Pengantar:
Minggu depan tgl 25 Nov 2012 adalah minggu Kristus Raja menurut tahun gereja, di sini kami mencoba mengambil tulisan yang memberikan penjelasan tentang itu. Selamat membaca.
Minggu Kristus Raja
A. Uraian Historis
Jemaat-jemaat Kristen mula-mula pada umumnya belum mempunyai
gedung gereja. Anggotanya biasa berkumpul di rumah salah seorang di antara
mereka, atau ruang lain yang sudah tersedia pada waktu itu (bnd. Kis. 16:40;
Rm. 16:5,14,15; I Kor. 16:19; dll.). Hal tersebut menunjukkan bahwa suasana
ibadah orang-orang Kristen pada zaman itu lebih menyerupai kebaktian
rumahtanggadaripada kebaktian di gereja seperti yang kita lakukan pada saat
ini.
Jalannya kebaktian tidak persis sama di semua tempat. Bahkan
mula-mula belum ada tatacara kebaktian yang tetap. Tetapi lambat-laun kebaktian
dilaksanakan dengan memakai tatacara atauliturgi yang lengkap. Proses
terbentuknya perayaan liturgi Kristiani tersebut berakar dalam tahun pesta
Yahudi.
Yesus dan para murid-Nya jelas masih ikut merayakan hari-hari
raya dan pesta Yahudi. Jemaat Kristen Yahudi, khususnya di Yerusalem, masih
melanjutkan perayaan hari raya dan pesta Yahudi. Namun, tentu saja mereka sudah
memberi isi Kristiani, yaitu berdasarkan pengalaman Paskah (bnd. Kis.
2:46; 3:1).
Pada abad II jemaat merayakan pesta Paskah tahunan beserta
Pentakosta 50 hari sesudahnya. Hingga abad IV perayaan Paskah dan minggu-minggu
Paskah menjadi struktur dasar masa liturgi waktu itu. Pada abad IV juga terjadi
tiga perkembangan perayaan tahunan, yaitu:
1. Kristenisasi hari raya kafir atas pesta dewa
matahari yang tak terkalahkan pada tanggal 25 Desember di Gereja Barat
menjadi hari raya Natal-kelahiran Yesus Kristus dan pesta kelahiran dewa
Aion (dewa waktu dan kekekalan) pada tanggal 6 Januari di Gereja Timur
menjadi hari raya penampakan Tuhan. Kedua pesta tersebut bisa saling diterima
dalam kedua Gereja.
2. Pengembangan tematis perayaan Paskah tahunan ke dalam
Tri Hari Suci dan ke Pekan Suci. Demikian pula masa waktu antara Hari Raya
Paskah hingga Pentakosta dikembangkan dengan penambahan perayaan oktav Paskah
dan Hari Raya Kenaikan Tuhan.
3. Munculnya masa persiapan selama 40 hari bagi para
ketekumen yang akan menerima baptisan dengan melakukan tobat dan laku tobat.
Pada abad V-VII terjadi pembentukan liturgi Romawi kuno
dengan antara lain munculnya masa Adven dan berbagai pesta lain. Selanjutnya,
sejak abad X terjadilah suatu kecenderungan perayaan pesta-pesta yang
terisolasi satu sama lain, misalnya Hari Raya Kenaikan Tuhan mempunyai oktav
sendiri, Pesta Yesus dimuliakan (6 Agustus), dan aneka pola pesta yang sama
sekali baru, yaitupesta devosi seperti Trinitas (abad X), Tubuh dan Darah
Kristus (abad XIII), Hati Kudus Yesus (abad XVII), dan Kristus Raja (abad
XX).
Adanya aneka ragam perayaan pesta dalam liturgi gereja
tersebut menyebabkan tersingkirnya makna hari Minggu dalam liturgi gereja. Oleh
karena itu, abad XX ditandai dengan gerakan pembaruan liturgi yang sudah
dipersiapkan lama sebelumnya. Pius XII mengembalikan perayaan Paskah sebagai
pusat tahun liturgi. Akhirnya, sejak Konsili Vatikan II gereja mengolah,
mengatur, dan menyusun kembali seluruh perayaan liturgi sepanjang tahun dalam
konsepsi kesatuan yang disebut dengan Tahun Liturgi Gereja.
Dengan demikian, hari raya liturgi tersebut tersusun tanpa
rekayasa kronologis dan konsep historis. Saat ini Tahun Liturgi Gereja tersusun
sebagai berikut:
1. Masa raya Paskah, yaitu: Rabu Abu, Minggu-minggu
Prapaskah, Minggu Sengara, Minggu Palem, Kamis Putih, Jum’at Agung, Sabtu
Sunyi, Paskah, Minggu-minggu Paskah, Kenaikan Yesus ke Sorga, novena, dan
Pentakosta.
2. Masa raya Natal, yaitu: Minggu-minggu Adven, Natal
Pertama (24 Desember) dan Natal Pagi (25 Desember), hari Minggu setelah Natal,
1 Januari, dan Epifania.
3. Masa Biasa dan
Minggu-minggu biasa, terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berlangsung
antara Minggu setelah Epifania dan hari Minggu sebelum Rabu Abu. Bagian kedua
berlangsung antara Minggu setelah Pentakosta (atau setelah Minggu Trinitatis)
dan Minggu sebelum Adven (disebut hari Kristus Raja). Jumlahnya tiga puluh
tiga atau tiga puluh empat Minggu.
Uraian di atas telah memberikan gambaran yang jelas bahwa
Minggu Kristus Raja adalah pesta devosi yang baru dalam gereja dan ditempatkan
untuk menutup seluruh rangkaian Tahun Liturgi Gereja atau Masa Raya
Liturgi Gereja. Minggu Kristus Raja selalu jatuh di antara tanggal 22 dan 28
November. Pada tahun ini, Minggu Kristus Raja jatuh pada tanggal 25 November
2007. Dengan demikian, sesungguhnya gereja juga telah “menciptakan” sendiri
permulaan dan penutup tahun, yaitu tahun gereja.
B. Makna dan Dasar-dasar Alkitabiah
Minggu Kristus Raja merupakan hari Minggu penutupTahun
Liturgi Gereja, sekaligus saat untuk menyambut Adven, sehingga menjadi
istimewa. Hari raya ini mengarahkan gereja kepadazaman penyelesaian
akhir karya keselamatan Allah di dalam Kristus (Mat. 3:2; 4:17; 10:7; Luk.
9:2; 2 Ptr. 1:16; bnd. Mrk. 15:18; Luk. 23:3, 37, 38; Yoh. 19:3, 14). Saat ini
gereja masih menantikan langit dan bumi yang baru di mana Kristus Sang Raja
akan datang kembali sebagai Hakim untuk menyelesaikan segala sesuatunya dan
menaklukkan segala sesuatu, sehingga “Allah menjadi semua di dalam semua” (1
Kor. 15:28; 1 Tim. 6:16; Why. 21-22). Inilah tujuan seluruh sejarah manusia dan
seluruh sejarah gereja.
Dalam rentang waktu antara kedatangan Kristus yang pertama
dan kedatangan-Nya yang kedua kalinya hiduplah gereja. Gereja hidup, bergerak,
dan berziarah menuju kepada janji kepenuhan hari penyelamatan Allah yang di
satu pihak sudah terlaksana di dalam Kristus dan di lain
pihak bergerak dalam rangka sejarah dunia kepada penyelesaian akhirnya.
Dalam rentang waktu itulah gereja berliturgi untuk memuliakan Allah dan dengan
demikian juga membawa manusia kepada kekudusan.
Keistimewaan hari raya ini ditandai pula dengan didirikannya
beberapa patung Kristus Raja dalam ukuran raksasa, misalnya di Brazilia dan di
Timor Leste. Patung-patung tersebut ditahbiskan tepat pada hari Minggu Kristus
Raja.
C. Penjelasan Liturgi
Pada Minggu Kristus Raja, pembacaan Alkitab
berdasarkanRevised Common Lectionary (RCL) adalah sebagai berikut:
Pada
tahun A, pembacaan pertama – sebagai pendahulu Injil tentang penghakiman
terakhir – adalah Yehezkiel 34:11-16, 20-24 yang menjelaskan bahwa TUHAN tidak
semena-mena dalam menghakimi. Ia telah lebih dahulu menggembalakan kawanan
domba-Nya sebelum menjadi Hakim atas para domba. Mazmur 100 tentang kawanan
domba menghadap TUHAN, atau Mazmur 95:1-7a tentang kawanan domba menghadap Sang
Raja semesta, dibacakan setelah pembacaan pertama. Pembacaan kedua adalah
Efesus 1:15-23, memberitakan bahwa Dia adalah Kepala dari segala yang ada.
Pembacaan Injil adalah dari Matius 25:31-46 tentang penghakiman terakhir atas
semua orang oleh Yesus, Sang Raja Semesta. Sebagai Hakim dan Gembala, Ia akan
memisahkan seseorang dari yang lain; domba di sebelah kanan dan kambing di
sebelah kiri.
Pada
tahun B, pembacaan pertama yang melandasi pembacaan Injil adalah 2 Samuel
23:1-7 tentang kesaksian Daud yang terakhir dan tentang sumpah TUHAN kepadanya,
atau Daniel 7:9-10, 13-14 yang berisi tentang kerajaan dari Yang Lanjut Usia
yang tidak akan musnah. Pembacaan antara adalah Mazmur 132 (jika membaca 2
Samuel) yang berisi tentang kesaksian pemazmur akan sumpah TUHAN kepadanya,
atau Mazmur 93 (jika membaca Daniel) yang berisi tentang TUHAN, Raja yang
kekal. Pembacaan kedua adalah Wahyu 1:4b-8 tentang Yang Mahakuasa adalah Alfa
dan Omega, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang. Pembacaan Injil
adalah Yohanes 18:33-37 diambil dari kisah pengadilan Yesus di hadapan Pilatus.
Dalam percakapan tersebut ditegaskan bahwa Kerajaan Yesus bukan dari dunia ini.
Pada
tahun C, pembacaan pertama adalah Yeremia 23:1-6 berisi nubuat tentang
datangnya TUHAN, Sang Keadilan, dari keturunan Daud yang akan menggembalakan
umat-Nya. Pembacaan antara adalah Mazmur 46 tentang TUHAN adalah kota benteng.
Pembacaan kedua diambil dari Kolose 1:11-20 tentang kerajaan terang, Kerajaan
Anak-Nya, yang menebus dan mengampuni umat-Nya. Pembacaan Injil adalah Lukas
1:68-79 berisi “nyanyian pujian Zakaria” tentang Tuhan melawat umat-Nya
bagaikan surya pagi dari tempat tinggi yang menyinari orang yang berada di
dalam kegelapan dan naungan maut. Atau Lukas 23:33-43 diambi dari kisah
penyaliban Yesus, Raja orang Yahudi, dan tentang kedatangan-Nya nanti sebagai
Raja.
Pembacaan Alkitab dengan menggunakan leksionari seperti
tersebut di atas memang menimbulkan pengulangan berkala, yaitu setiap tiga
tahun sekali. Hal tersebut seharusnya tidak membosankan, tetapi justru dapat
memperdalam penghayatan warga gereja atas firman Tuhan. Menurut Rasid
Rachman, pengulangan dalam liturgi juga dapat dilihat sebagai axis
mundi (poros bumi) atau bor yang berkonsentrasi dan berputar pada satu
poros, dan putarannya menyebabkan lobang yang semakin dalam. Dengan leksionari,
pembacaan Alkitab pun tidak lagi sekedar satu atau dua ayat yang tidak jelas
hubungannya satu sama lain, namun diarahkan pada suatu kisah yang beralur dari
Minggu ke Minggu, dan dari tahun ke tahun. Cara pembacaan Alkitab seperti ini
tentu tidak dimaksudkan untuk mematikan kreatifitas, tetapi justru untuk
menumbuhkan minat membaca, mendalami, dan menyampaikan kabar baik secara lebih
baik, kreatif dan bertanggung jawab.
D. Refleksi Teologis
Memulai dan mengakhiri sesuatu, sejak lama telah menjadi hal
yang begitu penting dalam hidup manusia, sehingga seringkali tidak ingin
dilewatkan atau dibiarkan berlalu begitu saja. Oleh karena itu, hingga saat ini
ada beragam penanggalan (kalender) yang dengan mudah kita jumpai di sekitar
kita. Atasnya manusia tidak hanya sedekar ingin memulai dan mengakhiri hari,
minggu, atau tahun, tetapi juga ingin menandai dan merayakan banyak
hal yang penting dan bermakna dalam hidupnya.
Gereja yang kini hidup dalam rentang waktu antara kedatangan
Kristus yang pertama dan kedatangan-Nya yang kedua kalinya juga merasa perlu
“menciptakan” sendiri Tahun Liturgi Gereja. Hal tersebut bukan sekedar
sebagai penanda bahwa gereja hidup, bergerak, dan berziarah menuju kepada zaman
akhir. Tetapi juga telah menjadi kebutuhan gereja tak terelakkan untukmerayakan
kehidupan dengan cara berliturgi. Semua itu ditempuh untuk
tujuan memuliakan Allah dan membawa manusia kepada kekudusan Allah.
Minggu Kristus Raja telah ditetapkan
sebagai penutupTahun Liturgi Gereja yang berpuncak dalam perayaan Paskah.
Tahun liturgi tersebut senantiasa memiliki garis dan kerangka dasar yang tetap,
yaitu pada Misteri Yesus Kristus. Pada hari Minggu Kristus Raja, gereja
diingatkan kembali akan zaman akhir karya keselamatan Allah di dalam
Kristus, langit dan bumi yang baru di mana Kristus Sang Raja akan datang
kembali sebagai Hakim untuk menyelesaikan segala sesuatunya dan menaklukkan
segala sesuatu, sehingga “Allah menjadi semua di dalam semua.”
Sabda-Nya: “Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan
yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa”(Why. 1:8).
Oleh :Pdt. Aris Widaryanto,STh,M.Min
Kepustakaan
Berkhof, H. Sejarah Gereja. Jakarta: Gunung Mulia,
1993.
End, Th. Van den. Harta dalam Bejana: Sejarah Gereja
Ringkas.Jakarta: Gunung Mulia, 1990.
Http://www.crivoice.org/lection.html.
Martasudjita, E. Pengantar
Liturgi: Makna, Sejarah dan Teologi Liturgi. Yogyakarta:
Kanisius, 1999.
Rachman, Rasid. Hari Raya Liturgi: Sejarah dan Pesan
Pastoral Gereja. Jakarta: Gunung Mulia, 2005.
Tanner, Norman P. Konsili-konsili Gereja: Sebuah Sejarah
Singkat. Yogyakarta: Kanisius, 2003.