Jumat, 15 November 2013

Khotbah Pada Penutupan Kebaktian Sektor Tahun 2013
GMI KASIH KARUNIA, Jalan Hang Tuah 2 Medan
“Pentingnya  keteladanan hidup”
2 Tesalonika 3:6-15
Apakah pentingnya sebuah keteladanan? Benyamin Franklin berkata: sebuah teladan hidup yang baik adalah khotbah yang terbaik yang dapat disampaikan kepada semua orang. Melalui teladan hidup itulah orang bisa melihat dengan nyata bagaimana teladan hidup anak-anak Tuhan bukan hanya sekedar sebuah teori, bukan hanya sekedar suatu pemahaman theologi, melainkan nyata dalam kehidupan pribadi demi pribadi.
Albert Schweizer berkata: kalau engkau mau mempengaruhi orang lain, teladan bukanlah hal yang utama, tetapi teladan adalah satu-satunya hal untuk mempengaruhi orang. Jadi teladan bukanlah hal yang sembarangan, melainkan merupakan suatu faktor ampuh yang bisa dipakai untuk membawa orang kepada Kristus. Teladan hidup, teladan berjemaat merupakan suatu harta karun, suatu keseriusan, suatu perjuangan, dan suatu komitmen untuk mau membawa orang kepada Tuhan.
Keteladanan hidup bukan datang dalam sehari, bukan dibangun berdasarkan satu perjuangan yang remeh, tetapi merupakan perjuangan yang disertai jutaan tetesan air mata. Keteladanan juga dibentuk dari berbagai macam ketajaman/ kepekaan diri dan kewaspadaan diri. Kita tidak bisa menjadi teladan hanya dengan lenggang kangkung dan sekedar berkata-kata melainkan kita perlu masuk ke dalam perjuangan yang terus menerus. Gereja adalah wajah dimana pemerintahan Tuhan ada di muka bumi ini. Gereja adalah wajah dimana kasih Allah dinyatakan di dalam dunia ini. Gereja adalah suatu eksistensi yang sedang diperhatikan oleh seluruh dunia bahkan juga setan. Berarti kita sebagai anak-anak Tuhan bukan sekedar ada di tempat ini sebagaimana kita ada, tetapi banyak mata yang sedang memperhatikan dan melihat bagaimana kita hidup didalam pengajaran yang kita jalani.
Masalah percabulan yang disebutkan dalam 1Tesalonika 4:1-10 jelas-jelas belum terjadi melainkan merupakan suatu peringatan dari Paulus. Tetapi masalah kemalasan dan ketertiban hidup jemaat dalam ayat 11-12 adalah benar-benar sudah terjadi. Mengapa Paulus harus terlalu mengurusi masalah seperti ini, apakah hal ini berkaitan dengan kehidupan berjemaat?
Ada 3 pendekatan Paulus untuk kita bisa melihat sikap Paulus dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan bergereja, yang seharusnya juga menjadi bagian kita memandang kehidupan kita dan peran kita dalam kehidupan sebagai anak Tuhan, yaitu:
1)       Keseimbangan antara penginjilan, pengajaran, dan penggembalaan.
Paulus dikenal sebagai rasul bagi orang-orang kafir. Berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus kilometer dia jalani untuk menjalankan panggilannya. Paulus berdebat, mengajar, mengabarkan Injil tentang satu-satunya Juruselamat yaitu Yesus Kristus. Jadi Paulus dikenal sebagai seorang penginjil dan pengajar. Dia dikenal sebagai rasul yang terdidik, rasul yang memiliki pemaparan yang terinci dan sangat sistematis. Yang seringkali dilupakan dari sosok Paulus adalah dia juga melakukan pelayanan pastoral. Apa yang ditulis dalam 1 dan 2 Tesalonika ini jelas-jelas menunjukkan bahwa Paulus meneliti kehidupan jemaatnya pribadi demi pribadi.
Jadi Paulus menulis ayat-ayat diatas adalah dalam kaitan penggembalaan yang dia kerjakan. Dia melihat adanya bahaya besar di tengah-tengah ketidak seimbangan antara penginjilan, pengajaran dan penggembalaan. Ketiga hal tersebut merupakan 3 pilar yang menopang kehidupan rohani seseorang. Alangkah mengerikannya jika kita hanya menekankan satu saja dari ketiga hal tersebut. Ada yang mengatakan bahwa penginjilan adalah proses seorang bayi rohani dilahirkan. Alangkah ironisnya jika ada bayi yang dilahirkan oleh seorang ibu tetapi dia tidak pernah diberi makan didalam kaitannya dengan pendidikan dalam pengajaran. Kalau kita melepaskan begitu saja orang yang baru menerima Injil maka orang tersebut akan memasuki hidup yang baru tanpa mempunyai pegangan yang lebih konkrit, tanpa mengerti kebenaran doktrin yang mendasari hidupnya.
Penggembalaan akan membawa orang yang sudah mempelajari Kebenaran kepada penerapan Kebenaran dalam hidupnya. Kalau Kebenaran hanya dipelajari tanpa diterapkan dalam hidup maka kekristenan akan mengalami hal yang sama dengan yang terjadi di Eropa yaitu gereja mati. Gereja-gereja itu dibangun diatas doktrin yang ketat  tetapi mereka tidak melakukan penginjilan.
2)       Keseimbangan antara isi pengajaran dan model kehidupan yang menjadi contoh.
Paulus menjalankan model kehidupan yang sangat harmoni dengan isi pengajarannya (2Tesalonika 3:7-9). Ada orang yang menganggap Paulus sebagai orang yang sombong. Menurut saya, Paulus berkata bahwa dia bekerja keras menghidupi dirinya, bahkan tidak makan dari uang orang lain, adalah merupakan satu konsistensi keseimbangan antara isi pengajarannya dengan pola hidupnya di hadapan Tuhan. Dia mengajar jemaatnya untuk kerja keras, dan dia sendiri juga bekerja keras.  
Keteladanan adalah sebuah integritas hidup, bukan hanya sekedar pameran dari apa yang dapat dia lakukan. Keteladanan adalah suatu kristalisasi dari nilai-nilai dalam dirinya yang dipertunjukkan kepada dunia yang sedang menantikan apa yang sedang diperbuat oleh gereja/ anak-anak Tuhan.
Keteladanan bukan sekedar indah untuk dibicarakan melainkan merupakan suatu pergumulan seumur hidup Paulus, bahkan sampai darahnya tercurah. Inilah ketajaman dan bobot pengajaran Paulus yang tidak bisa sama dengan orang yang hanya jago dalam teori tetapi tidak bisa menjalankannya dalam hidupnya. Gereja dituntut untuk menyatakan pemahamannya akan Kebenaran dalam hidupnya.
3)       Keseimbangan antara iman dan karya hidup.
Paulus ketika menjalankan isi pengajarannya, dia juga melihat karya Tuhan dalam hidupnya dan hidup jemaat. Paulus melakukan karya-karya hidup yang dapat memperbaiki orang lain yang sudah mendengarkan pengajarannya.
Setiap orang yang mengajar theologi belum tentu iman dan isinya benar. Paulus dalam iman yang benar juga memiliki kepekaan dan kepedulian kepada jemaatnya.
Keteladanan tidak dapat dibangun hanya oleh segelintir orang. Setiap kita berada di jalur untuk hidup dalam keteladanan. Kita dipanggil untuk menjadi garam dan terang dunia. Bukan hanya orang yang mengerti theologi secara mendalam melainkan kita dipanggil karena esensi kita sebagai garam dan terang dunia.
Mengapa Paulus menggunakan kata-kata yang begitu keras kepada orang yang tidak mau bekerja dan tidak hidup tertib? Setelah ditelusuri, ternyata penyebab dari mereka tidak bekerja dan tidak hidup tertib adalah karena 3 aspek yaitu:
1)       mereka memiliki pengertian yang salah akan ajaran yang mereka terima.
Mereka mendapatkan pengajaran yang membawa mereka kepada kesimpulan untuk tidak perlu bekerja. Isu theologis yang muncul pada waktu itu adalah kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya akan terjadi segera sehingga menjadi sesuatu yang akan mendesak kehidupan mereka. Akhirnya mereka merasa tidak perlu bekerja, tidak perlu lagi menangani kehidupan duniawi. Paulus akhirnya menjelaskan tentang kedatangan Tuhan yang tidak bisa ditentukan waktunya.  
Sebuah pengajaran belum tentu membuat hidup seseorang menjadi benar, bahkan theologia sekalipun belum tentu membawa orang mengenal Tuhan secara benar. Ajaran sesat akan mendatangkan maut bagi orang yang mempelajarinya. Pernahkah kita peduli dengan kebenaran yang kita pelajari dan telah mempengaruhi hidup kita sampai sejauh apa? Beberapa jemaat di Tesalonika mensimbiosiskan ajaran yang mereka terima di luar gereja dengan ajaran yang mereka terima di dalam gereja. Kita harus senantiasa menguji ajaran yang kita terima dalam kerangka tulang punggung Kebenaran sejati sehingga kita menemukan kebenaran yang solid.
2) mereka tidak mengikuti standar hidup Tuhan.
Ada jemaat di Tesalonika masuk ke dalam spiritualitas yang semu setelah mendengar Firman Tuhan. Mereka berada di dalam gereja tanpa melakukan ibadah yang sejati. Akhirnya Paulus merasa perlu untuk melakukan disiplin gereja yang ketat. Mereka juga membuang-buang waktu dan menjadi parasit bagi gereja. Ajaran yang mereka terima yang menggiring mereka melakukan hal itu. Paulus hendak mengajak jemaat di Tesalonika untuk membangun orang-orang ini, membawa orang-orang ini kepada jalur yang benar.
3)mereka merusak kesaksian umat Tuhan.
Mereka tidak bisa lagi hidup sebagai orang yang sopan di mata orang luar, tidak dapat lagi mandiri dan menjadikan kehidupan gereja menjadi tidak baik. Seberapa jauh kita memiliki hidup yang dihormati orang lain? Ini adalah sisi lain dari keteladanan hidup.
Sebagai jemaat  GMI  yang dikenal memiliki teologi yang dinamis, dapatkah kita berdiri tegak di hadapan orang kafir dan menjadi model hidup bagi mereka di sepanjang hidup kita sampai kita dipanggil Tuhan? Keteladanan hidup adalah panggilan hidup yang tidak bisa dipermainkan.
Kesimpulan dari pembahasan kita pada hari ini adalah:
1)      Kita harus waspada antara isi theologi dengan isi kehidupan kita. Seberapa jauh hal tersebut menunjukkan keharmonisan yang baik? Kalau tidak, maka kita akan hidup dalam dunia kita sendiri.
2)      Problema keteladanan adalah problema panggilan bukan pilihan. Anak-anak Tuhan harus berdiri menjadi model bagi dunia, bahkan menjadi mercusuar bagi jiwa-jiwa yang terhilang dan membutuhkan keselamatan. Seberapa kita berani menjadikan kehidupan kita sebagai surat Kristus yang terbuka?

3)      Proses keteladanan adalah proses pembentukan diri di dalam Tuhan. Ketika kita menjadi teladan, kita mengingat seberapa jauh kita sudah dibentuk oleh Tuhan. Hal itu akan menentukan seberapa besar dampak keteladanan kita bagi orang lain. Keteladanan hidup adalah harta kehidupan yang tidak bisa dibeli dengan tingkat pendidikan maupun tingkat kehidupan seberapapun juga.