ini
mirip dengan yang terdapat pada Mat 28:9-10. Sepertihalnya wanita yang saleh
itu bersimpuh di kaki Yesus, Maria menyentuh Yesus dan menerima suatu
pesan bagi para murid kemudian menjalankan perutusannya. Hal ini amat mirip
dengan bagian ringkasan yang menjadi penutup Markus. Menurut pandangan C.H.
Dodd dan beberapa ahli lainnya, naskah dari Mrk 16:9-11 tampaknya tidak berasal
dari Markus atau Yohanes, melainkan dari suatu tradisi yang tidak termuat dalam
injil-injil. Dengan demikian Yohanes tampaknya telah meletakkan suatu tradisi
kuno tentang penampakan Kristus kepada wanita yang saleh di makam. Untuk ini,
menurutnya, bukan malaikat yang menafsirkan kejadian itu; melainkan dengan
pertanyaan yang mereka ajukan kepada Maria, mereka menyiapkan suatu pertemuan
dengan Kristus. Penampakan kepada Maria Magdalena dihubungkan dengan penampakan
yang dialami para murid–murid pada jalan ke Emaus; ini adalah suatu penampakan
pengenalan yang oleh setiap penginjil dicantumkan detailnya mengenai bangkitnya
iman. Deskripsi ini dipermudah oleh fakta bahwa Yohanes membatasi penampakan
itu hanya pada Maria, sementara dalam Mateus dan dan barangkali dalam tradisi
asli (“kita tidak tahu”, ayat 2 “Aku tidak tahu”, ayat 13) penampakan itu juga
diterimakan dengan sukarela kepada beberapa wanita. Yohanes bertumpu untuk
menunjukkan perubahan kemajuan dalam diri Maria; setelah pikirannya pertama-tama
dipenuhi oleh Yesus sebelum Paskah, dia melihat dirinya sendiri diundang untuk
menerima kehadirannya yang hidup.
Yesus Masa Lalu
Ucapan Maria yang
diulangi sampai tiga kali ,“Mereka telah mengambil tubuh Tuhanku, dan aku tidak
tahu dimana mereka telah meletakkanNya”, (20:2,13,15) menarik perhatian pembaca
terhadap benak wanita yang sedang susah itu. Maria
terus mengucapkan keluhan yang sama kepada para murid, para malaikat, dan
penjaga kebun. Para murid dalam perjalanan ke Emaus menangisi pembebas mereka
yang telah tersalib dan harapan mereka yang sia-sia; Maria menangisi
ketidakmungkinan untuk menemukan tubuh dari Dia yang sangat dicintainya. Suatu
seluk beluk yang khas Yohanes memperlihatkan perempuan itu memanggil Yesus
dengan “Tuan” (Sir) yang dalam bahasa Yunani sama artinya dengan “Tuhan”
(Lord) pada 20:15; Maria mencari Tuhan tanpa mengetahuiNya. Dia meratap,
seperti yang diramalkanYesus tidak lama sebelum kematianNya: “Engkau akan
mengucurkan air mata dan bersedih” (16:20).
Yesus hidup. Maria dapat
mengatakan bahwa Ia telah melihat Tuhan, alasanya adalah bahwa antara
pengenalanya yang pertama sekali terhadap guru tercinta dan deklarasi ini,
Tuhan telah berkata padanya. “Janganlah engkau memegang Aku, sebab Aku belum
naik (pergi) kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan
katakanlah kepada mereka, sekarang Aku akan pergi (naik) kepada Bapa-Ku dan
Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu’ (20:17) Ada dua elemen yang harus
dibedakan dalam perkataan ini yakni permintaan untuk tidak memegang Yesus, dan
pesan kepada para murid. Kita mesti mengkaji dua pokok ini secara lebih detail.
Apa yang dimaksud
Yesus dengan ‘naik kepada Bapa? Apakah yang Ia maksudkan adalah kenaikan,
sebagaimana yang sering diduga? Dalam hal ini, Yesus mungkin berkata pada Maria
bahwa Ia sedang dalam maksud naik pada Bapa-Nya, tapi kemudian Yesus harus
kembali ke bawah lagi agar kemudian Ia dapat muncul (kelihatan) pada
murid-murid-Nya. Kajian ini yang mana punya keunggulan yakni menjadi lebih
dekat dengan pengkajian Lukanis, tidak dapat dihubungkan terhadap penginjil
yang keempat. Nyatanya kenaikan pada Bapa tidak dipikirkan sebagai sebuah
peristiwa, direpresentasikan Lukas. Paling tidak menurut Kis 1:3, yakni bahwa
kenaikan mengambil rentang waktu 40 hari setelah kebangkitan. Bagi Yohanes,
tidak hanya bahwa kenaikan Yesus pada Bapa tidak “kelihatan” (bdk. 6:62); di
atas semuanya, tidak ada pertanyaan tentang kenaikan yang terpisah dari
peninggian yang mana terjadi di salib (12:32-33). Jadi jika peninggian atau
pemuliaan bertepatan dengan penyaliban, maka kebangkitan ada dalam cara yang
dengan tepat sama dengan kepulangan pada Bapa. Yesus tidak bicara tentang
“kebangkitan” ketika Ia meramalkan nasib yang Ia harapkan yakni Ia akan pergi
pada Bapa (13-1;14:12; 28; 16:15; 16:10, 28;17:13)
Lalu Bagaimana kita
mengkaji ‘cerita Yohanes? Yohanes mengemukakan misteri itu dalam ruang dan
waktu, yang ia afirmasi dalam suatu cara yang tidak mudah pembagiannya. Dalam
salah satu cara, kita dapat berkata bahwa bagi Yohanes penyaliban, pemuliaan,
Kebangkitan, dan kembali pada Bapa adalah misteri yang satu, yakni Pemuliaan
Putera oleh Bapa-Nya (12:23, 28;17:1,5).
Hal ini
mengimplikasikan bahwa Yohanes tidak bermaksud mengatakan pada kita bahwa
“peristiwa-peristiwa yang terjadi sesudah kematian dan kebangkitan, ada dalam
suatu kelanjutan temporal. Hal ini memang tidak lebih dari pada suatu
penyorotan literer, yang dimaksudkan untuk memberikan suatu perhitungan yang
lebih baik tentang aspek-aspek yang berlipat ganda dari misteri yang tak kelihatan
dari pemuliaan Putra. Jadi kita seharusnya tidak mencari informasi dalam
Yohanes tentang apa yang dimaksudkannya untuk dikatakan bagi kita, contohnya
apakah kenaikan mengambil tempat antara penampakan pada Maria dan penampakan
pada para murid. Ini merupakan permasalahan yang salah dan membawa sertanya
komplikasi yang tak dapat diselesaikan. Secara khusus perlu bertanya, bagaimana
Yesus dapat kembali turun dari Bapa-Nya untuk mengunjungi Murid-murid-Nya?
Dengan tepat Pere Lagrange mengatakan bahwa disini kenaikan tidak
mengimplikasikan ‘turun’. Yesus bukanlah tentang membawa suatu tindakan baru,
tapi menunjukkan bahwa keadaan Yesus telah berganti, dan bahwa Ia telah lepas
dari aturan-aturan duniawi, menuju aturan-aturan kemuliaan. Sekarang kita dapat
beranjak ke amsalah yang sulit, yang dilahirkan teks itu. Kenapa Yesus melarang
Maria untuk “memegang-Nya?
Pertama marilah kita
mencatat bahwa ekspresi/arti aslinya (me mov haptov) harusnya tidak
diterjemahkan “jangan sentuh aku”, karena dalam bahasa Yunani waktu sekarang
(present tense) dari perintah tidak berarti bahwa suatu tindakan yang telah
mulai seharusnya berlanjut; pendahuluan dengan suatu yang mengafit, bukan suatu
larangan akan suatu tindakan yang sedang terjadi, tapi tentang kelanjutan
dari suatu tindakan yang telah mulai (alredy). Jadi terjemahan yang benar
adalah “berhenti menyentuh Aku” Maria telah memeluk kaki Yesus, suatu gerak
tubuh yang sama yang dilakukan wanita yang kudus, menurut Matius 28:9. jadi
tidak ada kontradiksi antara teks ini dengan permintaan Yesus pada Tomas. Untuk
mencucukkan tangannya ke lambung-Nya (20:27). Istilah itu tidak sama, dan kata
kerja itu juga tidak dalam waktu (tense) yang sama. Tidak juga bahwa Yesus
mendukung Maria, bahwa ia dapat menyentuh-Nya kemudian; not yet” (belum) tidak
mengimplikasikan ‘later on (kemudian)”.
Kebanyakan kritik
menduga bahwa Maria salah mengerti akan kodrat sebenarnya dari kehadiran baru
yesus. Pemahaman ini tentu muncul saat ini tetapi jika kita tetap memakai
terjemahan klasik “karena Aku belum naik” kita harus menjelaskan bagaimana
Maria dapat mengerti, meski samar-samar seluk beluk yang diimplikasikan oleh
kata-kata Yesus pada saat itu; karena Ia akan telah harus memahami alasan
mengapa Ia mesti berhenti memegang Yesus, yakni bahwa Yesus belum naik kepada
Bapa-Nya dan oleh karena itu kodrat relasinya dengan murid-murid-Nya mesti
dimodifikasi. Menjadi lebih sulit, karena segera seudah itu, Yesus mengumumkan
bahwa Ia akan naik pada Bapa.
Karena alasan ini,
kita tahu bahwa suatu pembacaan yang lebih benar terhadap fase Yunani, penting
dalam bahasa Helenis, yang dikenal sebagai koin (bahasa umum atau bahasa
imperium Yunani), namun bahwa karena alasan nyata yang ditempatkan di awal
menjadi ditahan hingga paruh kedua kalimat itu, “jangan memegang aku”, karena
tentu saja Aku belum naik pada Bapa, tetapi panggilan kepada
saudara-saudara-Ku…..” disini alasanya adalah pengutusan Maria kepada
saudara-saudara yesus mulai dengan mengantisipasi argumen yang mungkin Maria
hadirkan pada-Nya, dengan harapan untuk menahan Ia “mau belum semestinya naik
pada Bapa”; tidak ada keraguan bahwa ia mengingat itu dalam ucapan
perpisahannya, Yesus meramalkan bahwa Ia pergi jauh pada Bapa untuk menyiapkan
tempat bagi para murid, dan kemudian akan datang kembali untuk mencari mereka
(14:1-3). Maria mengerti sepenuhnya, seperti Yesus sendiri maksudkan, bahwa
Yesus pertama-tama mesti naik pada Bapa. Tetapi Maria salah memahami peristiwa
pertemuannya dengan Yesus ketika ia membayangkan bahwa Yesus tetap disini
selama suatu waktu untuk memberikan diri-Nya sendiri dalam suatu cara duniawi
sebagaimana sebelumnya. Inilah sebabnya mengapa Yesus mengoreksi dia.
Dan Yesus mengoreksi
Maria bukan hanya dengan antisipasi dan kemungkinan penolakannya, tetapi juga
dengan mempercayakan suatu misi kepadanya dan inilah alasan kepada Maria
seharusnya tidak menahan Yesus. Menurut pola Injil Yohanes sekaitan dengan
representasi ini, Maria paham bukan sekedar bahwa ia seharusnya tidak tetap
tinggal dekat kaki Yesus meski jika Yesus tetap di bawah (bumi), tetapi ia
paham hal yang paling penting adalah pergi untuk membawa suatu pesan bagi
murid-murid.
Para murid ini disebut
“saudara-saudaraku”. Kebaruan ekspresi/ungkapan ini mengejutkan, meskipun murid
yang dikasihi Tuhan telah diserahkan-Nya pada ibu-Nya menjadi
‘anaknya’ (19:26). Pengertian “saudaraku: ini diberikan hanya karena
pernyataan berikutnya, tentang Bapa. Dari sekarang ini para murid telah menjadi
“saudaraku-saudara” Yesus, karena kata-Nya, Aku naik pada Bapa-Ku dan bapamu,
pada Allah-Ku dan Allahmu”dalam kata-kata ini Yesus memahkotai seluruh
pewahyuan sebelumnya. Terjemahan itu mesti memberikan suatu sumbangan yang
tepat atas kata “dan”, yang mana bukan “dan” yang saling berlawanan, misalnya
jika Yesus mengatakan ‘Bapa-Ku karena kodrat” dan Bapamu karena adopsi”
interpretasi ini mungkin dapat dibaca secara langsung ke dalam teks itu, tetapi
kajian ini tidaklah menerjemahkannya dengan tepat. Tepat dikatakan bahwa
partikel itu secara normal memiliki suatu nilai yang menghubungkan dan bukan
yang memisahkan. Bapa yang dimaksudkan itu sama, bagi para saudara sebagaimana
bagi Yesus. Orang lebih dapat memantapkan dengan seksama pengertian yang
menggarisbawahi ekspresi itu. Ahli yang sama telah mengarahkan perhatian pada
suatu teks dalam Rut (1:16). Kepada Naomi, yang menganjurkan agar Rut
seharusnya kembali ke Moab, lalu Rut menjawab “kemana engkau pergi kesitu
jugalah aku akan pergi, dan dimana engkau bermalam disitu jugalah aku bermalam:
bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku”. Jadi arti dari perkataan Yesus
adalah, “Aku naik kepada Bapa-Ku yang juga Bapamu, kepada Allah-Ku yang juga
Allahmu”. Ini memberikan suatu pengertian yang jauh lebih dalam: Yesus
meneguhkan bahwa sekarang Allah yang secara tetap berhubungan dengan-Nya telah
mengadakan sutu hubungan dengan murid. Dan inilah tujuan tindakan Yesus di
dunia. Ketika Ia telah diangkat dari dunia Ia akan mengangkat semua manusia
pada-Nya, akan terus-menerus melimpahkan Roh dan akan membuat Bapa tinggal di
antara mereka. Dalam jalan ini perjanjian baru yang dinubuatkan oleh para nabi
akan datang (Hos. 2:25;Yer 31:33 Ezek 36:28).
Sejak sekarang ada
suatu jenis hubungan baru antara Bapa dan para murid antara Allah dan para
murid. Yesus ingin kesatuan ini jadi sempurna. Meski Ia naik pada Bapa sesuai
teks ini bukanlah berarti, untuk mempersiapkan suatu tempat, tetapi memahkotai
karya yang Ia imagurasikan di atas bumi, dan Ia tinggal dengan Bapa, dimana Ia
hidup sebagai “hakim” paling akhir (1Yoh 2:1); Ia telah menjanjikan “kamu akan
melihat Aku”; karena Aku hidup, kamu juga akan hidup (Roh. 14:19).
Seperti Lukas, Yohanes juga menempatkan
peristiwa ini di Yerusalem, tetapi tempat itu tidak disebutkan secara khusus.
Tradisi, mengidentifikasi tempat tersebut dengan suatu ruangan di atas, di mana
para rasul berkumpul sebelum Pentekosta (Kis 1:13) dan dimana Ekaristi
ditetapkan (Luk, 22: 12). Dalam kenyataannya, situasi ini menunjukkan tujuannya
yakni mengumpulkan para murid pada tempat yang sama, dan untuk memperlihatkan
bahwa mereka berkumpul secara alami sebagai tanda adanya Gereja.
Jika di sana ada dua
peristiwa yang berbeda, hal itu disebabkan oleh karena Yohanes hendak
memisahkan mereka yang tidak percaya dan bahwa tugas misi hanya
diembankan kepada para rasul.
I Yesus
menampakkan diri kepada murid-murid-Nya.
19. Ketika hari sudah malam, pada hari pertama
minggu itu berkumpullah murid-murid Yesus di suatu tempat dengan pintu-pintu
yang terkunci karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi. Pada waktu itu
datanglah Yesus dan berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata:“Damai
sejahtera bagi kamu!”
20. Dan sesudah berkata demikian, Ia menunjukkan
tangan dan lambung-Nya kepada mereka. Kemudian murid-murid itu bersukacita,
ketika mereka melihat Tuhan.
21. Maka kata Yesus sekali lagi: “Damai sejahtera
bagi kamu!”. Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku
mengutus kamu”.
22. Dan sesudah
berkata demikian Ia mengembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus”.
23. Jikalau kamu
mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa
orang tetap ada, dosanya tetap ada.
Cerita ini mengikuti pola klasik yang serupa, dan akan kita pelajari dalam
bab 5. Dua deskripsi yang berparalel yang ada (19-20 dan 21-23) membawa makna
tentang pengakuan dan pewartaan, sehingga keduanya diintroduksikan pada formula
yang sama: ‘Dan sesudah berkata demikian’. Inisiatif itu datang dari Yesus, dan
Ia membiarkan para muridNya berbahagia bersamaNya dan mempercayakan tugas misi
kepada mereka. Tetapi cara ini merupakan pendalaman Yohanes. Ketika hal
itu berhadapan dengan cerita paralel yang ada dalam Lukas, teks itu
kelihatannya telah direduksi seminim mungkin: di sana tidak ada perpanjangan
apologetis (Luk 24: 41-42) dan dalam keterangan kiasan yang meragukan
keberadaan para rasul telah dihilangkan. Apakah pola yang sangat suram ini
merupakan pikiran kuno atau lebih baru, Johanes menggunakannya sebagai salah
satu maksud dasarnya.
Bagi pembaca
sederhana, peristiwa Yesus memperlihatkan diri ketika pintu-pintu tertutup,
bermaksud menunjukkan bahwa Yesus mampu melewati objek-objek padat. Teks tak
mengatakan apapun mengenai hal itu. Tetapi menjadi jelas ketika Yesus ingin
mengunjungi para murid yang telah menutup diri karena takut terhadap
orang-orang Yahudi (7:13 ; 19;38). Inilah maksud pertemuan itu: ketika Yesus
menyatakan ucapan perpisahannya, para murid ketakutan, tetapi Yesus menjanjikan
kedamaian (14:1, 17;16:33). Mereka tak perlu takut terhadap musuh-musuh guru
mereka, karena Dia memiliki kekuatan untuk kembali kepada mereka ketika
menghendakinya. Tema mengenai kodrat halus akan tubuh Yesus dapat ditarik kesimpulan
dari teks, tetapi itu bukanlah hal yang dimaksudkan injil untuk diwartakan.
Nuansa ini dapat ditemukan dalam cara dimana tak lama sesudah itu, dia
menghitung kembali cara Yesus menunjukkan tangan dan lambungNya. Hal itu
menunjukkan bahwa Yohanes secara tidak langsung tertarik dalam pertanyaan
tentang kepenuhan badaniah kehidupan Allah.
Jadi Yesus datang
untuk menemui para murid. Para murid dan terutama para penulis ajaran agama,
telah mendiskusikan dengan tak ada habisnya apakah dengan maksud Yesus ini
pengajaran apostolik atau semua umat beriman. Tentunya dalam tradisi pra-injil,
Yesus hadir kepada ke sebelas murid (1 Kor 15:5 ; Mat 28:16). Barangkali suatu
fragmen pada tradisi ini dapat diakui dalam referensi pada Thomas, “Salah satu
dari kedua belas” (20-24). Tapi secara perlahan ada suatu perkiraan yang
melihat suatu angka yang cukup besar. Karena dalam Luk 24:33, kita menemukan
siapa saja yang bersama mereka, yang mana murid-murid yang kembali dari Emaus
juga datang bergabung.
Bab 21 dan 22 memberi kesan bahwa Yohanes berharap meluaskan misi dan
persembahan Roh kepada semua umat beriman. Kenyataannya, dia
mendasari misinya pada hubungan dengan Bapanya, yang adalah pegangan bagi
setiap orang yang percaya (15:9), dan ciptaan baru disarankan pada peristiwa
ketika Roh diberikan tanpa ragu sehingga mempengaruhi semua orang Kristen.
Hanya pada bab 23, perhatian kekuatan melebihi dosa, bukanlah subjek pada
perluasan. Ini akan kita lihat pada penjelasan berikut.
Ketika dia menyambut
muridNya dengan kata-kata ”Damai untukmu”, Yesus bukan memberikan sambutan
wajib; penggunaan Shalom yang biasa digunakan pada kaum Yahudi, atau apakah dia
dengan sungguh-sungguh mengharapkan mereka damai (di sini saya setuju dengan
terjemahan “Damai sertamu”,) Dia memberikan mereka damai, sesuai dengan apa
yang dia katakan sehubungan dengan diskursus ucapan perpisahanNya(14;27-28).
Dalam pemberian damai, Yesus menunjukkan kaki dan lambungNya. Menurut Lukas,
sikap ini berarti menghapus keraguan para murid; ”mereka menghendaki bahwa
mereka melihat Roh” (Luk 24:37). Tak ada sesuatu yang sama seperti Yohanes.
Apakah kemudian maksud dari sikap ini? Barangkali hal ini merupakan antisipasi
atas apa yang akan dikatakan kepada Thomas pada situasi dimana murid ini tidak
percaya. Tetapi adalah lebih baik daripada mencatat modifikasi yang merupakan
hal aneh pada Yohanes: Yesus tidak menunjukkan tangan dan kakiNya, tetapi
tangan dan lambungNya. Yesus menghadirkan diriNya sebagai Yesus yang tersalib
dimana lambungNya dialiri oleh darah dan air (19-34): dengan mengikuti
pemikiran itu, kita dapat memberikan suatu interpretasi bahwa lambung Yesus
mengalirkan Roh, yakni sungai kecil tempat mengalir air kehidupan yang
menyirami dunia.
Ketika Yesus menghadirkan diriNya, dalam kehadiran bukan sebagaimana
manusia biasa tapi dalam kepenuhan iman, para murid melihat Dia sebagai Tuhan
dan mereka merasakannya dalam sukacita, sebagai sukacita eskatologis seperti
yang telah diramalkan dalam dispursus perpisahan (16:21-22; Why 19:7; 21:1-4),
dan tak seorangpun dapat menyingkirkan orang-orang yang menerimanya dari
kehidupan Yesus. Saat para murid mencapai kepenuhan iman, tanpa penegasan lebih
jauh, sederhana karena Yesus yang datang untuk menjumpai mereka telah
memungkinkan mereka untuk mengakuiNya sebagai yang disalib serta dibangkitkan
dari alam maut untuk melukiskansegala sesuatu padaNya.
Kata-kata itu
selanjutnya hampir tidak mirip pada segala yang berkaitan
tentang kebangkitan Kristus dalam kisah Lukas dan Mateus. Ide tentang misi
tetap dipertahankan tetapi dalam cara yang berbeda. Hal itu tidak terkait
dengan berbagai bukti-bukti Biblis, dan hal itu tidak terarah pada semua
bangsa, kecuali dengan mereka yang dikirim sebagai penengah. Yesus tidak
semata-mata berjanji tetapi Dia mengirim Roh Kudus yang
adalah simbol baru dan menandakan kehadiranNya yang menakjub
kan. Rumusan perintah misi adalah khas Yohanes, tetapi berakar pada
tradisi yang menyimpan banyak kesaksian. Kekuatan yang melebihi dosa dapat
disesuaikan pada tradisi lainnya yang mana dapat dipercaya.
Yesus menyuruh Maria
Magdalena untuk memberitahu saudara-saudaraNya bahwa Ia pergi kepada Bapa;
sebenarnya, Yesus sekarang memberitakan kepada para murid-Nya bahwa Ia akan
kembali kepada Bapa. Misi yang Dia embankan tidaklah didapat dalam substansi
dari satu ucapa Yesus; hal itu berakar sepenuhnya dalam misteri yang
menyatukan Yesus dengan Bapa-Nya. Yesus bersedia memberikan
diri-Nya sebagai lambang kehadiran Bapa ‘Dia yang melihat Aku, melihat Dia,
yang mengutus Aku’ (12:45 ; bdk. 13:3b), waktunya telah tiba ketika Dia
menuruti kehendak Bapa:“Sebagaimana Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang
Aku mengutus kamu” (20 :21). Perkataan ini menggema dalam doaNya, “Sama seperti
Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku mengutus mereka ke
dalam dunia” (17:18)
Inilah alasan mengapa
dalam Injil Yohanes ada poin yang menunjuk bahwa kini telah tiba saatnya
memberikan Roh. Kepenuhan kenabian ini terkait dengan diskursus
perpisahan. Ketika Yesus tidak mempunyai banyak waktu lagi bersama para
murid-Nya, Ia mengatakan bahwa Penghibur akan datang, ‘Roh Kudus yang akan
diutus oleh Bapa dalam namaKu’ (14:26) yaitu ‘Roh Kebenaran yang keluar dari
Bapa, ia akan bersaksi tentang Aku’(15:26). Inilah alasan mengapa Yesus harus
pergi (16:7). Yesus dibangkitkan dari dunia orang mati, memberikan Roh
Kebenaran yang disimbolkan dengan ‘hembusan nafas hidup’ pada para rasul; hal
ini sebagai kenangan ketika Allah menciptakan manusia pertama (Kej 2:7 ; Keb
15:11) dan dalam tradisi Yohanes yang menempatkan selanjutnya bahwaLogos itulah
pencipta dan pencipta kembali (bdk. Yeh 37:3-56;9; Yoh 3:5). Ini terjadi pada
hari pertama minggu itu.
Beberapa teolog
mempertanyakan apakah Roh yang diberi oleh Yesus itu identik dengan peristiwa
Pentekosta. Namun Theodora dari Mepssuestia menolak anggapan ini dengan
mengatakan bahwa Roh yang diberikan itu hanya kiasan belaka. Teolog lain
seperti Chrysostomus mencoba membuat satu distingsi tentang fungsi roh itu. Dia
menyatakan bahwa dalam Lukas, fungsi Roh (kekuatan) itu ialah untuk
membuat suatu mujizat, sedangkan menurut Yohanes fungsi Roh itu untuk
mengampuni dosa-dosa. Yang lain berpendapat bahwa Roh yang dikatakan Yohanes
diberikan pada per pribadi sedangkan dalam Luk diberikan kepada jemaat.
Meskipun demikian, beberapa teolog yakin bahwa pemberian Roh yang dimaksud oleh
Yohanes diberikan bukan kepada orang tertentu saja, Lukas justru sebaliknya
yakni bagi orang secara pribadi. Akan sulit dan mustahil untuk memadukan dua kisah
yang termuat dalam Yohanes dan Lukas tersebut. Meskipun begitu, mereka
sependapat pada banyak hal. Adalah aneh bahwa mereka mengisahkan peristiwa yang
sama pada cara yang berbeda, dan pertentangan yang ada, terjadi karena waktu
ketika Roh itu diberikan tidak cocok satu sama lain. Demikian juga seperti
pemikiran Cassian sangat setuju dengan waktu yang dikatakan oleh Yohanes
khususnya tentang ‘Pentekosta Yohanes’ tetapi juga menunjuk pada
sesuatu di luar teks. Meskipun kedua kisah ini berbeda, namun dalam praktiknya
keduanya sama. Galilea dan Yerusalem (dua daerah yang berbeda) merupakan tempat
yang dimaksud. Meskipun ditemukan perbedaan, kedua kisah ini bagi mereka
merupakan suatu keyakinan total dimana menurut Lukas, Roh tersebut adalah
pemenuhan akan harapan dan janji yang terjadi pada saat Pentekosta; sedangkan
menurut Yohanes, menekankan bahwa waktu pemberian Roh terjadi pada hari Paskah
sehingga apa yang dikatakan Yesus itu terpenuhi. Dalam karangan Yohanes, Paskah
merupakan salah satu dimensi yang esensial sedangkan bagi Lukas, hal itu
terjadi setelah Yesus naik ke Surga. Dalam Yohanes, pribadi Yesus selalu
dihubungkan dengan relasiNya dengan Bapa, yakni bahwa Roh itu akan diberikan
oleh Bapa-Nya untuk selalu menyertai para muridNya demi mewartakan misi yang
dipercayakan kepada mereka.
Roh Kuduslah yang
mendirikan Gereja dengan kuasa mengampuni dosa-dosa. Kita menggunakan
terjemahan catatan pertama dari Yohanes, lebih komprehensip pada bahasa Yunani,
dikatakan bahwa Yesus menurut Mateus, “Aku akan memberikan kamu kunci kerajaan
surga, dan apa yang kamu ikat di dunia akan terikat di surga dan apa yang kamu
lepaskan di dunia ini akan terlepas di surga (Mat 16 :19 bdk 18:18). Hal ini
menjadi diskusi panjang, khususnya antara Protestan dan Katolik, tentang
seorang yang memberi janji dan memberi mereka kekuatan. Apakah diberi kekuatan
agar tidak melakukan dosa setelah dibabtis? Kita tak harus mencobai panggilan,
sejak kita jatuh karena poin-poin esensial, menurut Yohanes bahwa kebangkitan
Kristus merupakan pembukaan Gereja yang diawali dengan salam pada
bangsa-bangsa; Yesus, tinggal selamanya, GerejaNya menunjuk jalan menuju surga,
seperti kata Mateus bahwa Yesus tinggal di bumi, diserahkan kuasa kepada Petrus
untuk memutuskan siapa yang akan masuk kerajaan surga.
Apabila bab 23
dibandingkan dengan tradisi Mateus, hal itu sangat tidak jelas, dibandingkan
dengan ide-ide Yohanes yang lebih baik. Pada bab 21, dimana Yesus mengutus
murid-muridNya seperti Bapa mengutus Dia, mengingatkan kita akan peranan Yesus
sebagai hakim di antara manusia yang membedakan mereka yang datang kepada
cahaya (9:34-41 ; 3;17-21). Hal itu seperti yang dikatakan Paulus yakni bahwa
bagi yang terakhir kami adalah bau kematian yang mematikan dan bagi yang
pertama bau kehidupan yang menghidupkan (2 Kor 2;15-16). Pada bab 22,
memperlihatkan bahwa dengan Roh Yesus menghapus dosa dunia (1;29) dan kita
mengetahui bahwa darah Yesus menyucikan kita dari segala dosa (1Yoh 1:7). Di
sini Yohanes menggunakan tradisi Yahwis, yang berasal dari tradisi tulisan
Qumran (I QS 3:7-8), dimana tercantum bahwa Mesiaslah yang akan menghapus
segala dosa kita.
Tentu saja itu mungkin
sama dengan Yohanes yang membatasi skop dari janji dan hadiah dari Yesus, hal
itu ditampakkan melalui para murid yang tidak pergi kepada semua bangsa-bangsa,
dan tidak keluar pada dunia akhir. Tak seorang pun menjadi bersih. Tapi tidak
dikatakan mengenai hal itu, apakah hal itu merupakan reaksi keterbukaan yang
tidak terbatas, yang tepat dari Gereja di dunia, hal ini tidak sesuai dengan
kehormatan dalam dunia dan kekuatan dosa yang mempengaruhi semua orang, tanpa
banyak perbedaan kecepatan, tempat dan waktu.
Dan tidak ada alasan
yang membedakan antara melakukan dosa sebelum babtis dan melakukan dosa sesudah
babtis. Oleh karena itu, pemakluman secara umum dalam tradisi-tradisi lain juga
sekarang terpenuhi dalam teks Yohanes.
2. Iman Thomas
Adalah Thomas seorang dari kedua belas rasul yang disebut Didimus, tidak
ada bersama dengan mereka ketika Yesus datang. Maka, murid-murid yang lain berkata
kepadanya “kami telah melihat Tuhan!” Akan tetapi Thomas berkata kepada mereka
“sebelum aku melihat bekas paku di tangan-Nya dan mencucukkan jariku ke dalam
bekas paku itu dan menaruh tanganku ke lambung-Nya saya tidak percaya”. Delapan
hari kemudian murid-murid Yesus berada kembali di rumah itu dan Thomas berada
bersama dengan mereka. Sementara pintu tertutup, tapi Yesus datang dan berdiri
di antara mereka, dan berkata “damai sejahtera bagimu!” Lalu Ia berkata kepada
Thomas: taruhlah jarimu di sini dan lihat tangan-Ku dan ulurkanlah tanganmu dan
rabahlah lambungku. Janganlah engkau tidak percaya lagi tetapi percayalah”.
Thomas menjawab “Tuhanku dan Allahku!” Yesus berkata kepadanya, “sudah
percayakah engakau karena engkau melihat Aku? Berbahagialah orang yang tidak
melihat namun percaya”.
Dalam tradisi Injil,
topik tentang keragu-raguan membentuk tampilan yang integral; para murid tidak
begitu mengenali Dia yang menampakkan Yesus sebagai pribadi. Pada cerita
sebelumnya, Yohanes telah membuat versi yang sangat berhadapan dengan Yesus
yang bangkit, sampai ketitik dimana tema tradisional tentang keraguan itu
secara penuh dipusatkan pada penampakan kepada Thomas. Thomas adalah sosok yang
signifikan dalam Injil Yohanes. Dia mengajak teman-temannya untuk mati bersama-sama
dengan Yesus menjelang Dia pergi untuk membangkitkan Lazarus. Dia meminta Yesus
supaya memberitahukan tempat kemana Dia akan pergi karena mereka tidak tahu
jalan kesitu (14: 5). Walaupun demikian akan menjadi salahlah mengatakan Thomas
seorang peragu; tetapi dia agaknya adalah murid yang bergerak lamban menuju
iman yang autentik.
Cerita itu disusun
dengan pararel yang ketat dengan perikop sebelumnya. Ayat 24-25 adalah
peralihan, ayat 25 merujuk ayat 20; dan ayat 26 adalah paraprase ayat 19. Cerita
itu kemudian disusun kembali dengan menambahkan tiga tema Yohanes dari ayat 27,
28, dan 29. Rekonstruksi ini menunjukkan bahwa Yohanes sekarang berusaha
menyesuaikan kembali bahan yang dimilikinya dengan tujuan penulisannya.
Pada tampilan pertama,
Thomas menghadirkan kembali sikap perlawanan terhadap para murid yang lain.
Para murid melihat dan percaya, sementara Thomas menginginkan bukti. Dalam
Injil Lukas, para murid ingin mengalami namun masih tak sanggup untuk percaya.
Dalam Injil Yohanes, Thomas ingin memverifikasi apa yang dikatakan
rekan-rekannya dengan meyakinkan diri pada penglihatannya sendiri bahwa yang
berhadapan dengannya secara nyata adalah Yesus yang tersalib. Yohanes secara
seksama menambahkan kategori-kategori pemikiran Yahudi mengenai kebangkitan.
Yohanes membutuhkan suatu kesinambungan yang tepat antara kedua dunia, supaya
ia sanggup memverifikasi dengan cara yang konkret bahwa orang yang berhadapan
dengannya adalah orang yang sama seperti yang sebelumnya. Filipus telah
menyatakan keinginannya untuk melihat Bapa (14:8). Dan Thomas berharap melihat
Putra yang dimuliakannya itu, dalam pengertian kita sehari-hari. Thomas tetap
tinggal pada level duniawi layaknya Nikodemus yang mencoba memahami bagaimana
manusia bisa lagi kembali ke dalam rahim ibunya (3:4). Yesus tampaknya
meyakinkan Thomas dengan mengabulkan keinginannya. Ia tentu tidak meneruskan ke
dalam demonstrasi yang serupa dengan apa yang diberikan Lukas ketika
mendeskripsikan Yesus yang sedang makan dalam penglihatan para murid-Nya: tapi
kata-kata yang dilontarkannya sama halnya sehingga Thomas memang ragu
sebelum ia mengabulkan permintaan Yesus.
Sentuhan Yohanes yang
memikat bisa diteliti di sini: sehingga para penulis sesudahnya, seperti
Ignatius dari Antiokia mengatakan, Thomas tidak mengabulkan permintaan itu.
Thomas pada suatu waktu akan mewartakan imannya. Yesus mengetahui hati terdalam
orang-orang; seperti Natanael agak dikejutkan bahwa Yesus tahu bahwa suatu
ketika dia berada di bawah pohon ara (1: 48-56). Sekali lagi Yesus adalah orang
yang pertama melihat perasaan Thomas dan itulah sebabnya mengapa Thomas kembali
melihat Yesus.
Pernyataan iman Thomas
‘Tuhanku dan Allahku’ tidak berarti Thomas mengartikannya untuk mengekpresikan
ide-ide yang tegas seperti halnya yang disampaikan oleh Konsili Kalcedonia
mengenai sifat alamia ke-Allah-an Kritus sehakikat dengan Bapa. Dari mana
pernyataan ini muncul? Pernyataan ini membentuk sebuah kesejajaran dengan
aklamasi yang diklaim Kaisar Domitianus (81-96 SM) menjadi dihormati. Dominus
et Deus noster. Kitab Wahyu tampak nyata memiliki keinginan memikirkan
kaisar ini, dan Injil bisa jadi ditambahkan sebagian. Selama pemerintahannya,
tapi konteks pada bagian itu tidak mengijinkan kemungkinan perbandingan apapun.
Oleh karena itu para sarjana cenderung berpikir bahwa di sini Yohanes telah
mengubah pemakaian kata Perjanjian Lama: YHWH – Elohay (bdk.
Im. 35: 23 ‘Tuhanku dan Allahku’). Bagaimanapun bagi Injil Yohanes sendiri kita
mesti mencari sebuah keterangan. Di sana, Putra mesti dihormati sama seperti
Bapa dihormati (5: 23); dan kita yang mesti mencatat perkataan Yesus:
Akulah jalan (8: 28). Arti keseluruhan pewartaan ini menjadi jelas kelihatan
ketika hal itu ditampakkkan dalam sebuah konteks liturgis yang serupa dengan
yang dilukiskan dalam Wahyu. “pantaslah Engkau, Tuhan dan Allahku menerima
kemuliaan, hormat, dan kuasa” (Why. 4:11). Naskah terakhir ini tentu saja
menunjuk kepada Allah, tetapi bukankah Yesus mengatakan: “Aku dan Bapa adalah
satu” (10: 30)? Kemudian dengan menegaskan kata “Tuhan-ku dan Allah-ku; Thomas
mengekspresikan apa yang dikatakan Yesus kepada Maria Magdalena ketika Ia
berbicara kepadanya melalui Allah dan perjanjian dia mengatakan “Amen” terhadap
perjanjian, terhadap Allah sebagai manusia melalui Yesus.
Akhirnya Yesus mengetahui
bahwa Thomas telah menerima kebenaran dan iman secara otentik, yakni sesuatu
yang tidak dilakukan oleh para murid dalam Lukas. Yesus mengucapkan selamat
padanya, walaupun ia tidak siap menghubungkan iman ini dengan apa yang terlihat
pada Thomas. Dengan pernyataan bahwa ‘orang yang tidak melihat diberkati’,
Yesus tidak akan mengabaikan mereka yang dengan previlegi tampilan telah diberi
informasi. Menunjuk apa yang biasa dipikirkan, Kristus mengabarkan secara
bersamaan: ‘terberkatilah orang yang tidak menampakkan dirinya tapi percaya
dengan sepenuh hati. C. H. Dodd telah menggabungkan pernyataan ini dengan apa
yang ada pada Injil, “terberkatilah matamu, bagi mereka yang melihat, dan
telingamu bagi yang mendengar… (Mat. 13: 16), dan bahkan pernyataan itu
ditemukan dalam 1 Ptr.: ‘tanpa melihat-Nya kau mencintai-Nya; walaupun engkau
tidak melihat-Nya tapi kau percaya kepada-Nya dan memuji dengan kegembiraan
yang takterpanjatkan serta agung mulia. Sebagai buah dari imanmua kau
memperoleh keselamatan jiwamu (1 Ptr. 1: 8-9). Maksud Yohanes pastinya tidak
untuk mengabaikannya, tetapi untuk menampakkan umat yang hidup setelah masa
previlegi ini, lama sesudah kemuliaan Yesus, memiliki kesenangan yang sama.
Kesimpulan
Sangat sulitlah menyimpulkan secara garis kecil kontribusi Yohanes terhadap
pengertian Kristiani tentang pesan Paskah. Marilah kita menelisik beberapa
sudut pandang refleksi.
Yohanes mengeluarkan
sebuah penyederhanaan dan peredaksian. Argumen-argumen apologetis menjadi
kabur, karena segala sesuatu diterangi oleh pengertian kasih. Kemudian kubur
yang kosong, nyata suatu yang penting, sekarang memberikan kebenarannya yang
signifikan: itu merupakan tanda bagi siapa saja murid yang dikasihi. Fakta
bahwa kubur kosong bisa menjadi tanda totalitas misteri; negatif, tapi
signifikan sehingga sangat nyata.
Yohanes
mempersonalisasikan segalanya adalah catatan-catatan tradisi. Kemudian misi itu
bukanlah perkataan sederhana yang didengar dan menyinggung para murid supaya
melanjutkan karya Yesus; hal itu merupakan hubungan yang dimengerti oleh umat
dan menyatukan dirinya dengan Yesus seperti halnya Yesus disatukan dengan Bapa.
Tak seorang pun dilarang mengatributkan segala sesuatu kepada dirinya sendiri
karena ia memuat realisasi apa yang dilakukan Yesus sendiri di bumi bawah ini.
Lebih dari penginjil
mana pun Yohanes mendasarkan semua yang terlihat di atas sabda yang membimbing
ke dalam kontak dengan Yesus; tak ada bukti kebangkitan kecuali sabda Yesus
sendiri menggantikannya. Bahkan penampakan-penampakan itu kekurangan
nilai-nilai demonstratif yang boleh jadi diajukan seseorang terhadapnya. Sabda
Yesus sendri menggantikannya. Yesus menunjukkan luka-lukanya, tetapi tidak
membuktikan korporalitasnya, tetapi untuk mendemonstrasikan bahwa
penderitaan-Nya adalah sumber damai yang baru diberikannya dan roh yang akan
dicurahkan-Nya.
Akhirnya, kesatuan bab
ini dibentuk oleh aliansi yang didirikan antara Bapa dan para murid yang
berdasar pada hubungan-Nya dengan Bapa yang dipelihara Yesus. Dan terutama
hubungan ini diungkapkan dengan pengaruniaan roh yang seperti Yesus menjadi
“Allah beserta kita” seturut Mateus, adalah jaminan kekal kehadiran Tuhan di
antara para murid di bumi ini. Terima kasih kepada para murid yang telah
berpuasa atas dosa sehingga seluruh dunia dapat memasuki perjanjian dengan
Allah.